vesembadra

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Kapan Rasa itu Diungkapkan?

Pagi itu suasana kantor masih sepi. Hanya ada petugas kebersihan kantor yang masih menyapu halaman usai beres-beres ruang kantor. Seperti biasanya petugas itu melaksanakan kegiatannya sebelum semua orang kantor datang. Waktu masih menunjukkan pukul enam lebih lima belas menit Waktu Indonesia bagian Barat. Tidak seperti biasanya Elok pagi itu datang lebih awal. Ada tugas kantor yang belum diselesaikan. Dia ingin menyelesaikan sebelum jam kerja kantor dimulai. Ruangan yang sudah tertata rapi dan bersih itu membuat nyaman baginya untuk merampungkan tugas yang sempat tertunda. Lebih segar lagi karena di pojok ruangan itu setiap tiga menit menyebarkan aroma terapi yang membuat dia lebih fres dan semangat menyelesaikan tugasnya. Lagu-lagu kenangan yang diputarnya dalam leptop membuat suasana semakin menggairahkan dalam menyelesaikan tugasnya.

Seperempat jam merupakan waktu yang sangat singkat. Tidak terasa pekerjaan yang ditundanya kemarin hampir selesai. Elok semakin semangat. Sehingga tak disadarinya Sudiro sudah berada di sebelahnya. Sudiro adalah teman sekantornya. Duduknya kebetulan bersebelahan dengan Elok. “Rajin banget hari ini, pagi-pagi sudah membuka leptop”, suara Diro, panggilan akrab Sudiro itu mengejutkan Elok yang memang sedang asyik dari pagi. Elok benar-benar tidak tahu dengan kehadiran Diro. Pemilik wajah manis itu kaget dan menjawab dengan agak gugup, “Ngeledek ya.....?” . Diro tidak segera menjawab. Dia meletakkan tas gendongnya. “Ya bukan meledeklah, memang rajin ko”, sembari mengeluarkan peralatan kerjanya, Diro masih menyanjung Elok.

Pukul tujuh. Jam kerja kantor sudah mulai dengan diawali apel pagi. Seperti biasanya kegiatan ini untuk menanamkan pembiasaan kedisiplinan. Kegiatan apel pagi diawali dengan hormat bendera. Dengan sikap sempurna semua peserta apel pagi melaksanakan hormat bendera dengan khidmat dan penuh semangat kebangsaan. Diro yang memiliki tubuh tegap layaknya seorang militer itu memimpin penghormatan bendera itu. Usai penghormatan, peserta apel memperhatikan amanat yang diberikan oleh atasan. Sang pemimpin kantor selalu menekankan pada kedisiplinan yang selama ini sudah tertanam, agar tetap terjaga dan ditingkatkan. Apel pagi ditutup dengan doa dan dilanjutkan dengan aktifitas seperti biasanya.

Elok berjalan menuju meja kerjanya. Diro berjalan di belakang mengikutinya. Entah apa yang ada dalam pikiran cowok yang selalu perlente, dia suka berjalan mengikuti di belakang elok ketika masuk ruangan menuju meja kerjanya. Mungkin karena bodi Elok yang tidak bosan untuk dipandang. Memang tidak hanya Diro yang akan tertarik jika melihat bodi yang bohai. Paras cantik. Tahi lalat yang menempel di bawah bibir sebelah kiri selalu menghiasi senyumnya sehingga makin membuat laki-laki tak mampu melepas mata ketika memandangnya. Tanpa senyumpun, wajah dengan hiasan tahi lalat itu tak akan menjemukan bagi yang memandangnya. Jangankan kaum adam, kaum hawapun akan terpesona melihat paras indah yang dimiliki Elok.

Si perlente memang sudah tertarik saat pemilik bodi indah dimutasi dikantornya. Dia sudah jatuh hati saat pertama kali melihat pemilik wajah cantik datang di kantornya. Namun belum berani mengungkapkan isi hatinya. Mungkin karena takut ditolaknya. “Andai aku bisa memiliki dia...” Khayalan Diro mulai memenuhi otaknya. Dia membayangkan saat menelusuri taman bunga bersama pemilik tahi lalat di bawah bibir itu. Menikmati santapan siang di saung tepi sawah dengan angin yang semilir. Pikiranya terus melayang jauh. Tidak menyadari bahwa dirinya sedang di perhatikan rekan kerja yang duduk bersebelahan. “Hei, apa yang kamu bayangkan?” Suara syahdu itu sungguh membuyarkan lamunannya. Dengan wajah agak malu, sedikit tampak memerah dengan tingkah celingukan akhirnya Diro memulai pekerjaanya yang sudah menumpuk di hadapannya.

“Kamu membayangkan apa, Mas. Aku perhatikan ko senyum-senyum tampak gembira?”, tanya Elok penasaran. “Ah, tidak ko.” Dengan sedikit gugup si perlente itu menepis pertanyaan cewek cantik yang duduk bersebelahan dalam ruang kantor. “Mengapa jawabmu gugup?”, lanjut Elok memojokkan cowok yang selalu gugup saat menghadapi cewe. Perbincangan mereka makin asyik. Sesekali teman lainnya menyambung perbincangan mereka berdua. Meski pekerjaan di meja menumpuk, namun mereka bisa mengerjakannya sambil bercerita yang diselingi canda tawa. Tugas tetap berjalan lancar. Enjoy dan rasa nyaman yang membuat kegiatan rutin itu tetap terselesaikan. Mereka memang tampak tak memiliki beban dalam mengerjakan tugasnya masing-masing.

Tiba saat itirahat siang. Mereka menutup leptop dan merapikannya sementara untuk melakukan salat duhur dan dilanjutkan makan siang. Semua teman satu ruangan di kantor itu sudah kabur meninggalkan mereka. “Mau makan dimana, Elok?” Cowok pemalu itu mencoba memberanikan diri bertanya. Padahal biasanya tak pernah bertanya begitu. Tapi hari ini memiliki keberanian yang tidak seperti biasanya. “Tumben tanya begitu, mau traktir aku?”, jawab Elok memancing reaksinya. “Boleh, kamu suka dimana?”, lanjut Diro dengan penuh semangat dan keyakinan. “Terserah yang mau traktir, ah”, jawaban dengan suara agak manja. Ini membuat Diro semakin semangat dan tak bisa menunda-nunda waktu.

Diro segera membukaan pintu mobil selayaknya sang pangeran yang akan mengantar putrinya untuk jalan-jalan menggunakan kereta kencana berkeliling melihat rakyat yang berada di wilayah kerajaannya. “Silahkan masuk tuan putri”, sambil sedikit membungkukkan badan, sang perlente seakan menjadi pangeran mempersilakan sang putri memasuki kereta kencana. “Ah kamu ini, biasa saja keles”, jawab Elok agak malu sambil memasuk mobil yaris berwarna siver itu. Mereka meluncur menuju warung makan kesukaan Elok. Diro sudah tahu persis dimana warung kesukaan sang putri sehari.

Kira-kira hanya setengah kilometer letak warung makan itu. Letaknya cukup strategis. Jam makan siang begini selalu ramai dikunjungi karyawan. Banyak pilihan menu dan pengunjung tentu akan memilih sesuai selera. Harga juga masih terjangkau. Namun bagi pengunjunng yang penting bisa memenuhi selera makan, dan tentunya memenuhi keseimbangan gizi dan hieginis. Diro segera lari menuju pintu untuk membukakan dan menyambut tuan putri. “Mari, tuan putri!”, ajak sang pangeran kepada tuan putri sehari untuk masuk dan mencari tempat yang nyaman.

Setelah mendapatkan tempat yang diharapkannya, mereka memesan minuman dan menu makananan yang mereka sukai. Diro memesan jeruk panas dan gurami bakar. Elok memilih jus jambu dan menu yang sama. “Ehm ..., ko sama sich pilihan menu kita siang ini?” Diro memancing percakapan. “Apa karena kita jodoh?”, lanjutnya karena cewek manis yang menjadi tuan putri sehari belum reaksi. “Idih ge-er banget kamu.” Rupanya pemilik tahi lalat indah mulai terpancing dengan pertanyaan yang menguiknya. Mereka terus membahas menu hari ini yang sama. Tak peduli dengan perut mereka yang sebenarnya sudah mulai keroncongan.

Tak lama kemudian menu yang mereka pesan sudah diantar pelayan. Mereka menikmati dengan lahapnya. Gurami bakar dengan bumbu khas dan pedas yang pas membuat lidah mereka terus menikmatinya. Percakapan kecil dan ringan seputar menu, masih menjadi bahan perbincangan asyik bagi mereka. “Wah, nikmat benar makan siang hari ini!”, Diro meneruskan pancingan percakapan dengan harapan cewek yang menemani makan siang hari ini akan menyambungnya. Elok memang pintar nyambung percakapan sehingga pancingan-pancingan Diro selalu bisa diteruskannya. Mereka makin asyik menikmati gurami bakar sambil bincan-bincang ringan.

Ucapan rasa syukur keluar dari mulut mereka yang telah menikmati menu yang sangat lezat. Mereka tampak begitu ceria. Apalagi Diro yang bisa menikmati makan bersama orang yang selama ini pendam di hati. Dia tampak begitu gembira. Wajah berseri-seri, dengan tawa yang begitu lepas. Diro diam sejenak. Hatinya bergejolak. Ada yang ingin diungkapkan, namun mulutnya tiba-tiba tak bisa membuka. Seakan terkunci. “Aduh, aku harus memulai dari mana?” Pertanyaan dalam hatinya terus memberontak seakan ingin mendobrak mulut yang tiba-tiba tak mampu bergerak. “Ayo, kita kembali ke kantor. Waktu istirahat hampir usai!” Ajakan Elok membuyarkan gejolak hati itu dan membungkam rasa yang belum sempat terungkap. Entah sampai kapan gejolak rasa yang ada di dalam dada Diro akan terpendam. Tanpa kata, Diro berdiri dan mengiyakan ajakan Elok.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post