SOSOK MISTERIUS (236)
SOSOK MISTERIUS
Di film-film dan sinetron, sosok Ibu tiri selalu digambarkan kejam dan jahat. Mungkin juga ada benarnya. Sebagian orang pernah punya pengalaman buruk dengan Ibu tiri. Namun tidak bagiku, walau Mamah -begitu aku memanggilnya- hanya Ibu tiri, tapi ia layak menyandang gelar sebagai Ibu kandung. Mamah penyanyang, lembut, perhatian. Pokoknya tidak beda jauh sebagaimana Ibu kandung pada umumnya. Aku sangat bahagia dengan keadaanku sekarang.
Namaku sumarni, biasa dipanggil Ani. Aku tinggal di kota K. Saat remaja, akhirnya aku tahu, Ibu yang melahirkanku pergi meninggalkan kami, saat itu usiaku dua tahun. Ibu pergi begitu saja. Itu yang dikatakan Bapak.
Belakangan aku tahu, kondisi ekonomilah yang membuat Ibu pergi meninggalkan kami. Saat itu Bapak hanya seorang buruh, yang bekerja di perkebunan sawit. Sebagai buruh, tentu tidak semua kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Entahlah, apakah alasan itu yang membuat Ibu pergi.
Awalnya Bapak sangat kecewa, shock, dengan kepergian Ibu, apalagi Ibu pergi, disaat usiaku baru dua tahun. Saat aku masih butuh perhatian, kehangatan dan kasih sayang seorang Ibu. Tapi akhirnya Bapak bisa menerima kenyataan itu. Bapak tidak menyalahkan siapa-siapa.
“Bapaklah yang salah, nduk. Seharusnya Bapak bekerja lebih keras lagi, agar semua keinginan Ibumu terpenuhi. Tapi apalah daya, Bapak hanya seorang buruh biasa,” ujar Bapak dalam suatu kesempatan. Menurut Bapak, wajar jika Ibu pergi meninggalkan kami, saat itu.
Dua puluh tahun kemudian, tepat sejak Ibu meninggalkan kami, entah mengapa ada rasa rindu ingin bertemu dengan Ibu. Semakin hari dorongan itu semakin kuat, rasanya sudah berada di ubun-ubun ingin bertemu Ibu. Bapak tidak keberatan dengan permintaanku, begitu juga Mamah.
“Kamu sudah dewasa, jika itu baik bagimu, lakukanlah, Mamah tetap menyayangimu, nduk” Mamah menangis, memelukku erat.
Mulailah aku berpetualang di jejaring sosial. Tanya sana, tanya sini. Dengan sedikit perjuangan, pengorbanan, kesabaran, berminggu-minggu, mulailah ada titik terang. Ibu berada di kota S. Informasi yang aku dapatkan, Ibu telah menikah lagi, sebagaimana juga Bapak. Hanya saja Ibu sudah bercerai kembali. Sekarang Ibu tinggal di rumah nenek.
Dengan proses berliku-liku, pada waktu yang ditentukan, kami sepakat bertemu di tempat tinggal Ibu, di Kota S.
Tanpa tedeng aling-aling, aku langsung menubruk, memeluknya erat-erat. Menciumi tangannya. Aku menangis sejadi-jadinya. Bahkan aku bersujud di kaki Ibu, saat kami bertemu.
Sejenak aku terhenyak, ada yang aneh. Kenapa penerimaan Ibu biasa-biasa saja. Kulihat malah Ibu tidak menangis. Bukankah kami sudah lama tidak bertemu. Apakah Ibu tidak merindukanku, pikirku. Berbagai pertanyaan muncul dibenakku.
Sesaat kemudian seorang wanita paruh baya berteriak dari luar rumah memanggil-manggil namaku. Histeris. Memeluku erat. Menangis meraung-raung seperti orang kesurupan.
“Ani, maafkan Ibu, Nak, telah meninggalkanmu, saat kamu kecil dulu. Ibu sayang kamu, nduk,” suara itu begitu menggetarkan jiwa. Aku menoleh ke belakang, melihat perempuan yang pertama aku peluk tadi. Ia menghilang. TAMAT.
Jayapura, 19 September 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Waduh...jadi sosok ibu tadi siapa ya?
Misteri...hehehe
Tadi siapa yg dipeluk ya? Kereeeen.
Misteri, Bun....heheheheh
keren, sukses selalu pk
Terima kasih, Pak