MENYUSURI DANAU SENTANI (320)
MENYUSURI DANAU SENTANI
“Seratus lima puluh ribu,” ujar sang motoris speed boat, menyebut angka nominal yang harus dibayar, saat rekan saya menanyakan biaya transportasi menuju Kampung Homfollo di seberang danau.
“Bisa seratus ribu, kah. Dekat saja, kok” tawarnya, sambil tersenyum. Rekan saya berusaha meyakinkan sang motoris.
Tanpa banyak bicara pengemudi perahu mengangguk tanda setuju. Lantas memberi isyarat kepada kami untuk menaiki perahu mesin warna kuning.
Sesaat kemudian, berempat dengan pengemudi, kami membelah dan menyusuri danau. Sesekali menghantam ombak, perahu berguncang keras.
Ternyata bukan hanya di laut saya merasakan sensasi ombak, juga di danau. Tepatnya di Danau Sentani. Meski tidak terlalu besar, ombak yang menghantam perahu, membuat saya berdebar-debar.
Benar, kami sedang menunaikan tugas Negara, menyusuri Danau Sentani dalam rangka melaksanakan kegiatan Perawatan Hasil Supervisi Satuan Paud yang berada di wilayah Kabupaten Jayapura.
Danau Sentani sangat luas. Sekitar 104 kilometer persegi atau 245 hektar. Berada di bawah lereng Pegunungan Cagar Alam Cypclop.
Tempat ini menjadi salah satu sumber mencari nafkah sebagian penduduk yang mendiami pesisir danau. Dengan mata pencarian mencari ikan sebagai nelayan. Mujair dan gabus menjadi ikan favorit penduduk setempat. Dikonsumsi dan diperjual belikan.
Ada empat satuan Paud yang akan kami visitasi di wilayah ini. Tiga berada di kampung Homfollo dan satu lagi di Kampung Kameyakha. Semuanya berada di wilayah Distrik Ebungfauw.
Sebelum kami melakukan perawatan hasil supervisi, rekan-rekan dari Balai telah melakukan visitasi dengan tugas yang tidak jauh berbeda. Pemetaan dan supervisi. Muaranya tetap sama, bagaimana Satuan Paud dan Dikmas meningkat kualitasnya dengan pemenuhan sebanyak mungkin indikator Standar Nasional Pendidikan. 8 SNP.
Selanjutnya satuan pendidikan siap mengajukan Akreditasi. Meski tahun ini diberlakukan moratorium akreditasi, namun tidak tertutup kemungkinan tahun-tahun mendatang, saat pandemi berakhir, semua akan berjalan normal. Visitasi Akreditasi berlangsung tatap muka kembali.
Yang kami kunjungi pertama kali, Paud Sinar Kasih. Lokasinya tepat di belakang halte perahu. Tempat kami berhenti. Dua orang Bunda Paud telah menunggu. Salah satunya bernama Bunda Yeti. Kepala Paud.
Sebagaimana Bunda Paud pada umumnya, pembawaan Bunda Yeti ramah, berwibawa, sederhana dan murah senyum.
Paud yang dikelolanya, secara umum layak mengajukan akreditasi. Pemenuhan Delapan Standar Nasional Pendidikan yang menjadi tolok ukur, telah melewati ambang batas yang dipersyaratkan.
Selain memberikan penjelasan seputar SNP, saya juga memberi kuliah tambahan proses pengajuan akreditasi yang difasilitasi Apikasi Sispena. Karena jaringan internet lancar jaya, saya memberi contoh langsung membuka aplikasi secara online.
Setelah tuntas, saya bergeser ke arah timur, menuju Paud Surya Kasih. Salah seorang pengurus Paud, mengantar saya ke sana menggunakan sepeda motor. Jaraknya sekitar 30 menit. Menyusuri tepian danau.
Karena Kepala Paud tidak berada di tempat, saya hanya dilayani salah seorang guru dan tenaga kependidikan, merangkap suami Kepala Paud. Belum banyak progres yang dieksekusi Paud Surya Kasih atas rekomendasi rekan-rekan sebelumnya. Yang menarik, gedungnya megah dan indah.
Saat saya menuju Paud Surya Kasih, pada saat yang bersamaan, rekan kami menuju Paud Sejahtera. Dekat dengan Paud yang pertama divisitasi. Mereka cukup berjalan kaki.
Ketika pulang dari Paud surya Kasih, saya menuju Paud Sejahtera, bergabung dengan rekan saya, Pak Khoiri beserta punggawa Paud Sejahtera. Kepala, Pendidik dan Tenaga Kependidikan.
Hampir semua dokumen Paud Sejahtera ternyata ditulis tangan. Memang tidak ada larangan. Namun saya tetap menyarankan agar diketik supaya rapi. Apalagi Kepala Paud-nya bisa menggunakan komputer. Dibuktikan dari sertifikat kursus yang tersimpan di map.
Paud Sejahtera masih harus banyak berbenah. Namun demikian, tetap ada progres, meski sedikit.
Kunjungan pamungkas, kami ke Paud Haliu. Kondisinya tidak jauh berbeda dengan kedua Paud terakhir yang divisitasi.
Sinar mentari semakin menyengat. Membakar kulit. Entahlah, di sini suhunya lebih panas dibandingkan di daratan. Waktu hampir mendekati pukul dua siang. Saatnya kami kembali.
Masih ada satu Paud yang akan kami kunjungi, Paud Nuri. Letaknya berseberangan dengan keempat Paud sebelumnya. terpaksa kami harus kembali ke dararan terlebih dahulu. Lantas menyusuri danau dari arah yang berbeda. Paud Nuri mudah dijangkau dari Kalkhote. Tempat yang sangat terkenal sebagai pusat pelaksanaan iven tahunan, Festival Danau Sentani.
Menjelang sore hari kami pulang, tidak lupa membawa pesanan nyonya, ikan mujair besar sebanyak dua tumpuk. Isinya masing-masing 5 ikan masih hidup. Harganya 100 ribu per tumpuk. Penjualnya perempuan paruh baya, agak renta. Saya tidak sampai hati menawarnya.
Melihat satu kantong ikan, nyonya tersenyum puas. Apalagi ikannya besar-besar. Saya tidak sabar menikmati Mujair bakar dengan menu pelengkap sambal jahe pedas dan nasi panas ditambah tumis kangkung. Heemmmm. Yummy.
Jayapura, 12 Desember 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
MENYUSURI DANAU SENTANI, reportase oke. Jadi ingin ke sana
Siap, Bun. Ditunggu