Veronika Kristina Sinaga, S.pd

Saya Guru...

Selengkapnya
Navigasi Web
PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI (Developmentally Appropriate Practice)

PEMBELAJARAN BERDIFERENSIASI (Developmentally Appropriate Practice)

 

A.    Defenisi

 

Salah satu pendekatan belajar yang berpihak pada peserta didik, sesuai dengan filosofi Ki Hadjar Dewantara adalah Developmentally Appropriate Practice (DAP).

Developmentally Appropiate Practice ( DAP ) yang sekarang akrab kita  dengar sebagai pembelajaran berdiferensiasi bukan merupakan kurikulum atau seperangkat standar kaku, melainkan seperangkat kerangka kerja, filosofi atau pendekatan dalam pengembangan anak. Terkait penerapan DAP, Haspari, Ariati, dan Widiasari (2015) memposisikan anak sebagai pemegang peranan utama dalam proses pembelajaran. Dengan kata lain, kegiatan yang akan dan sedang dilakukan bertujuan untuk mewadahi gagasan anak, memberikan banyak kesempatan untuk anak aktif bergerak dan bertanya, menjelajah serta mencoba.

Setiap harinya, tanpa disadari, guru dihadapkan pada keberagaman yang banyak sekali bentuknya, sehingga seringkali mereka harus melakukan banyak pekerjaan atau membuat keputusan dalam satu waktu.  Misalnya, saat mengajar di kelas, seorang guru mungkin harus membantu satu muridnya yang kesulitan, namun di saat yang sama harus mengatur cara bagaimana agar saat ia membantu murid tersebut, kelasnya tetap dapat berlangsung dengan kondusif. Dalam kesehariannya, guru akan senantiasa melakukan hal ini, sehingga kemampuan untuk multitasking ini secara natural sebenarnya dimiliki oleh guru. Kemampuan ini banyak yang tidak disadari oleh para guru, karena begitu alaminya hal ini terjadi di kelas dan betapa terbiasanya guru menghadapi tantangan ini. Semua usaha tersebut tentunya dilakukan oleh guru dengan tujuan untuk memastikan setiap murid di kelasnya  sukses dalam proses pembelajarannya.

 

Ciri-Ciri Proses Pembelajaran berdiferensiasi (DAP), antara lain;

 

Program pembelajaran berorientasi DAP menggunakan perspektif perkembangan anak atau

pengetahuan mengenai perkembangan anak. Bredekamp dan Rosegrant (dalam Ilfiandra

(2011) mengemukakan bahwa DAP dijelaskan sebagai berikut.

1. Kegiatan disesuaikan dengan perkembangan anak dengan fokus agar anak mampu

melakukan konstruksi pengetahuan secara mandiri.

2. Kegiatan belajar mampu memberikan banyak kesempatan kepada anak untuk

mendapatkan pengalaman belajar secara langsung.

3. Kegiatan belajar mampu mencakup semua aspek perkembangan anak.

4. Kegiatan belajar dapat berlangsung melalui projek, pusat belajar, dan bermain yang

mencerminkan minat anak.

5. Kegiatan belajar menyajikan materi belajar bersifat konkret dan kontekstual.

6. Rencana pembelajaran yang disusun berdasarkan hasil observasi dan pengukuran

secara berkelanjutan mengenai aktivitas anak, minat, kebutuhan, dan tingkat

keterlibatan.

7. Guru berperan sebagai fasilitator yang memberikan dorongan kepada anak untuk

mencari tantangan baru dalam rangka mengembangkan perasaan mampu dan kendali

diri. Pada pendekatan ini guru diharapkan dapat menyadari bahwa setiap pengalaman

merupakan peluang belajar bagi anak dalam rangka menumbuhkan perasaan mampu

dan bertanggung jawab pada anak.

8. Guru memfasilitasi pengembangan kendali diri dan komunikasi sosial anak yang

disesuaikan dengan kemampuan bahasa dan tingkat kognisi anak.

9. Guru berbicara satu persatu dengan anak, memfasilitasi interaksi verbal dan menyajikan

pengalaman belajar bahasa secara terstruktur.

10. Aktivitas di dalam dan di luar ruangan digunakan secara bervariasi dengan intensitas

keterlibatan guru secara penuh.

11. Informasi dan gagasan dari orang tua membantu guru untuk mengenal anak dengan

lebih baik.

12. Penggunaan tes dan asesmen untuk mengetahui kesiapan anak mengikuti program

yang lebih tinggi merupakan cara yang dipakai.

13. Program belajar disesuaikan dengan kebutuhan dan tingkat perkembangan anak dan

tidak memaksakan sistem yang dikembangkan oleh guru.

 

Miskonsepsi tentang Developmentally Appropriate Practice (DAP)

 

Menurut Gestwicki (Ilfiandra, 2011) terdapat beberapa miskonsepsi mengenai penerapan pendekatan DAP antara lain;

1.      Hanya ada satu cara dalam mengimplementasikan DAP.

2.      Pendekatan dengan pendekatan DAP membuat proses pembelajaran tidak optimal.

3.      Pembelajaran yang berorientasi pada pendekatan DAP mengabaikan aspek akademik.

4.      Praktik pembelajaran yang berorientasi DAP dapat dicapai melalui permainan dan materi tertentu.

5.      Pembelajaran berorientasi DAP tidak memiliki tujuan yang jelas.

6.      Kurikulum dalam praktik DAP adalah perkembangan anak

7.      DAP merupakan salah satu kecenderungan atau tren pendidikan

B.     Mengetahui Kebutuhan Belajar Murid

Contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid

Guru dapat mengidentifikasi kebutuhan murid dengan berbagai cara. Berikut ini adalah beberapa contoh cara-cara yang dapat dilakukan guru untuk mengidentifikasi kebutuhan belajar murid:

1.      Mengamati perilaku murid-murid mereka;

2.    Mencari tahu pengetahuan awal yang dimiliki oleh murid terkait dengan topik  yang akan dipelajari;

3.      Melakukan penilaian untuk menentukan pengetahuan, keterampilan, dan sikap mereka saat ini, dan kemudian mencatat kebutuhan yang diungkapkan oleh informasi yang diperoleh dari proses penilaian tersebut;

4.      Mendiskusikan kebutuhan murid  dengan orang tua atau wali murid;

5.      Mengamati murid ketika mereka sedang menyelesaikan suatu tugas atau aktivitas;

6.      Bertanya atau mendiskusikan permasalahan dengan murid;

7.      Membaca rapor murid dari kelas mereka sebelumnya untuk melihat komentar dari guru-guru sebelumnya atau melihat pencapaian murid sebelumnya;

8.      Berbicara dengan guru murid sebelumnya;

9.      Membandingkan tujuan pembelajaran yang ingin dicapai dengan tingkat pengetahuan atau keterampilan yang ditunjukkan oleh murid saat ini;

10.  Menggunakan berbagai penilaian diagnostik untuk memastikan bahwa murid telah berada dalam level yang sesuai;

11.  Melakukan survey untuk mengetahui kebutuhan belajar murid;

12.  Mereview dan melakukan refleksi terhadap praktik pengajaran mereka sendiri untuk mengetahui efektivitas pembelajaran mereka;dll.

Tomlinson (2001) dalam bukunya yang berjudul How to Differentiate Instruction in Mixed Ability Classroom menyampaikan bahwa kita dapat mengkategorikan kebutuhan belajar murid, paling tidak berdasarkan 3 aspek.

Ketiga aspek tersebut adalah:

1.      Kesiapan belajar (readiness) murid

2.      Minat murid

3.      Profil belajar murid

Sebagai guru, kita semua tentu tahu bahwa murid akan menunjukkan kinerja yang lebih baik jika tugas-tugas yang diberikan sesuai dengan keterampilan dan pemahaman yang mereka miliki sebelumnya (kesiapan belajar). Lalu jika tugas-tugas tersebut memicu keingintahuan atau hasrat dalam diri seorang murid (minat), dan jika tugas itu memberikan kesempatan bagi mereka untuk bekerja dengan cara yang mereka sukai (profil belajar).

Ad. 1 Kesiapan Belajar

Tombol-tombol dalam equalizer mewakili beberapa perspektif kontinum yang dapat digunakan untuk menentukan tingkat kesiapan murid. Dalam modul ini, kita akan mencoba membahas 6 dari beberapa contoh perspektif kontinum tersebut, dengan mengadaptasi alat yang disebut Equalizer yang diperkenalkan oleh Tomlinson (Tomlinson, 2001).

Bersifat mendasar - Bersifat transformatif

Saat murid dihadapkan pada sebuah ide yang baru,  yang mungkin belum dikuasainya, mereka akan membutuhkan informasi pendukung yang  jelas, sederhana, dan tidak bertele-tele untuk dapat memahami ide tersebut.  Mereka juga akan perlu waktu untuk berlatih menerapkan ide-ide tersebut.  Selain itu, mereka juga membutuhkan bahan-bahan materi dan tugas-tugas yang bersifat mendasar serta disajikan dengan cara yang membantu mereka membangun landasan pemahaman yang kuat. Sebaliknya, saat murid dihadapkan pada ide-ide yang telah mereka kuasai dan pahami, tentunya mereka membutuhkan informasi yang lebih rinci dari ide tersebut. Mereka perlu melihat bagaimana ide tersebut berhubungan dengan ide-ide lain untuk menciptakan pemikiran baru. Kondisi seperti itu membutuhkan bahan dan tugas yang lebih bersifat transformatif.

Konkret - Abstrak

Di lain kesempatan, guru mungkin dapat mengukur kesiapan belajar murid dengan melihat apakah mereka masih di tingkatan perlu belajar secara konkret, sehingga mereka mungkin masih perlu belajar dengan menggunakan beragam alat-alat bantu berupa benda konkret atau contoh-contoh konkret,  atau apakah murid sudah siap bergerak mempelajari sesuatu yang lebih abstrak, sehingga mereka mungkin mulai dapat diperkenalkan dengan konsep-konsep yang lebih abstrak.

Sederhana - Kompleks

Beberapa murid mungkin perlu bekerja dengan materi lebih sederhana dengan satu abstraksi pada satu waktu, yang lain mungkin bisa menangani kerumitan berbagai abstraksi pada satu waktu.

Terstruktur - Terbuka

Saat menyelesaikan tugas, kadang-kadang ada murid-murid yang masih memerlukan struktur yang jelas, sehingga tugas untuk mereka perlu ditata dengan tahapan yang jelas dan cukup rinci, di mana mereka tidak memiliki terlalu banyak keputusan untuk dibuat. Sementara mungkin murid-murid lainnya sudah siap untuk menjelajah dan menggunakan kreativitas mereka.

Tergantung (dependent) - Mandiri (Independent)

Walaupun pada akhirnya kita mengharapkan bahwa semua murid kita dapat belajar, berpikir, dan menghasilkan pekerjaan secara mandiri, namun sama seperti tinggi badan, mungkin seorang anak akan lebih cepat bertambah tinggi daripada yang lain. Dengan kata lain, beberapa murid mungkin akan siap untuk kemandirian yang lebih awal daripada yang lain.

Lambat - Cepat

Beberapa murid dengan kemampuan yang baik dalam suatu mata pelajaran mungkin perlu bergerak cepat melalui materi yang telah ia kuasai atau sedikit menantang. Tetapi di lain waktu, murid yang sama mungkin akan membutuhkan lebih banyak waktu daripada yang lain untuk mempelajari topik yang lain.

Perlu diingat bahwa kesiapan belajar murid bukanlah tentang tingkat intelektualitas (IQ). Hal ini lebih kepada informasi tentang apakah pengetahuan atau keterampilan yang dimiliki murid saat ini, sesuai dengan keterampilan atau pengetahuan baru yang akan diajarkan.  Adapun tujuan melakukan identifikasi atau pemetaan kebutuhan belajar murid berdasarkan tingkat kesiapan belajar adalah untuk memodifikasi tingkat kesulitan pada bahan pembelajaran, sehingga dipastikan murid terpenuhi kebutuhan belajarnya (Joseph, Thomas, Simonette & Ramsook, 2013: 29).

Ad. 2 Minat Murid

Minat merupakan suatu keadaan mental yang menghasilkan respons terarah kepada suatu situasi atau objek tertentu yang menyenangkan dan memberikan kepuasan diri.

Tomlinson (2001: 53), mengatakan bahwa tujuan melakukan pembelajaran yang berbasis minat, diantaranya adalah sebagai berikut:                 

1.      Membantu murid menyadari bahwa ada kecocokan antara sekolah dan kecintaan mereka sendiri untuk belajar;

2.      Mendemonstrasikan keterhubungan antar semua pembelajaran;

3.      Menggunakan keterampilan atau ide yang dikenal murid sebagai jembatan untuk mempelajari ide atau keterampilan yang kurang dikenal atau baru bagi mereka, dan;

4.      Meningkatkan motivasi murid untuk belajar.

Ad. 3 Profil Belajar Murid

Profil Belajar mengacu pada cara-cara bagaimana kita sebagai individu paling baik belajar. Tujuan dari mengidentifikasi atau memetakan kebutuhan belajar murid berdasarkan profil belajar adalah untuk memberikan kesempatan kepada murid untuk belajar secara natural dan efisien. Namun demikian, sebagai guru, kadang-kadang kita secara tidak sengaja cenderung memilih gaya belajar yang sesuai dengan gaya belajar kita sendiri.  Padahal kita tahu setiap anak memiliki profil belajar sendiri. Memiliki kesadaran tentang ini sangat penting agar guru dapat memvariasikan metode dan pendekatan mengajar mereka.

Profil belajar murid terkait dengan banyak faktor. Berikut ini adalah beberapa diantaranya:

1.      Preferensi terhadap lingkungan belajar, misalnya terkait dengan suhu ruangan, tingkat kebisingan, jumlah cahaya, apakah lingkungan belajarnya terstruktur/tidak terstruktur,  dsb. Contohnya: mungkin ada anak yang tidak dapat belajar di ruangan yang terlalu dingin, terlalu bising, terlalu terang, dsb. 

2.      Pengaruh Budaya: santai - terstruktur, pendiam - ekspresif, personal - impersonal.

3.      Gaya belajar adalah bagaimana murid memilih, memperoleh, memproses, dan mengingat informasi baru.  Secara umum gaya belajar ada tiga, yaitu:

a.   Visual: belajar dengan melihat (misalnya melalui materi yang berupa gambar, menampilkan diagram, power point, catatan, peta, graphic organizer );

b.  Auditori: belajar dengan mendengar (misalnya mendengarkan penjelasan guru, membaca dengan keras, mendengarkan pendapat  saat berdiskusi, mendengarkan musik);

c.   Kinestetik: belajar sambil melakukan (misalnya bergerak dan meregangkan tubuh, kegiatan hands on, dsb).

Mengingat bahwa murid-murid kita memiliki gaya belajar yang berbeda-beda, maka penting bagi guru untuk berusaha menggunakan kombinasi gaya mengajar.

 

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post