Balada Emak Rempong
Emak rempong merupakan istilah yang mulai akrab di telinga saya akhir-akhir ini. Sebutan ini ditujukan kepada para ibu yang memiliki anak dengan usia masih balita. Biasanya ibu-ibu muda dengan anak yang masih balita ini memiliki kehidupan maha repot karena disibukkan oleh aktivitasnya bersama anak-anak. Ditambah lagi jika ibu-ibu muda ini adalah wanita karier. Maka akan semakin repotlah kehidupan mereka. Kata repot dirubah menjadi bahasa gaul oleh anak muda jaman sekarang dengan istilah rempong. Jadilah balada emak-emak rempong.
Balada emak-emak rempong ini seperti kisah yang never ending story bagi para ibu-ibu muda. Macam sinetron tersanjung yang tidak ada habisnya. Rutinitas para ibu dimulai dari upaya keras mereka menjadi ibu rumah tangga. Mulai dari menyiapkan sarapan, membersihkan seisi rumah, menyiapkan keperluan anaknya sebelum mereka bangun. Setelah semua itu selesai mulailah para ibu ini membangunkan anak mereka, memandikannya, menyiapakan pakaiannya, hingga mengejar-ngejar mereka untuk sarapan pagi.
Bayangkan jika para ibu ini juga wanita karier. Setelah melakukan rutinitas pagi mereka yang berkeringat, para ibu ini juga harus bersiap-siap untuk berangkat kerja. Mereka berangkat kerja dengan suami mereka serta mengantarkan anak mereka ke nenek kakek atau tempat penitipan anak. Jika anak mereka agak besar mereka antarkan anak-anak ke sekolah.
Saat para ibu pulang kerja, badan mereka yang lelah disambut oleh riuhnya anak-anak. Rasa rindu yang menggelora bagaikan Kak Rhoma yang bertemu dengan Ani pujaan hatinya. Rasa capek setelah bekerja seharian seperti hilang entah dimana. Ibu-ibu muda ini harus memulai peran mereka di rumah.
Keriuhan anak-anak tak akan berhenti sampai mereka pergi tidur. Keriuhan berebut mainan, berebut remote TV, berebut camilan dan sebagainya. Belum lagi seisi rumah yang berantakan oleh mainan mereka yang tak kunjung dibereskan. Sisa makanan atau kue yang jatuh di seluruh penjuru rumah. Minuman yang tumpah di mana-mana. Ditambah anak-anak yang masih belum sukses dalam program toilet training terpaksa mengalami kebocoran ompol dimana-mana.
Toilet training adalah upaya mengajarkan anak-anak balita untuk pipis di toilet. Biasanya para orang tua akan melepas popok anaknya dan menggantinya dengan celana dalam biasa. Para orang tua dituntut untuk menghafal rutinitas waktu pipis anak-anak hingga anak-anak mampu meminta sendiri jika ingin pipis. Namun dalam suatu proses tentu ada faktor X yang membuat program ini tak kunjung sukses. Faktor X itu biasanya kekhilafan orang tua untuk membawa anak-anak segera ke WC tepat pada waktunya.
Suasana di dalam rumah semakin meriah saat rasa ingin tahu anak-anak yang luar biasa besar muncul. Saat mereka bertemu pensil, pulpen, atau lipstik seolah membuat mereka ingin mewarnai dunia dengan imajinasi mereka. Langkah awal mereka adalah dengan mewarnai tembok-tembok rumah. Lebih heboh lagi saat lipstik yang dipakai adalah lipstik sang ibu yang baru saja dibeli.
Jika rasa ingin tahu masih belum padam, anak-anak suka sekali berperan sebagai polisi. Mereka akan menggeledah tas atau lemari orang tua mereka untuk mencari barang bukti. Semua barang dikeluarkan untuk mencari barang-barang yang mencurigakan. Jika semua itu terjadi rasanya seperti telah pecah Perang Dunia Ketiga.
Bayangkan jika ibu muda yang saya bicarakan ini adalah seorang guru. Guru yang memiliki puluhan siswa di sekolah dengan berbagai masalah mereka. Guru yang saat di sekolah memiliki tumpukan koreksian setinggi Gunung Himalaya. Guru yang harus membina beberapa siswanya untuk mengikuti lomba MIPA, siswa prestasi dan Hari Anak Nasional. Guru yang dikejar-kejar kepala sekolahnya untuk segera menyelesaikan tugas bendahara.
Bayangkan jika ibu guru muda tadi masih memiliki kerumitan hidup yang astagfirullah banyaknya. Ibu guru ini mempunyai usaha sampingan online shop menjajakan barang dagangannya via online. DiIema hidupnya ditambah lagi dengan keikutsertaanya pada suatu kelas menulis buku beberapa waktu lalu. Kelas menulis dengan target 3 bulan lagi bukunya harus sudah terbit. Ditambah lagi ibu guru muda ini sedang hamil 7,5 bulan dan akan mengajukan cuti beberapa waktu lagi.
Bayangkan jika semua kerumitan hidup tadi terjadi pada saat yang sama dan harus segera diselesaikan secepatnya. Bagaimana perasaan anda? Membayangkannya saja saya sudah capek. Saya cuma bisa melakukannya dan berusaha menyelesaikannya sekuat tenaga saya. Bismillah… baru dapat 50% kurang separuh lagi bukunya!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar