Kakak Beradik yang Punya Karakter Berbeda

Hari ini jadwal telpon kaka ke pondok. Kubiarkan suami yang telepon duluan karena aku masih ada urusan. Beruntung, sampai di rumah aku masih dapat kebagian telepon. Kuraih gagang telepon dan terdengar suara kaka disana. "Kaka, bagaimana perasaan nya setelah tasmi' lima juz? " "Wuiiih, plong.. Seneng banget ". Aku berharap ada kalimat lagi yang menjelaskan kebahagiaan kaka, tapi ternyata cuma itu. "Ya udah, selesai setorannya, cuma ngga lancar juz 30 nya". Datar. Itulah si kaka. Tidak ingin melakukan celebrating berlebihan, meskipun usaha yg ditempuh sangat menguras energi fan emoai. "Setelah ini lanjut dengan setoran acak juz yang lain". My good. Baru selesai satu tantangan, sudah mensetting tantangan berikutnya.

Beda dengan si Adik. Dengan perawakan yang jangkung, kemauan untuk menghafal Al-qur'an sepertinya belum muncul. Instruksi dari guru di sekolah pun dianggap angin lalu. "Iya, iya, tar malam belajarnya, sekarang mau main dulu". Malamnya tinggal ngantuk, menghafalpun sudah kecapean. Nambah hafalan satu ayat udah kaya narik kebo, berat banget. Mungkin karena cowok dan masih kelas 1 SD. Aku selalu berpositif thinking begitu.

Kakak dan Adik, seperti bumi dan langit. Padahal saudara kandung. Apalagi yang bukan saudara, ya jelas wataknya pasti beda.