TITIP RINDU PADA MALAIKAT KECILKU (1)
Pelangi masih menggantung diatas cakrawala dengan garis warna yang sangat menakjubkan...seakan tak mampu mengganti rasa rindu yang sangat mendalam pada bocah laki-laki kecil bermata sipit dan berkulit putih pucat.Bocah lucu yang kehadirannya selalu menjadi kerinduan dan keceriaan dimanapun dia berada..... dan dimanapun dia injakan kaki....
Perjalan kebahagian setelah pernikahanku adalah dengan lahirnya bocah kecil yang sehat tanpa kurang suatu apapun. Tubuhnya yang merah menandakan kelak akan menjadi anak yang berkulit putih bersih. Saat itu menangis dengan keras diruang bersalin yang menandakan bayi yang normal. Yaa..tepat tanggal 28 Mei 2009, bayi laki-laki itu aku bei nama Muhamad Ramdani. Bayi pertama yang kami tunggu-tunggu dalam pernikahan kami.
Kehadiran bayi bernama Ramdani menjadi berlian yang tak terhingga bagi keluarga kecil kami. Singkat cerita aku adalah Yuni seorang ibu yang berprofesi sebagai perawat dirumah sakit swasta di Kediri. Sedangkan suamiku bernama Yoga adalah seorang direksi bank swasta di kota yang sama. Secara ekonomi kami memang tak kurang suatu apa bahkan termasuk mapan dan berada. Kebutuhan untuk bayi kami sangat prioritas, mulai baby sister dan perlengkapannya selalu memilih yang nomor satu, sehingga penilain sebagaian besar pada kami adalah keluarga yang sempurna dimata orang lain.
1 Tahun kemudian...
“Dani sholehku..kemari nak!” panggilku sepulang kerja. Bocah kecil itu sudah berusia 1 Tahun dengan lincah menghampiriku. “Mam...mam”..suara Dani dengan berjalan tertatih-tatih dan sambil tersenyum kedalam pelukanku. Mendengar suaranya seakan lelahku sudah hilang berganti ceria karena rindu seharian yang baru bertemu. Anakku sementara dirawat baby sister bernama mbak Susi yang menggantikan aku ketika aku bekerja. Mbak Susi ini tipe orangnya keras tapi sangat penyayang kerja sangat rajin dan bertanggung jawab. “Mbak Sus..Dani badannya kok anget ya..apa dia sakit?” tanyaku penasaran. “Tidak bu..memang kadang-kadang badannya anget”, jawab mbak Susi. “Apa minum susunya kurang ya”, jawabku mengira-ngira. Mungkin seperti itu pikiran dalam benakku. Aku pun segera meminta baby sisterku untuk membuatkan susu untuk Dani. Anakku tetap ceria walau tidak begitu lincah. Gerakannya badannya sedikit lambat dan mudah lelah, tapi selalu ceria.
“Ma..coba kemari”,suara suamiku memanggilku dari teras rumahku. “Ada apa Yah”, jawabku tergopoh-gopoh. “Coba lihatlah dileher Dani dan badannya kok muncul bintik-bintik putih seperti panu”,kata suamiku. “Masak kena panu..lha wong dia ndak pernah dolan kemana-mana lho”,jawabku. “Coba kita bawa ke dokter siapa tahu dia kenapa-napa”, kata suamiku. Aku pun bergegas siap-siap untuk membawa bocah kecilku bernama Dani ke Dokter. Kami berdua menunggu was-was ditempat antrian dokter spesialis anak. Anak kami tidak menujukan seperti anak yang sakit badannya baik-baik aja tapi badannya selalu anget. “Bagaimana kondisi anak kami dok”, kataku. “Putra ibu tidak apa Cuma ada gangguan pada kulitnya ada sedikit jamur”, kata dokter anak. “Insyaallah dengan diberikan resep bedak ramuan dan sabun ramuan untuk balita akan segera sembuh, kata dokter tersebut. Ada rasa plong yang kami rasakan dengan suami.
2 Tahun kemudian....
Anakku Ramdani yang wkarwb aku panggil Dani tumbuh dengan sehat dan semakin lucu. Tepat hari ini adalah ulang tahun anakku Dani yang ke 2. Ulang tahunnya kami rayakan seperti biasanya dengan mengundang anak-anak komplek ditempat kami tinggal. Suasana bahagia semakin terasa tanpa kurang suatu apa, dengan hadirnya bapak ibuku dan bapak ibu mertua serta saudara-saudara kami yang ikut untuk memanjatkan doa untuknya juga. Foto-foto pada acara itupun aku abadikan dalam album dan sebagian aku binkai menghiasi tembok keluarga kami. Setiap gayanya tidak luput dari jepretan kamera suamiku. Sesekali suara tawa dan gayanya aku rekam dalam vidio kamera ponselku....”tampannya Dani”, gumamku.
Sebulan setelah ulang tahun kedua, Dani sakit demam tinggi. Untuk kesekian kali aku kontrol ke dokter sepesialis anak. Menginat anakku juga sering badannya anget. Oleh dokter hanya diberi obat penurun panas dan vitamin sembari menunggu tiga hari untuk cek laboratorium. Memang saat itu lagi wabah demam berdarah sehingga perlu waspada. Setelah tiga hari ternyata demam anakku tidak turun dan akhirnya harus cek ke laboratorium, dan hasilnya Trombosit anakku turun.
“Astagfirullah”...teriakku sambil berderai air mataku. Kok bisa kecolongan ya..padahal aku juga seorang perawat. Hasil Laboratorium Tersebut sebagai rujukan bahwa Dani harus dirawat ke Rumah sakit. Bagaikan tercabik-cabik perasaan kami. Bahkan ibu mertuaku yang juga pensiunan bidan pun ikut menangis dan turut mendampingiku untuk merawat Dani kecil. Anakku dirawat dirumah sakit dimana aku bekerja, sehingga memudahkanku disamping merawatnya aku pun bisa menjalankan tugasku sebagai perawat. Ibu mertuaku dan suamiku ikut berperan merawat dan menjaga anakku selama okname termasuk mbak Susi baby sisterku. Lelah dan letihku sudah tak terasa karena untuk cutipun sangat sulit, mengingat profesiku bekerja sesuai shif.
Pagi itu untuk kesekian aku melihat Dani menangis kencang karena diambil darah untuk mengecek kemajuan Trombositnya. Rutinitas yang sebenarnya tak tega melihat anak sekecil itu harus mengalami hal tersebut tapi bagaimana lagi...harus seperti itu. “Mbak Yuni bisa keruangan saya”, suara Dr Agus dari ponselku. “Iya dok saya kesana sekarang”, jawabku penuh ragu. Muncul berbagai tanda tanya mengisi pikiranku. “Ada apa dengan Dani kecilku Yaa Allah”, suara lirihku dengan sedikit air mata.
Tok...tok.. “masuk mbak Yuni”,suara dr Agus mempersilahkan. Dengan gugup aku memasuki ruang dokter yang menangani Dani. Dokter itu sembari tersenyum untuk menguatkanku karena dia tahu informasi yang akan sampaikannya padaku bisa membuatku jatuh pingsan. “Mbak Yuni, saya berharap panjenengan sabar dan kuat untuk mendengar hasil laborat Dani yang kedua karena ditemukan adanya keganjilan pada hapusan keping darah merahnya”,kata dr Agus sembari memndangku. “Maksud dokter ada keganjilan pada darah anak saya yang mengarah pada kanker!”jawabku dengan suara tinggi dengan derai air mata. Seketika itu aku menangis merunduk diatas meja dokter yang selama ini aku dampingi bila bertugas. Beliau langsung berdiri sembari menepuk pundakku sambil berkata, “ini baru diagnosa Laboratorium, saya menyarankan untuk merujuk anakmu ke Surabaya”, kata dr agus menguatkan
(bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
keren bin inspiratif. Semoga makin sukses
Trima kasih pak