A Teacher is A Human
Seluruh belahan dunia sudah tau bahwa kunci pencetak generasi bangsa yang berkualitas baik dalam segi moral, karakter, perilaku dan akademik adalah terletak pada guru yang mengajar peserta didik di sekolah. Apapun bidang studi yang diajarkan oleh sang guru, tetaplah ia adalah "orangtua" bangsa.
Dari kondisi inilah maka seorang guru di manapun dia mengajar, "dituntut" untuk memenuhi jam operasional sekolah dengan waktu yang telah ditentukan. Di Indonesia misalnya, guru harus mutlak memenuhi beban mengajar sebanyak 24 jam pelajaran perminggunya. Itu belum lagi tugas-tugas untuk memenuhi administrasi sekolah, misalnya membuat perangkat pembelajaran (RPP, Prosem, Prota, Jurnal Kelas) dan membuat bahan-bahan pembelajaran setiap harinya.
Dari situasi di atas, ibarat guru adalah sosok robot yang super multi tasking. Penulis yang juga guru di sekolah SMA yang memiliki jam mengajar lebih dari 24 jam, selalu merasa "miris" dan prihatin apabila menemukan anggapan masyarakat seperti misalnya:"Wah, enak ya, jadi guru..Setiap hari hanya datang ke sekolah, mengajar, murid-murid pulang, guru juga ikut pulang. Ataupun anggapan masyarakat yang cukup konyol yang mengatakan "Enak sekali jadi guru. Murid libur panjang, guru juga ikut libur panjang" Melalui tulisan ini, Penulis hendak mengatakan bahwa paradigma masyarakat semacam itu SALAH besar.
Apabila ada masyarakat non-kependidikan atau non-guru, di sini penulis ingin mengatakan bahwa tugas-tugas guru yang TIDAK pernah dilihat oleh masyarakat adalah:
1. Meskipun guru memiliki hari libur yang lebih panjang dari karier non-guru, guru sesungguhnya TIDAK benar-benar libur. Hari libur guru selalu diisi oleh "Pe Er liburan, misal wajib cek email 24 jam, karena akan ada panggilan dari pusat diknas sewaktu-waktu. Bila tidak direspond, maka guru akan terkenai sanksi meski bersifat administratif.
2. Anggapan masyarakat pekerjaan guru itu tak sebanyak orang-orang yang bekerja sebagai karyawan kantor, juga salah besar. Penulis mengatakan bahwa pekerjaan guru tidak cukup hanya 24 jam. Di rumah guru sering harus membawa tugas-tugas yang belum selesai di sekolah. Contoh mudah saja, memberi penilaian ulangan siswa berikut komentar-komentarnya. Bayangkan saja, kita para guru menilai tidak dua tiga orang siswa saja tetapi ratusan jumlah siswa. Belum termasuk melengkapi perangkat pembelajaran dan materi pembelajaran.
3. Bila bekerja di kantor formal, seorang pegawai kantor pukul 12 siang istirahat jam makan siang, bahkan "berbahagia" diijinkan untuk pergi ke resto untuk makan siang, tetapi hal ini "dilarang" untuk guru. Pada jam makan siang, ataupun break pendek, guru harus piket berkeliling dari 1 kelas ke kelas lain dan seluruh gedung sekolah. Seringkali seorang guru bahkan tak sempat memiliki waktu untuk sekedar memenuhi the demand of the body, yaitu having their meal. Tentu saja guru tetap ada waktu untuk memenuhi kewajiban tubuhnya, yaitu makan siang misalnya, tetapi bukan 60 menit seperti para karyawan perusahaan, seorang guru hanya memiliki waktu antara 10 - 20 menit saja untuk makan. Akibat sempitnya waktu ini, guru harus makan tergesa-gesa yang jelas saja lama kelamaan akan berakibat terganggunya sistem pencernaan lambung. Apakah keadaan ini dipikirkan oleh masyarakat lain terutama pemerintah?
4. Guru dituntut menjadi manusia sempurna sehat. Guru dilarang sakit. Sangat ironis, mengingat aktifitas guru yang ibarat buruh intelektual ini yang melebihi kapasitas dengan jam waktu yang sering tidak wajar, seolah tidak diperkenankan untuk sakit. Penulis pernah mengalami hal semacam ini. Bukan tunjangan kesehatan yang seharusnya diberikan, namun malah diberi sanksi tegas, namun tidak masuk akal.
Sudah sepatutnya pemerintah dan dinas pendidikan memperhatikan kesehatan guru. Guru juga manusia yang berfisik tidak sempurna. Tak ada seorang pun yang ingin jatuh sakit. Apalagi kita para guru.
Pemerintah sepatutnya melakukan pengadaan tunjangan kesehatan untuk kita para guru. Penyaluran BPJS sendiri belumlah merata didapatkan oleh guru-guru di Indonesia. Bila pemerintah memperhatikan kesehatan guru-guru di negri tercinta ini, Penulis yakin akan meminimalisir absen nya guru ke sekolah dikarenakan guru tersebut sakit.
Kiranya opini ini bermanfaat bagi kita semua para guru, juga semoga Pak Mentri, Bapak Muhadjir, lebih memperhatikan psikis dan fisik para guru.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar