Wawah Munawarah

Siti Munawarah, mengajar di SMAN 8 TANGERANG SELATAN. Dosen di FIP, PGSD Universitas Muhammadiyah Jakarta. Tinggal di Tangerang Selatan, Banten bersama S...

Selengkapnya
Navigasi Web

SAY NO TO PORN

Tahun pelajaran baru telah tiba, seperti tahun sebelumnya saya mendapat tugas tambahan sebagai wali kelas. Kali ini saya mendapat tanggungjawab menjadi wali kelas sepuluh lima. Sebagai wali kelas, diawal masuk sekolah saya memperkenalkan diri kepada murid-murid, dan mengenal murid-murid perwalian saya. Semua siswa sudah saya panggil satu demi satu. semua berjalan wajar saja, semua anak ceria di awal tahun pelajaran. Hal ini dikarenakan murid-murid bertemu teman baru, guru baru, sekolah baru.

Ada satu anak yang tampak berbeda dari anak-anak yang lain. Remaja yang satu ini nampak pendiam, tidak mau bicara apalagi bergaul dengan teman-temannya yang lain. Awalnya saya berfikir wajar. Mungkin karena masih awal tahun pelajaran. Ada anak yang masih malu-malu dalam bergaul.

Hari berganti hari, minggu berganti minggu, bulan berganti bulan. Proses belajar mengajar mulai berjalan seperti biasanya. Namun setelah dua bulan proses pembelajaran, terlihat ada sesuatu yang janggal dalam diri salah satu murid saya. Iya... benar, murid yang sejak awal saya perhatikan menunjukkan sikap tidak seperti remaja pada umumnya. Remaja pada umumnya adalah ceria, bergaul, semangat. Tapi hal itu tidak terlihat dalam diri remaja ini. Ada apa ya?...naluri keguruan saya mulai muncul.

Saya mulai memperhatikan lebih intensif perkembangan Ari, begitu ia biasa di sapa. Suatu hari, ketika saya memberikan tugas kepada murid-murid tentang masalah sosial yang terjadi di masyarakat, murid-murid harus menjelaskan permasalahan sosial yang terjadi di masyarakat dan berswafoto di lokasi, sebagai bukti bahwa murid-murid benar-benar melakukan tugasnya. Bukan plagiasi.

Ketika semua murid mengumpulkan tugasnya, ada satu tugas yang menarik mata saya untuk melihatnya. Ya... tugasnya Ari, remaja yang pendiam itu. Betapa terkejutnya saya melihat tugasnya. Gambar foto dirinya di coret-coret menggunakan spidol hitam, sehingga tidak nampak wajahnya. Dengan tenang saya mencoba mengendalikan emosi saya.

Wajahnya tertunduk malu dan memerah, ketika kami berdua duduk berhadapan di ruang kelas yang sudah mulai sepi, karena murid-murid telah pulang. Perawakannya yang kecil dibandingkan remaja laki-laki seusianya nampak seperti remaja polos yang baru tumbuh.

Dengan hati yang bergemuruh antara ingin tahu menagapa ia lakukan itu, dan iba melihat wajahnya yang polos. Percakapanpun dimulai.

“mengapa nak gambar fotonya kamu coret-coret dengan spidol hitam?” dengan suara yang pelan dia mengatakan

“ saya benci dengan foto itu!” ,

“maksudnya apa nak ?”

“ iya bu, saya benci dengan diri saya sendiri”.

Dengan wajah polosnya Ari mengunci mulutnya rapat-rapat, ketika saya menanyakan “mengapa?”. Akhirnya kami megakhiri pembicaraan ini yang meninggalkan sejuta pertanyaan dalam diri saya, mengapa?

Sungguh, peristiwa hari ini membuat saya terus berpikir, ada apa dengan Ari? Remaja laki-laki yang menurut saya polos, lugu, tapi membenci dirinya sendiri? Pasti ada sesuatu yang terjadi dalam dirinya. Akhirnya saya memutuskan untuk minta bantuan Ibu Heni sebagai guru Bimbingan Konseling di sekolah kami. Iya benar. Saya selalu bekerja sama dengan guru BK dalam menyelesaikan permasalahan tentang murid, terutama tentang kejiwaan, proses belajar dan lain-lain.

Setelah saya mencertitakan kepada ibu Heni tentang apa yang terjadi pada Ari, ibu Heni akan memanggil Ari ke ruang BK untuk diajak Bicara. Setelah beberapa hari, ibu Heni mengajak saya untuk mendiskusikan tentang Ari di ruangannya. Betapa terkejutnya saya, mendengar penjelasan ibu heni tentang Ari.

“ iya bu, Ari sudah menceritakan kepada saya, bahwa dia telah kecanduan pornografi “

“ innalilaahi wa inna ilaihi roojiun” betapa kagetnya saya mendengar penjelasan ibu Heni.

Ibu Heni melanjutkan hasil penemuannya. “ sebenarnya dia ingin sekali menghilangkan kecanduannya itu, tapi belum bisa”

“ lalu apa yang harus kita lakukan bu? “. Tanya saya antusias.

“ biarkan saya bicara dahulu dengan Ari, setelah dia sudah siap untuk menceritakan kepada orang tuanya, baru kita pertemukan orang tuanya denga Ari di ruang BK. “.

“ baik bu Heni, saya percaya dengan ibu”. Sebelum meninggalkan ruang BK saya mengatakan kepada ibu heni “ mohon ini hanya kita saja yang tahu ya bu” . “ siap bu “ jawab ibu Heni dengan senyum khasnya.

Tidak sampai satu pekan, saya sebagai wali kelas membuat surat undangan kepada orang tua Ari untuk datang ke sekolah. Akhirnya kami berbicara diruang BK yang aman dari orang lain. Ya kami, saya sebagai wali kelas, Ibu heni sebagai BK, dan ayah ibunya Ari.

Betapa terkejutnya ayah ibu nya Ari mendengarkan apa yang kami sampaikan. Ya saya ikut merasakan apa yang dirasakan oleh kedua orag tua ini. Sedih, malu, kecewa, heran, tidak percaya dan lain sebagainya bercampur jadi satu. ibunda Ari menangis tak terbendung. Sang Ayah menahan emosinya.

Setelah semua emosi reda, saya memulai pembicaraan, agar bapak ibu Ari tenang.” Ada satu hal yang perlu bapak ibu ketahui, Ari mempunyai keinginan untuk melepaskan diri dari kecanduan ini” .

“ ini yang harus kita hargai “

“ sekarang , tolong bapak ibu ceritakan kepada kami, bagaimana kebiasaan Ari di rumah”. “ kita telusuri, sejak kapan Ari mempunyai perilaku yang tidak lazim? “ semua itu bapak ibu sebagai orang tua harus tahu”.

Kedua orang tua Ari mulai mencertitakan kepada kami tentang Ari di rumah. Menurut bapak ibunya, waktu Sekolah Dasar, Ari termasuk anak yang pandai, ceria sama seperti anak-anak yang lain, begitu juga sewaktu SMP kelas tujuh, mulai tampak berubahnya setelah kelas delapan, Ari sudah tidak mau lagi di ajak pergi bersama ayah, ibu dan adik-adik, untuk jalan-jalan, walaupun hanya untuk sekedar makan-makan. Ari lebih senang untuk tinggal di rumah. Kedua orang tuanya tidak menyadari perubahan dalam diri anak sulungnya ini. Orang tua menganggap suatu hal biasa ketika anak sudah remaja, tidak ingin jalan bersama-sama keluarga lagi. Padahal ini adalah keliru.

Selain tidak ingin lagi di ajak jalan-jalan bersama keluarga lagi, Ari mulai malas beraktivitas, maunya di kamar saja. Lebih tertutup dan pendiam. Sebagai orang tua , bapak Ari kerap kali memberikan kuota internet atau pulsa jika sudah habis kuotanya. Maksudnya adalah agar anaknya dapat berselancar di dunia maya dan menambah wawasan dengan pengetahuan populer dari internet.

Tapi sangat disayangkan, ternyata fasilitas internet yang tidak diimbangi dengan pengawasan dari orang tua telah membawa puteranya ke permasalahan yang cukup berat. Ironis memang. Padahal sebagai korban, Ari ingin sekali berhenti melihat konten pornografi, tetapi fasilitas itu ada di tangannya, sehingga ia ingin melihat dan melihat lagi.

Pernah suatu ketika, ayahnya tidak memberikannya paket internet, sebenarnya ia senang. Karena kesempatan untuk membuka konten porno tidak bisa ia lakukan. Tetapi lagi-lagi ayahnya membelikan lagi paket internetnya. Maka godaan itu muncul lagi.

Sejak kedua orang tua Ari mengetahui masalah yang menimpa putera sulungnya. Bapak dan ibu Ari menjadi lebih sering berkomunikasi dengan saya dan guru BK. Kami melihat ada keinginan yang kuat dari kedua orang tuanya untuk mengembalikan Ari ke keadaan normal.

Saya lebih banyak berkomunikasi dengan ibunya, karena ibunya sangat terpukul dengan kejadian ini, diapun merasa bersalah atas apa yang menimpa puteranya. Menurut cerita ibunya, di rumah Ari sudah menyampaikan keinginannya untuk sembuh. Puasa senin kamis sudah dilakukannya, sholat wajib dan sholat sunnah juga sudah, membaca buku dan membaca Alquran pun setiap hari sudah dilakukan. Permasalahannya adalah sekarang Ari merasa dirinya kotor, berlumur dosa, sehingga menyebabkan ia mogok sekolah. Dia malu untuk bertemu dengan teman-temannya.

Permasalahan Ari belum selesai sampai disini, setelah kedua orang tua Ari mulai lebih serius menangani permasalahannya, muncul masalah baru, yaitu Ari mogok sekolah, dan kearah depresi. Oleh kedua orang tuanya Ari juga sudah diterapi dibawa ke psikolog. Tetapi perasaan berdosa dalam dirinya tetap masih ada.

Menjelang Ulangan kenaikan Kelas, saya bersama ibu Heni mendatangi rumah Ari bersama beberapa temannya yang laki-laki. Ibu Ari sangat senang sekali dengan kedatangan kami dan berharap dapat memotivasi Ari untuk kembali kesekolah.

Melihat kondisi Ari yang lesu, seperti tidak ada semangat hidup, kami pun turut prihatin. Sementara itu murid-murid yang lain kami minta untuk mengajak Ari bermain badminton di halaman rumahnya. Ibunya melihat Ari bermain badminton dengan teman-temannya, senang sekali. Dan dia pun mulai bercerita. Bahwa sekarang ini Ari ingin masuk pesantren, dia ingin sembuh. Saya mengatakan “ syukurlah bila Ari punya niat yang kuat “ . kami berharap Ari dapat mengikuti Ulangan Kenaikan Kelas, setelah kenaikan kelas nanti dapat pindah ke pesantren sesuai dengan keinginannya.

Ibunda Ari kembali bertutur, bahwa Ari ingin sekali ibadah umroh. Menurutnya, dia ingin membersihkan dosa-dosanya selama ini. Lalu saya mengatakan “ bu, yang Ari butuhkan adalah kegiatan positif, biarkanlah dia disibukkan oleh kegiatan positif yang dia sukai “

“ coba ibu lihat, betapa senangnya ia bermain badminton bersama teman-temannya”.

“ iya bu... “

“ lakukanlah kegiatan positif ini bersama-sama dengan keluarga, seperti olah raga bersama, jalan-jalan, ataupun ke pengajian bersama keluarga “

“Sebenarnya Ari ini anak baik bu.” Ujar ibunya.

“ iya bu, saya yakin itu “

“ oleh karena itu dia mempunyai keinginan yang kuat untuk sembuh “.

Ibunya kembali bercertita tentang Ari . “ sewaktu SMP Ari suka sekali membaca buku komik, saya sebagai ibu membelikan komik yang ia mau. Tapi saya tidak mengetahui bahwa dari komik itulah anak saya pertama kali melihat gambar yang belum pantas ia lihat “

“ saya menyesal bu... kalau tahu begini saya tidak membelikan komik untuknya”.

“ sudahlah bu, jangan menyesali apa yang sudah terjadi, yang terpenting adalah bagaimana menyelamatkan Ari agar tidak kecanduan lagi”.

“ iya, ibu benar “

Akhirnya Ari dapat mengikuti Ulangan Kenaikan Kelas, walaupun dengan nilai yang pas-pasan untuk naik kelas sebelas. Kedua orang tua Ari begitu senangnya mendapat laporan puteranya naik kelas.

Dihadapan kedua orang tuanya saat pengambilan raport, saya mengatakan kepada Ari agar terus semangat untuk kembali hidup normal seperti remaja yang lain. Jangan lagi terbelenggu dengan aktivitas yang dapat merusak pikiran.

Liburanpun tiba, tanpa diduga, Ari dan kedua orang tuanya datang berkunjung kerumah saya . Senang sekali melihat Ari bisa tersenyum bersama kedua orang tuanya. Walaupun itu pertemuan yang terakhir, karena Ari akan pindah sekolah ke pesantren. Dimanapun kamu sekolah tetaplah semangat, lakukanlah aktivitas yang poitif yang dapat megembangkan dirimu, jauhi perbuatan yang dapat merusak dirimu.

“ baik bu... terimakasih banyak bu atas bimbingannya”.

Sebelum sore, Ari beserta ayah ibunya pamit meninggalkan rumah saya dengan hati yang sudah mulai tenang. Karena puteranya sudah berangsur pulih. Namun masih tetap dibawah pengawasan orang tua, terutama ibu. Sepulangnya mereka saya merenung tentang apa yang terjadi terhadap murid saya Ari.

Bahwa peran orang tua sangatlah penting dalam tumbuh kembangnya anak. Fasilitas yang diberikan orang tua belum cukup. Sejatinya hanya cinta, kasih sayang dari orang tualah yang dapat menjaga anak-anak agar terhindar dari aktivitas negatif.

Pengawasan dari orang tua sangatlah penting, jangan berfikir bahwa anak-anak kita aman-aman saja. Tetap lakukan pengawasan, apalagi untuk anak yang sedang masa pubertas.

Berikan aktivitas-aktivitas yang positif, sehigga remaja dapat menyalurkan kelebihan energi yang ia miliki. Sehingga tidak ada celah waktu luang anak untuk melakukan perbuataan yang negatif yang pada akhirnya dapat membelenggu kehidupannya.

Yang paling penting adalah tanamkan nilai-nilai agama sejak dini. Rasa takut hanya kepada Allah, dalam segala hal pastin Allah Maha Melihat.

Dalam doaku selalu kupanjatkan untuk murid-muridku agar menjadi anak yang shaleh, berbakti kepada kedua orang tua dan guru dan bermanfaat untuk masyarakat disekitarnya.

Say no to porn...

Tangerang Selatan, 12 Nonember 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisannya panjang tapi keren banget. Luar biasa

13 Nov
Balas

terimakasih pak leck...

26 Dec
Balas



search

New Post