KOTAK AMAL (243)
KOTAK AMAL
Ini bukan masalah prasangka buruk. Saya paham hukumnya. Di televisi, di rumah ibadah, di berbagai acara kultum dan kajian rohani, soalan ini sering dibahas. Sejatinya suuzhon itu dilarang. Saya paham berkali-kali. Sejak lama.
Dulu, saat ada anak lewat di depan rumah, berpenampilan rapi, berbaju koko, berpeci hitam, memakai sandal jepit, menjinjing kotak amal, saya yakin haqul yakin, ia dari yayasan tertentu. Sebut saja yayasan A. Apalagi saat ia memperlihatkan identitasnya. Tanpa pikir panjang, saya akan memasukan donasi terbaik. Sebagai ladang amal, pikirku.
Telah menjadi SOP, jika ada yang datang meminta sumbangan atas nama yayasan, atas nama ini, itu, saya akan memberinya. Secukupnya. Semampunya.
Pada suatu hari, pintu pagar digedor. Seseorang mengucapkan salam. Assalamualaikum. Saat pagar tersibak, sesosok pemuda tanggung berdiri di depan. Berbaju koko, bersongkok hitam, menjInjing kotak amal. Tanpa tedeng aling-aling, kotak segi empat itu disodorkan. “Dari yayasan A,” ujarnya singkat.
Ia begitu sumringah, saat saya memegang uang lima puluh ribuan. Sambil memandang wajahnya, uang kertas itu lenyap, masuk lubang kotak amal.
Saat ia akan berlalu, saya pegang tangannya. “Anakku sayang, Bapak mau mendoakan engkau, tolong Amin-kan, ya,” wajahnya menatap saya, keheranan. “Iya, Bapak,” suaranya pelan, menunduk.
“Ya, Allah, jika benar yang membawa kotak amal ini dari yayasan A, perbanyak rezekinya, mudahkan urusannya, jadikan ia anak yang sholeh,” saya berhenti sejenak, melihat apa reaksinya. Wajahnya mulai memerah. Suaranya pelan, ketika melantunkan “Amiiin”.
Sebaliknya, ya, Allah, jika ia tipu-tipu, mencari donasi untuk kepentingan pribadi atau kelompok, tolong jangan lagi ia dikembalikan ke rumahnya, biarlah ia tersesat di jalan, bila perlu ia mati sebelum tiba di rumahnya,” ujar saya keras-keras. Ia mulai gelagapan. Wajahnya semakin memerah. Ia tertunduk lesu, tidak berani menatap saya.
Lantas, tangan kirinya merogoh saku bajunya. Tergesa-gesa ia membuka gembok kotak amal, mengambil uang lima puluh ribuan, mengembalikan kepada saya.
Tanpa bicara sepatah katapun, ia bergegas dan berlalu. Buru-buru saya memanggilnya. Namun ia tidak peduli. Jalan lurus.
Setelah cukup jauh, barulah ia menengok ke belakang. Saya memberi kode untuk kembali, sambil melambai-lambaikan uang lima puluh ribuan.
Jayapura, 26 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Salam Literasi...
Dilematis Pak...
Begitulah....
Fenomena kotak amal semakin banyak pak, mengatasnamakan yayasan tertentu kalau ditempat saya biasa hari Jumat atau Minggu banyak tu pak, semoga benar disampaikan kepada yg membutuhkan, suskes selalu pak.
Semoga ya, Bu. Salam
Sangat menyedihkan pak..sukses selalu
Salam Literasi