WAHYU ARIYATI

Mengajar itu membahagiakan Menulis itu menyenangkan...

Selengkapnya
Navigasi Web
KERUPUK KENANGAN

KERUPUK KENANGAN

Mentari pagi telah merekah. Indah. Para insan mulia pun telah bergegas mengais rezeki. Dengan aneka cara. Berbekal keahlian yang berbeda-beda.

Ada ibu muda menggendong balita, menuntun sepeda jengki merah muda. Melangkah dengan ayunan kaki yang mantap, semantap keyakinannya untuk memperoleh rezeki lewat penjualan kerupuk yang dijajakannya.

Ibu muda itu janda beranak dua. Berasal dari luar kota ini. Memberanikan diri menuju kota penghasil garam, demi menyusul sang suami tercinta. Tapi takdir berkata lain: suami tak lagi setia. Berpisah. Menyandang status baru, dengan dua amanah.

Dalam kesendirian, kebimbangan dan tak berpenghasilan, pertolongan Allah selalu hadir. Lewat seorang polisi baik hati, yang menawarkan tempat berteduh. Gratis tis. Sehari….dua hari….masih terasa enak menumpang hidup. Genap tiga hari hatinya mulai gelisah. “Akankah aku selalu jadi parasit?,” gumamnya. Belum lagi sorotan tetangga kanan kiri serta sanak famili pak Polisi yang mulai gerah dengan kehadirannya.

Pertolongan Allah datang untuk kesekian kalinya. Ada yang mengajaknya menjajakan kerupuk. Keuntungan lima ratus rupiah per bungkus. Rasa tanggung jawabnya membuncah. “Siaaaap…..”demikian serunya dalam hati.

Harapan kadang tak seindah kenyataan. Hari pertama berdagang, kerugian telah menyanding. Seorang wanita paro baya tega mengelabuinya. Berbekal uang Rp 50.000,00 memborong 25 bungkus kerupuk. Selesai transaksi, meneliti rupiah demi rupiah yang telah diraihnya pagi ini. Tiba-tiba matanya terbelalak. Uang Rp 50.000,00 itu palsu !!! “Gusti Allah…….,”rintihnya pilu.

Satu semester kemudian aku mengenalnya. Sebuah perkenalan yang tak disengaja, ketika aku ingin membeli kerupuknya. Kusodorkan lembaran biru. Matanya tajam menatapku, menelisikku. Spontan terucap kata,”Maaf,bu….saya tidak mau dibayar pakai uang ini. Uang pas saja.”

Aku terbengong-bengong. “Lho…kenapa,mbak? Ini uang baru….gres….uang gajian dari kantor suami saya.” Guna meyakinkannya, aku beri alasan lain. “Seumur hidup, saya belum pernah ngutil,lho, mbak. Apalagi tipu-tipu pakai uang-uangan.”

Setelah mengamatiku sejenak, akhirnya ibu muda ini berkata,” Tempo hari saya tertipu. Rugi lima puluh ribu, gara-gara uang palsu. Orangnya berkerudung. Wajahnya mirip ibu.”

La….la….la….la…..tawaku pecah, namun tak nyaring. Hmm….begini ya rasanya dicurigai.

Jalan Jokotole, 15 Januari 2019

NB: Teriring doa indah untuk si mbak.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Di dunia ini khabarnya yang mirip tu tujuh orang. Kira kira sudah berapa ya yang bilang ibu mirip dengan si a, b atau si c? Yang jelas sudah ada yg bilang mirip sama cerita di atas. Ha ha guyon pagi. Selamat beraktifitas...salam literasi

15 Jan
Balas

Benar,bunda Irma. Sy sudah nemu 3 org yg mirip saya. Beri waktu utk menemukan 4 lainnya,ya. Hehehe.... Matur nuwun sdh mampir,bunda... Barakallah...

15 Jan



search

New Post