Wahyu Barokah

Lahir di Cilacap, pada 1 September 1991 Seorang pendidik salah satu SMP di Jakarta Timur. Instagram @webe_1991...

Selengkapnya
Navigasi Web

Dilemaku (bukan) Dilemamu Bagian 2

Bagian #2

Menyambungkan... dan akhirnya terputus.

Sheerrr, kamu kenapa? Mana aku gak puya kontak keluarga kamu. Jangan-jangan terjadi sesuatu dengan kamu. Apa kamu dibegal? Ah ga mungkin ini kan siang bolong, masa iya ada begal nekat. Tapi pikiranku malah tertuju ke Suci, aku rasa Sherly ingin kasih tau sesuatu tentang Suci.

Aku memejamkan mata, menarik nafasku perlahan. Aku bingung harus berbuat apa. Aku juga tak tau apa yang terjadi dengan Sherly maupun Suci. Aku jadi merasa bersalah mengizinkan Sherly mampir ke rumah Suci. Jika terjadi sesuatu dengan Sherly aku harus berbuat apa?

***

“Bang kiri Bang, iya di sini aja”, teriakku agak kenceng.

Angkotpun berhenti di pertigaan yang saat itu terik. Kulihat jam di lengan kiriku menunjukkan pukul 15.40, harusnya sudah mau ashar. Walaupun aku non muslim tapi karena sering berkumpul dengan Nuri dan Suci aku jadi paham waktu-waktu beribadah mereka. Handphone pake mati, padahal tadi di sekolah juga gak gue mainin, lalu gue masukin ke kantong tas.

Kaki ku melangkah, menyebrang jalan untuk menuju ke rumahku. Di sepanjang jalan aku sebenarnya bingung mau berterus terang ke Nuri atau enggak. Jujur aku sendiri pun beban juga dengan janjiku. Sekitar 10 hari yang lalu aku bertemu Suci untuk terakhir kalinya. Hari ini aku harus berbohong dengan sahabatku, Nuri. Padahal aku tidak mampir ke rumah Suci, melainkan mampir ke rumah Om Hadi, saudara Suci. Aku hanya memastikan keberadaan dan keadaan Suci. Walaupun sebenarnya aku tahu Suci sedang berteriak dan meronta-ronta dengan kondisinya.

Hari ini aku mendapatkan kabar yang cukup mengejutkan tentang kondisi Suci saat ini. Jauh dari dugaanku, Suci kritis di rumah sakit. Dia sudah dirawat sekitar 8 hari akibat kecelakaan yang dialami. Bapak, ibu dan kedua adiknya meninggal saat perjalanan pulang ke kampungnya di Tegal. Kabar yang aku terima 6 hari lalu,seingatku, saat itu trevel yang ditumpangi keluarganya mengalami kecelakaan di perlintasan kereta api sebidang di daerah Slawi, Tegal. Tapi, tepatnya mengenai tempat aku juga tidak tahu, karena aku sendiri belum pernah ke sana.

“Suci mengalami gegar otak, keluarga yang lain sudah dimakamkan di kampung halaman”, percakapan itu yang saat ini terngiang di kepalaku.

Om Hadi bercerita banyak, dan sampai saat ini juga bingung dengan Suci, dia harus bergantian jaga. Sedangkan, dia juga punya keluarga di Jakarta yang harus dipenuhi kebutuhannya. Sementara di kampung hanya Kakek dan Neneknya yang kini sudah lansia tidak mungkin menggantikan jaga di rumah sakit. Dokter hanya memberi isyarat minim sekali untuk pulih. Pengalaman, dengan kondisi pasien seperti Suci biasanya hampir 98 persen tidak tertolong. Aku hanya diam, sementara Om Hadi berkaca-kaca.

Sesampainya di rumah, aku langsung ke kamarku dan mengecas hpku. Aku langsung terlentang di atas tempat tidur sambil berpikir gimana caranya menyampaikan ke Nuri, sedangkan Nuri memiliki riwayat jantung. Sebenernya jika diusut, keluarga Nuri masih ada hubungan darah dengan Suci. Mungkin keluarga Nuri juga berusaha menutupi dan mencari waktu yang tepat untuk bercerita dengan Nuri agar psikologisnya tidak memburuk.

Aku memejamkan mata sejenak, dan teringat kata-kata Om Hadi tadi, “Coba kamu tanyakan juga ke Om Yono, siapa tau dia punya kabar terbaru. Om Yono adalah ayah Nuri. Karena setahu saya malam tadi dia baru saja pulang dari Tegal”.

Aku memberanikan diri mengaktifkan hpku, terlihat 11 panggilan tak terjawab dari Nuri. Aku tahu betul Nuri cepat memburuk karena memiliki riwayat lemah jantung. Aku berniat menghubungu tante Mira, mama Nuri. Akhirnya, aku telepon tante Mira untuk memastikan keadaan Nuri. Tapi setelah aku pikir-pikir, aku ragu, gak sopan juga itu kan urusan keluarga mereka. Tapi, di sisi lain ada Nuri yang perlu aku selamatkan. Aku gak tega dengan Nuri.

“Halo, selamat sore tante, ini aku Sherly”, aku langsung berbicara ketika tahu teleponku diangkat.

“Selamat sore Sherly, tumben ada apa kok telepon tante? Nurinya sedang di kamar, mau tante panggilin? Jawan tante Mira.

“Enggak, enggak usah tente, saya sengaja telepon tante tanpa sepengetahuan Nuri. Saya mau berbicara masalah Suci tante, mohon maaf,” pintaku pelan.

Setelah percakapan telepon itu pun aku mendapat informasi yang membuat dilema, bingung harus berbuat apa. Sesuai dugaanku keluarga Nuri masih menyembunyikan kejadian yang dialami Suci, karena melihat kondisi Nuri. Dan seketika, aku tak sadar air mataku menetes setelah mendengar kabar Nuri pagi ini telah berpulang.

Tante Mira bercerita banyak mengenai Suci dan Nuri, ternyata mereka merupakan anak kembar. Suci sejak usia 1 minggu dirawat sama adik bapaknya Suci karena saat itu, setelah pernikahan ke 5 belum dikaruniai momongan. Dari situ aku jadi tahu banyak tentang Suci dan Nuri. Tante Mira memintaku untuk merahasiakan semuanya, termasuk ke Nuri.

Keseokan harinya aku sengaja datang pagi banget sebelum Nuri sampai sekolah. Aku masih bingung apa yang harus aku katakan ke Nuri jika dia menayakan informasi tentang Suci setelah aku mampir ke rumah Suci. Aku langsung buru-buru menaiki anak tangga di sebelah ruang BK. Niatanku bukan untuk menghindar, tapi biar aku gak panik ketika ditanya Nuri.

Akhirnya aku sampai duluan di kelas. Ternyata aku orang pertama yang sampai di kelas. Hanya terdengar nyanyian lagu-lagu nasional dari sudut lapangan. Aku duduk di meja yang selama hampir 1 tahun aku duduki. Aku letakkan kepalaku di meja seraya menarik nafas. Semoga aku bisa. Semua teman dekatku.

Teeeettttt!! Teeeettt!! Teeeettt!!

Bunyi bel masuk terdengar. Tapi Nuri tak kunjung terlihat juga. Di belakang dan sebelahku meja kosong. Sementara Adi dan teman-temannya terlihat asyik ngobrol di belakang sana sambil nunggu guru jam pertama masuk. Tiba-tiba, Ibu Nur terlihat masuk, dan meminta waktu sebentar untuk menyampaikan sesuatu. Ternyata, Nuri hari ini tidak bisa masuk, di masuk rumah sakit dan tidak sadarkan diri sejak semalam.

Sontak aku panik, karena dari semalam dia telepon dan chat aku tidak aku respon. Sekarang aku merasa bersalah. Aku merasa gara-gara aku Nuri memburuk keadannya. Aku hanya bisa terdiam dan pikiranku berhalusinasi.

Bersambung...

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Teruskan ... bagus bikin penasaran

22 May
Balas

Hehhehe teruskan besok saja deh,

22 May
Balas



search

New Post