10. KUPU-KUPU TANPA SAYAP
(Tantangan hari ke-18)
#Tantangangurusiana
Ringkasan cerita lalu:
Kepergian Emak yang tak pernah disangka Gimun membuatnya terpukul. Emak yang selalu dia nanti untuk pulang dan menyaksikan keberhasilannya hanya tinggal jasad yang terbujur kaku dan diselimuti selebar kain jarik. Tubuh kecil itu terduduk lemas dan menangis didepan tubuh yang membeku. Didepan pusaran Emak, Gimun kecil pun mengucapkan janji untuk mengguncangkan dunia dengan keberhasilannya..
Setelah kepergian Emak, kehidupan keluarga sederhana dipinggir kebun kopi itu telah berubah. Sehari-hari bapak harus bersusah payah mengasuh adik kami yang masih kecil. Maklumlah aku dan saudaraku mbak Sri, mbak Sutiyem, mas Sutris serta mbak Pariyah masih sekolah. Kadang kala aku menyaksikan Nining kecil harus digedong ayah untuk ikut bekerja dikebun. Pemandangan yang ganjil bagiku tentang bapak kini menjadi hal yang biasa karena kondisi yang memaksa harus seperti itu. Tugas rumah pun kami pikul bersama-sama tanpa mengeluh sedikitpun. Kami sadar hidup kami yang sulit harus terus berjalan.
Sore itu seperti biasa mbak Sri memasak singkong untuk makan malam kami. Terdengar suara batuk bapak yang tak henti-henti dari ruang tengah dengan sesekali menarik nafas panjang. Bahkan sesekali bapak harus menutup mukanya karena batuknya yang tak tertahan. Mbak Sutiyem dengan sigap membawakan secangkir teh hangat tanpa gula kepada bapak. Pemandangan itu menumbuhkan rasa iba melihat bapak. Bebannya semakin berat yang dipikul. Selain bekerja dikebun, Bapak juga harus merawat adik-adik yang masih kecil. Doaku pun tak henti-hentinya kepada Allah semoga bapak selalu sehat.
Setahun dari kepergian Emak, tiba saatnya Gimun menerima pengumuman kelulusan di SDN Mekar I. Gimun kecil pun akhirnya lulus dengan nilai terbaik. Kelulusan dengan nilai terbaik mendorong Gimun berkeinginan untuk melanjutkan ke salah satu sekolah SMP negeri terbaik di kecamatannya. Namun dengan kondisi keluargannya saat ini, membuat sedih karena bagi Gimun sulit mewujudkannya.
Di depan kelasnya Gimun hanya duduk termenung sambil melihat teman-temannya bersuka ria karena kelulusannya. Baginya kelulusan yang membanggakan ini pasti akan menambah beban bapaknya. Belum lagi kesehatan bapak yang akhir-akhir ini memburuk dan ditambah dua adiknya yang masih kecil butuh orang yang mengasuhnya. “ Ya Allah, bisakah aku melanjutkan ke sekolah SMP dengan kondisi keluargaku seperti ini,”suara gimun lirih sambil menudukan kepala.
Sekolah lanjutan yang akan ditempuh oleh Gimun memang jaraknya agak lumayan jauh dari rumahnya. Sedangkan alat transportasi sementara ini yang dia miliki hanya sepeda saja dan itupun sudah dipakai oleh kakaknya sekolah. Alasan itulah yang membuatnya seperti putus asa menghadapinya. Tiba-tiba ditengah lamunannya ada tangan yang memegang punggung Gimun dengan lembut. Gimun pun terkejut karena tangan yang lembut itu hampir sama milik Emaknya.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar