Verawati

Verawati, lahir di Bekasi pada tanggal 25 Desember 1977 adalah salah seorang guru Akuntansi di Kabupaten Bekasi yang tidak hanya aktif dalam membina murid-murid...

Selengkapnya
Navigasi Web
100 AYAT PERTAMA DI LIBURAN KITA

100 AYAT PERTAMA DI LIBURAN KITA

100 AYAT PERTAMA DI LIBURAN KITA

Melawan gaya hidup hedonis bukanlah perkara yang mudah. Ketika liburan tiba dan banyak sekali manusia yang ingin melepaskan rasa stress dengan merencanakan hal yang indah-indah, tapi tidak demikian halnya dengan putri kecil kami Nazwa.

Kegagalannya untuk tasmi atau menyetorkan hafalan 5 juz yang kedua sudah bulat akan ditebusnya saat liburan tiba.

Lima juz pertama diselesaikannya dalam waktu 2,5 jam menjelang berbuka puasa di pondok pesantren.

Kini lima juz berikutnya dia bulatkan tekad berlath bersama kami para orang tuanya di rumah.

Karena Nazwa anak yang pendiam, maka saya sebagai ibunya harus sering-sering membuka percakapan untuk mengorek segala gundah gulana yang sedang dirasakannya.

Godaan HP saat di rumah begitu besarnya. Sebuah tantangan tersendiri bagi saya sebagai orang tua yang jarang bertemu anaknya untuk banyak menghabiskan waktu berkomunikasi sepuasnya.

Ketika semua urusan rumah tangga beres, saya prioritaskan bertanya apapun hal yang berkaitan dengan rencana liburannya. Salah satunya dengan berlatih persiapan Tasmi.

Mengapa harus dilatih? karena kesalahan yang bisa ditoleransi saat tasmi atau setoran hafalan hanya 10 kali salah. Lebih dari 10 kali kesalahan maka akan dianggap gagal.

Liburan hari pertama saya amati dia masih merapihkan baju-baju yang dibawa dari pesantren.

Katanya lemari di pondok tidak cukup untuk memuat banyak baju karena segala macam buku dan lain-lain sudah berada di lemari sana.

Hari kedua malam hari saya amati dia mulai mengulang-ngulang atau istilahnya “Muroja’ah”. Katanya selama liburan dia hanya akan mengulang dan tidak akan menambah hafalan terlebih dahulu.

Saat di buku rapot kemarin saya lihat hafalan sudah 20 juz lebih sedikit dan menurut saya wajarlah jika dia hanya ingin mengulang-ngulang saja.

Hari ketiga saya bertugas sebagai “cheker”atau menyimak segala hafalan yang keluar dari mulutnya.

Tertatih-tatih saya mengikuti ayat yang dia baca karena ritmenya begitu cepat. Untunglah saya meggunakan alquran digital sehingga bisa scroll dengan cepat.

Kemampuan menyimak saya terkadang kalah cepat dengan kecepatan mulut kecil yang terus bersuara dengan irama cepat tersebut.

Akhirnya saya tiba di juz pertama ayat ke 100 dan saya lihat air mata sudah mengalir di pinggir matanya.

Langsung saya berhenti sesaat sambil bertanya: kenapa menangis? Lalu jawabnya hanya dengan sepatah kata pelan tapi sangat bermakna. “susah”. Begitu katanya.

Cepat-cepat saya peluk dia sebelum air mata keluar lebih banyak dari matanya.

Serta merta naluri ibu dan naluri sebagai guru keluar secara bersamaan manakala melihat perjuangan seorang remaja yang sekuat tenaga berusaha untuk berada di jalan yang benar terpampang jelas di depan mata.

“Sudahlah, tidak usah menangis sayang, kita sudah sampai di 100 ayat petama dengan waktu kurang dari satu jam. Itu sudah merupakan hal yang luar biasa bukan?

Tidak perlu bersedih apalagi putus asa karena kamu sudah mampu seperti ini saja ibu sudah bersyukur luar biasa.

Coba lihat di luar sana, berapa banyak remaja yang isi otaknya hanya diisi dengan hal yang sia-sia.

Berapa banyak mungkin teman-temanmu yang hafalannya juga belum sebanyak dirimu karena mereka juga menghadapi permasalahan yang serupa.

Syetan memang selalu berusaha untuk menghalang-halangi upaya setiap manusia yang sedang berusaha untuk berjalan ke arah yang benar.

Syetan sudah berjanji kepada Allah bahwa ia akan menggoda dari arah mana saja yang dia bisa.

Itulah sebabnya rasa mengantuk, rasa lelah dan rasa putus asa selalu menghampiri kita manakala kita sedang mendekatkan diri kepada alqur’an.

Sudahlah, jangan bersedih lagi, ayo kita makan snack ubi dan pisang rebus ini lalu kemudian kita lanjutkan kembali.

Itulah sepenggal cerita di liburan kami.

Sebuah upaya untuk menghindari buang-buang waktu mengisi liburan untuk hal-hal yang kurang berarti.

Bagi saya sebagi seorang ibu, mendekap putri kami yang pulang hanya untuk 14 hari ini adalah jauh lebih bahagia ketimbang liburan ke luar negeri tapi hanya seorang diri.

Tidak ada tempat liburan terindah selain di rumah. Bersama orang-orang yang kita cintai. Melakukan ativitas yang Allah ridhoi dan yang bermanfaat bagi masa depan keluarga kami.

Life is a choice. Dan saya memilih untuk berjalan bersama orang-orang yang diberkahi daripada mengikuti gaya hidup hedonis tak berarti.

Taman aster, hari ketiga liburan bersama putriku tercinta.

Dari seorang ibu yang selalu bahagia ketika bertemu anaknya.

Vera

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post