WAHYU SAYEKTI

Wahyu Tri Sayekti M.Pd pernah mengajar di SMAN 1 SOOKO Mojokerto th 2000-2004, mengajar di SMPN 3 SARADAN kab.Madiun Th 2004-2005 dan SMPN 1 DAGANGAN kab.Madiun...

Selengkapnya
Navigasi Web
15. KUPU-KUPU TANPA SAYAP

15. KUPU-KUPU TANPA SAYAP

(Tantangan hari ke-24)

#Tantangangurusiana

Ringkasan cerita yang lalu:

Kondisi bapak yang sakit-sakitan membuat kedua kakak perempuan Gimun membuat keputusan yang mengejutkan baginya. Sangat berat bagi bocah sekecil Gimun menerima semua itu, tapi harus bagaimana lagi…Keadaan yang memaksa kedua kakak perempuan memupuskan masa depan demi menggantikan tugas orang tua untuk merawat adik-adiknya…

Suara adzan subuh menggugah kelima bocah itu untuk segera bangun. Kebiasaan bangun subuh yang tak pernah ditinggalkan untuk kesehariannya. Dinginya hawa pegunungan tidak pernah dihiraukan Gimun dan Sutris untuk pergi sholat berjamaah dimushola. Dalam setiap doa setelah sholatpun dia panjatkan untuk orang tua dan keluargannya agar selalu dilindungi oleh Allah SWT. Hafalan surat pendek pun tak pernah berhenti dia lantunkan dari mulutnya setiap dia langkahkan kaki ke mushola bahkan sepulangnya, sungguh bocah yang sholeh untuk ukuran bocah seusiannya.

Sesampai dirumah pemandangan dapur mengepul oleh aktifitas memasak mbak Sri dan mbak Sutiyem sangat khas. Aroma singkong rebus yang dimasak diatas kayu bakar sangat menggugah selera bagi Gimun. Kesederhanaan itulah yang menempa Gimun dan saudaranya menjadi anak yang sabar dan tangguh menjalani kehidupan sesulit apa pun. “Mbak ..bapak apa sudah bangun?,”tanya Gimun ke mbak Sutiyem sambil tanganya membenahi kayu bakar di dapur. “Bapak sedang berbenah dibantu Pariyah, le,”jawab mbak Sri sambil mengendong Siti yang sudah bangun. “Bapak berangkat ke rumah sakit jam berapa ya mbak?”, tanya mas Tris ke mbak Sri. Mbak Sri hanya menggelengkan kepala saja sebagai tandak tahu kepastiannya.

“Le!….Nduk! bapakmu sudah siap?”suara pak Dhe memanggil kami dari pintu depan. “Sampun pak Dhe!,”jawab mbak Pariyah dari ruang bale tengah. Mas Tris dan Gimun segera bergegas menuntun bapak ke depan dengan diikuti kedua kakak perempuannya. Mbak Sri juga sudah menyiapkan singkong rebus hangat yang dibungkus daun pisang dan air teh dibotol untuk bekal bapak di jalan. Akhirnya kami melepas bapak bersama pak Dhe dan bu Dhe untuk berobat kerumah sakit.

Sepanjang hari itu diisi Gimun hanya dirumah membantu kakaknya merawat adiknya yang masih balita Siti dan Nining. Baginya mengurus kelulusan bisa dilakukan nanti saja. Tapi waktu menjelang siang rumah Gimun ke datangan tamu yang tak lain adalah bu Neti wali kelasnya. “Assallamuallaikum…,”suara salam dari bu Neti. “Waallaikumsallam..,”jawab Gimun dari dapur rumahnya. “Oh…bu Neti, silahkan masuk bu maaf rumah kami yang kotor,”suara mbak Sri tergopoh-gopoh mempersilahkan bu gurunya Gimun masuk kerumah. Tak lama Gimun pun menyiapkan gelaran tikar yang lusuh untuk tempat duduk bu Neti. Setelah mempersilahkan duduk bu Neti pun mulai menjelaskan kedatangannya didepan ke lima bocah itu.

“Kedatangan bu Neti kesini untuk melihat keadaanmu dan bapakmu yang katanya kemarin sakit?”jelas bu Neti. Dan bu Neti juga menjelaskan tentang persiapan apa saja yang harus disiapkan Gimun untuk mendaftar ke salah satu sekolah SMPN di kecamatan. “Le, bu Neti paham akan kondisi orang tuamu, tapi sesuai janji saya kemarin akan membantu kamu untuk meringankan beban orang tuamu,” jelas bu Neti meyakinkan Gimun. “Yang paling penting kamu jangan sampai putus sekolah, karena pendidikanlah yang nanti akan mengakat derajat dan merubah nasibmu le,”jelas bu Neti menyemangati Gimun sambil memegang tangannya yang kurus.

Gimun hanya menudukkan kepala tak sanggup menatap mata bu Gurunya. “Tapi saya tak punya sepeda lagi bu karena satu-satunya sepeda kami sudah dipakai kakak saya sekolah,”jawab Gimun putus asa. “Le, …Karena kamu murid Ibu yang paling berprestasi maka bu Neti akan menghadiahkan sepeda baru untukmu le,”suara bu Neti memancarkan keibuan yang penuh kasih sayang. Kami berlima yang mendengar ucapan bu Neti diruang tengah bersama-sama mengucapkan Alhamdulillah sebagai bentuk puji syukur. “Trima kasih bu Neti, kami mewakili bapak yang sakit menghaturkan banyak terima kasih tak terhingga,”ucapan mbak Sri kepada bu Neti dengan nada terharu. Disana sangat jelas tergambar diwajah Gimun dan saudaranya penuh bahagia, karena tidak mengira akan dibantu dan diringankan untuk pendidikan Gimun ke jenjang pendidikan selanjutnya. Trima kasih Yaa Allah atas semua Rahmatmu, bisik syukur Gimun dalam hati.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post