Keikut sertaan saya pada pelatihan menulis buku di Kota Batu awalnya hanyalah coba-coba. Kala itu dua minggu sebelum hari pelaksanaan pelatihan saya sebenarnya merencanakan untuk liburan tipis-tipis. Tapi hal itu saya urungkan karena suami saya sudah daftar pelatihan duluan. Katanya sih mau cari pengalaman. Syukur-syukur bisa jadi buku beneran. Akhirnya saya ikut mendaftar juga. Motivasi saya waktu itu cuma satu. Lah kok enak suami saya mau pinter sendiri? Saya juga mau pinter juga!

Pelatihan itu dilaksanakan hari jum’at dan sabtu. Satu hari sebelumnya ndilalah kaki saya keseleo di sekolah. Kaki seketika bengkak dan sakitnya minta ampun. Jalan saja sudah terpincang-pincang. Untung saja waktu kejadian itu saya tidak sampai jatuh. Tapi rasa sakitnya lumayan karena sampai berbunyi “klek” menandakan derita saya akan dimulai pada beberapa hari ke depan.

Pada saat peristiwa itu terjadi, rekan-rekan guru di sekolah saya menghampiri saya di ruang guru. Rata-rata pertanyaannya sama, “perutnya nggak papa bu?” Orang-orang ini lucu. Padahal yang sakit kaki saya kok ya yang ditanyakan perut saya.

Sebenarnya saya sekarang sedang hamil. Usia kehamilan saya sudah 7,5 bulan. Hari perkiraan lahir saya tanggal 21 April nanti. Kalau pas ya bersamaan dengan Hari Kartini.

Sesaat setelah kejadian itu, saya teringat pelatihan menulis buku akan saya ikuti satu hari lagi. Saya tidak punya niat untuk mengundurkan diri. Saya langsung minta tolong salah satu rekan guru di sekolah saya untuk mengantar ke tukang urut. Biar cepat sembuh.

Sepulang dari tukang urut, saya minta ijin ke kepala sekolah saya untuk pulang lebih awal. Niat saya cuma satu, hari itu saya istirahat total agar besoknya bisa ikut pelatihan. Tekad saya sudah bulat. Saya tidak akan mundur lagi.

Sesampainya di rumah, saya paremi kaki saya dengan uyah asem seperti apa yang disarankan oleh tukang urut tadi. Setelah agak lama dan kering, bengkaknya benar-benar keluar. Warnanya tidak kalah mempesona dengan pantai tiga warna di Kabupaten Malang. Jadi bengkak tiga warna. Merah, hitam, dan hijau.

Saya olesi apa saja kaki bengkak saja. Mulai parem uyah asem tadi. Setelah kering saya beri minyak tawon. Setelah minyak tawon kering saya kirim pesak ke suami saya untuk membelikan salep keseleo. Apa saja asal bukan saos sambal.

Sepulang dari kerja suami saya melihat kaki saya. Ia menyangsikan apa saya bisa ikut pelatihan besok. Tapi tekad saya sudah bulat. Saya mau ikut pelatihan. Toh di pelatihan nanti cuma duduk kan. Saya tidak disuruh break dance. Saya pasti bisa.

Keesokan harinya saya merasa mendingan. Kaki saya masih bengkak. Rasanya masih sakit. Pakai sepatu masih tidak bisa. Tapi saya sudah bisa berjalan dan mencoba naik turun tangga pelan-pelan. Saya tetap masuk sekolah dan mengajar murid-murid saya.

Sepulang dari sekolah saya bersiap-siap untuk berangkat pelatihan bersama suami. Sambil menunggu suami pulang sholat jum'at, saya tata semua peralatan tempur yang dibutuhkan. Berbekal laptop, pulpen, notes, minyak tawon dan salep keseleo. Bismillah saya berangkat cari ilmu.

Dua hari mengikuti pelatihan menulis, jiwa saya berkobar. Hati saya terbakar. Meski kaki saya masih cenut-cenut. Saya bersemangat untuk menulis buku. Saya akan berusaha memenuhi target. Bulan Mei nanti buku dengan bertuliskan nama saya akan saya pamerkan di podium.

Target bulan Mei sudah menjadi buku. Berarti paling tidak bulan April tulisan saya harus sudah selesai. Waktu saya tinggal dua bulan. Jika Pak Ihsan dan Pak Eko kemarin memberi target bulan April draft naskah harus sudah masuk. Target saya lain. Bulan April saya harus bisa melahirkan dua! Melahirkan anak saya dan melahirkan buku saya!

Bismillah….