1. TITIP RINDU PADA MALAIKAT KECILKU
(Tantangan hari ke-1)
#TantanganGurusiana
Ringkasan cerita yang lalu:
Perjalan Ramdani kecil yang akrab dipanggil Dani, harus menjalani perawatan dirumah sakit. Diagnosa demam berdarah sebagai hasil diagnosa awal, ternyata pada hasil pemeriksaan laboratorium berikutnya memberikan informasi yang membuat siapapun tak sanggup menerimanya...
Memasuki ruang rawat inap melati dimana anakku dirawat anakku Dani, air mataku tak sanggup aku tahan walau sekuat tenaga aku untuk menahannya. Dani kecilku ditemani oleh pengasuhnya mbak Susi asik bermain kereta api yang dibelikan oleh Ibu Mertuaku. “Mama...coba liat!”seraya Dani melambai tangannya padaku. “Aku bisa menyalakan keleta api lho”,suranya masih cedal. Aku pun perlahan mendekatinya sambil membelai kepalanya.”Iya le..Dani memang anak pintar..cepat sembuh ya”,sambil kucium keningnya. Sejenak pikiranku masih berputar-putar bila mengingat akan pembicaraanku dengan dr.Agus antara percaya dan tak mungkin.
Tak lama akupun melihat ibu mertuaku dibalik pintu luar kamar rawat inap Dani. Wajahnya sedih dengan sebentar-bentar mengusap air matanya. Akupun mendekatinya dan bertanya padanya. “Ibu kenapa bersedih”,kataku lembut. “Ibu sudah mendengar hasil Laboratorium Dani dari teman ibu yang bertugas diLaborat”, jawabnya lirih. Seketika itu kami berpelukan untuk saling menguatkan tanpa ada sepatah kata yang terlontar.
Setelah lama berpelukan akhirnya Ibu mertuaku berkata,”Nduk cah ayu, kamu yang kuat ya...apapun yang terjadi kamu tetap mendampingi Dani.”Air mataku tumpah untuk kesekian kalinya dan hanya bisa menganggukan kepala saja. Walaupun aku adalah seorang perawat tapi aku juga seorang manusia biasa yang tak akan sanggup menerima kenyataan bahwa anakku terdiagnosa Leukemia atau kanker darah.
Tak lama suamiku mas Yoga datang untuk besuk anakku. Dia belum tahu akan berita yang meruntuhkan dunia ini. Kedatangnnya membawa boneka anjing tokoh di film Soun The Ship, disambut gembira oleh Dani. Dengan wajah cerianya dia memeluk bocah kecil yang pucat itu. “Haii berliannya ayah....gimana udah maem belum?”kata mas yoga sambil membelai Dani. “Aku dah maem buanyak lho yah,”jawab Dani sambil menepuk-nepuk perutnya. “Macak cih, coba ayah mau lihat perutnya adek”, kata suamiku sambil mengusap perut Dani. “Ayah kalau Dani cembuh pengen lihat gajah ya,”celoteh Dani. “Oke boss”, jawab suamiku. Setelah obran kecil antara anak dan ayah, aku perlahan-lahan mengajak suamiku untuk ngobrol diserambi. Aku menguatkan diri untuk menceritakan kondisi Dani kepada suamiku. Mata suamiku berkaca-kaca mendengar kenyataan yang tak pernah terbayangkan dalam hidup kami.
Hari keempat perawatan anakku untuk menunggu surat rujukan ke Surabaya. Aku, suamiku, Ibu mertuaku dan pengasuh selalu berada disamping anakku. Hal ini karena kadang kala memang harus aku tinggal sebentar untuk bertugas. Demikian pula suamiku yang setiap pulang kerja selalu menuju Rumah Sakit dan pulang setelah subuh untuk berganti baju untuk berangkat dinas. Dirumah sudah kami pasrahkan pada pembantu rumah tangga kami yang bernama mbok Marni.
Setelah melalui berbagai proses dan prosedur protokol kesehatan untuk Dani menjelang keberangkatannya ke Surabaya. Aku dan suami juga mengajukan cuti selama sebulan untuk pengobatan anak kami. Banyak yang kami siapkan selain kekuatan mental tentunya dana yang tak sedikit untuk biaya Dani dan kehidupan kami selama pengobatan. Dari situlah cerita kami berawal dimana kehidupan rumah tangga kami diuji oleh Tuhan sedemikian hebatnya.
Aku masih inga tepatnya pertengahan dibulan Juni Tahun 2011 setelah subuh aku, suamiku dan pengasuh Dani serta sopir berangkat ke Surabaya. Kami sengaja menggunakan mobil pribadi agar Dani lebih nyaman. Selama perjalanan Dani tak lepas dari gendonganku meskipun kami membawa pengasuh. Tubuhnya yang lemah dan wajahnya yang pucat tetap tersenyum, karena dia tidak tahu kemana kami akan membawanya. Dalam bayangan anak sekecil Dani hanya pergi untuk jalan-jalan. “Ma...nanti kita lihat gajah ya”,pinta Dani kepadaku. Aku tak menjawab hanya senyum dan ciuman yang aku berikan kepadanya.
Setibanya kami di Surabaya, kami langsung menuju ke salah satu Rumah Sakit ternama yang merupakan rujukan dari dokter spesialis anak RS di kediri dimana Dani kecil dirawat. Kami memilih kelas kamar kelas I dengan harapan nantinya akan memberikan pelayanan terbaik pada anak kami. Dan kami mendapatkan seorang dokter sekaligus .Prof yang bernama Bambang sebagai dokter spesialis kanker anak yang mengobati Dani selama di Surabaya. Sampai sejauh ini aku masih sanksi dengan penyakit Dani. Walaupun aku seorang tenaga medis, aku selalu berharap hasil sementara yang kami bawa dari kediri adalah salah dan semoga akan adanya keajaiban yang bisa merubah itu semua.
Hari kedua perawatan di Surabaya, anakku mulai divisite oleh prof.Bambang dan beliau mulai mengumpulkan data-data sebagai penunjang pemeriksaannya. Setelah itu beliau mulai maraton untuk pemeriksaan kondisi klinis Dani, mulai Jantung dan cek Laboratorium sebelum memeriksa Bone Marrow atau sumsum tulang belakangnya. Yaa..Allah sedemikian menyakitkan proses pengobatan anakku, yang mungkin selama ini aku menganggap biasa tapi kali ini untuk anakku aku tak sanggup. Tiap hari aku menyaksikan Dani menangis dan merajuk minta pulang. Aku melihat tersiksanya dia untuk beradaptasi ditempat yang baru, belum lagi jarum inpus dan Laborat yang harus dia lewati sewaktu-waktu. Aku dan suamiku selalu membisikan doa-doa ditelinganya agar Dani kecilku tenang. Kami akan selalu melakukan itu ketika dia harus menghadapi tindakan medis.
Hari Ketiga perawatan anakku, merupakan hari akan dilakukannya pengambilan sampel bone marrow. Betapa tak mampunya aku sebagai perawat selama ini harus berhadapan dengan darah dagingku. Suara tangis Dani yang luar biasa dengan celoteh kesakitannya membuat aku pingsan. Suamiku yang ada saat itu yang mengambil alih untuk mendampinginya. Setelah aku sadar, aku merasakan betapa kecil dan tak berdayanya aku atas semua ini. Aku langsung berlari mencari Dani yang sudah ada dikamar perawatannya. Matanya sayu dan sembab sedang tertidur pulas karena kelelahan menangis. Tak terasa air mataku deras berjatuhan mengenai kakinya. Rasa bersalah yang tak terampuni oleh Dani. Aku merasa sebagai orang tua yang kejam membiarkan anak yang masih balita harus berteman jarum yang menyakitkan. Yaa Allah....Ampuni dosaku...tiba-tiba suara batinku memekik..
Hari keempat merupakan saat yang kami tunggu untuk tegaknya sebuah diagnosa. Aku masih berharap hasil diagnosa dari Kediri adalah salah dan tidak benar.”selamat siang bapak Yoga dan Ibu, anda dipanggil untuk menemui dr.Prof Bambang diruangannya”, kata suster memberi tahu kami. Setelah sholat Dzuhur kami bergegas keruangan Prof. Bambang. Ada rasa takut dan penasaran dalam hati kami. Tapi suamiku Yoga menenangkanku.”silahkan duduk bapak Ibu Yoga,” kata prof.Bambang mempersilahkan kami. “Ada beberapa hal penting yang ingin kami sampaikan kepada bapak ibu berkaitan dengan hasil pemeriksaan Bone Marrow Dani kemarin”, kata Prof.Bambang. “Iya dokter kami sudah siap mendengarkannya,”jawab suamiku.”Bapak Ibu, berdasarkan pemeriksaan kemarin telah ditemukannya sel kanker pada bone marrow Dani yang menyebabkan Leukemia, dan sudah stadium II,”kata prof.Bambang. Dalam bidang medis stadium II pada Leukimia merupakan stadium lanjut. Berbeda pada jenis kanker lainnya yang bisa mencapai stadium IV, tapi untuk kanker darah atau Leukemia hanya mencapai stadium III saja. Kepalaku serasa pusing mendengar kenyataan pahit yang kedua ini. Aku sudah berharap semoga semua salah tapi Allah tetap memberikan ujian ini pada keluargaku.
(Bersambung)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ikhlas. . Sabar. Tulisan yang mengharu biru
Semoga ibu diberi kesabaran, tetap semangat. Sukses... salam literasi