Mereka memang bukan dari rahimku (Bagian 1)
#Tantangan menulis 60 hari. Hari ke 31
Hari yang mengejutkan
Susasana sekolah kami tidak seperti biasanya. Begitu adem dan tidak ada berisiknya. Padahal pagi ini telah banyak ku lihat yang berdatangan. Siswa - siswi pun telah asyik menikmati tugas masing - masing.
Ada yang menyapu kelas. Menyapu teras. Memilih daun - daun pohon rindang yang berjatuhan. Menyiram bunga. Duduk bercengkrama karena kelas mereka telah rapi. Semuanya damai sekali.
Musik dengan lagu - lagu penggugah pagi tidak lagi dibunyikan. Himbauan - himbauan sekadar untuk menyapa siswa pagi ini pun tak lagi terdengar. Tidak bersuara sama sekali.
"Ada apa ini?" Aku bertanya sendiri di dalam hati. Raga kanan dan kiriku seakan saling beradu argumen.
"Mungkin lagi kerasukan yang baik - baik, makanya pada adem."
"Akh masa iya, emang selama ini nggak baik gitu?"
"Bukan - bukan itu maksudku. Semua hanya ingin kedamaian saja."
"Ya, kalo mau damai seperti ini, jangan di sini. Tu, di hutan sana."
"Kok sewot sih. Giliran semua heboh, ngomel melulu. Sekarang tenang, protes lagi."
"Maunya apa sih?"
Tang. Tang. Tang.
Kencang sekali. Tonggak listrik gardu utama di sekolah kami kembali jadi sasaran. Untung saja badannya memang tinggi besar. Kalau seandainya kurus dan tinggi, kutilang, pastu sudah bengkok.
"Ooo, listrik mati." Pikirku lagi.
Pantasaan saja guru piket tidak beraksi sama sekali untuk membunyikan bel. Wajar saja kalau wakil kesiswaan tidak bersuara pagi ini. Jelaslah irama pagi pun tidak dibunyikan.
Untung saja aku punya siswa - siswi yang luar biasa. Ketika sudah ada yang berdentang mereka sudah paham dengan kode yang ada. Kalau terdengar pagi, berarti apel pagi di mulai. Kalau berbunyi di kala matahari muali meninggi, itu istirahat. Kalau pun lupa di siang hari mereka jelas sekali waktu pulang, sebab perutnya sudah mulai keroncongan.
Tradisional sekali. Memang. Petugas pagi ini sebagai pemimpin langsung di ambil alih oleh perangkat OSIS karena seharusnya Mahakarya. Entah kemana dia semua tidak tau. Sementara instruktur untuk pembacaan ayat suci al qur'an Wilujeng, ini pun tidak mentaati.
Sebagai pembina apel pagi ini, aku sedikit tegas. Sehingga tak satu pun siswa di lapangan bersuara. Mereka mungkin heran karena tidak seperti biasanya. Begitu pun rekan - rekan seprofesi.
Aku tidak banyak berkomentar cukup mengucapkan
" Terima kasih untuk yang tetap pada disiplin. Lanjutkan dan teruslah maju demi masa depanmu. Allah tidak akan merubah suatu kaum, jika kaum itu tidak merubahnya."
Apel pagi pun selesai.
Mereka berhamburan menuju kelas masing - masing. Di saat aku langsung menuju kelas ujung, karena aku mengajar jam pertama kutemui dua siswa yang seharusnya bertugas di lapangan pagi ini sudah ada di dalam kelas. Aku terkejut. Tapi tidak ingin merusak suasana hati yang lain.
"Ketua, tolong siapkan, kita berdo'a." Ucapku mengalihkan gejolak hati.
"Siap grak, berdo'a mulai."
Semua tenang dan sangat khusuk sekali. Durasinya memang sangat singkat. Pembelajaran pun di mulai. Seperti biasa aku akan menanyakan bagaimana kabar mereka, mengkroscek kehadiran siswa.
Siswa semua, selamat pagi. Semoga keadaanmu baik - baik saja. Silahkan dilihat bagian depan, belakang, lirik ke kiri dan ke kanan, siapakah temanmu yang tidak ada.
"Agung Bu." Jawab ketua.
"Ada apa dengannya?"
"Dia lagi putus cinta Buk. Jadi malas sekolah." Suasana mulai gaduh.
"Iya Buk. Semalam dia buat status. Sakit rasanya dikhianati."
Semakin heboh dan tidak bisa dikendalikan lagi. Hiruk pikuk ketawa yang berbarengan dengan dendangan meja seakan membuat heboh seisi kelas. Mereka terpingkal dengan ketawa lepas.
Priiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiit.
"Diam. Pembelajaran kita mulai. "
Pluit andalanku keluar untuk menghentikan suara mereka. Semua yerkwjut dan diam. Pembelajaran pun aku lanjutkan dengan memberikan contoh masalah debat. Seperti biasanya banyak yang antusias. Sebab satu kali memberikan tanggapan, berarti tabungan poin bertambah. Aku bahagia. Mereka tetap bersemangat.
Tapi, lagi - lagi duo siswaku ini membuat ulah lagi.
puuuuuuuuuuuuuuuuut.proooooooot.prot.
Mereka saling berbalas kentut. Aroma yang dikeluarkan pun sangat tidak sedap sekali. Campuran telur dan jengkol. Kelas heboh kembali. Mereka banyak yang berlarian ke depan meninggalkan Mahardika dan Wilujeng. Tapi mereka seakan tidak tersinggung ketika kawan - kawannya pergi. Malah tertawa dengan nikmat sekali.
Emosiku seakan mulai tidak terkendali. Tapi aku tidak akan keluar dari kelas ini sebelum jam pelajaranku usai. Aku tetap menahan diri dengan mencoba terus mendalami ada apa dengan mereka berdua.
"Silahkan kembali ke kursi masing - masing."
Aku tetap berupaya untuk memberikan senyum terbaikku. Walaupun di hati sudah mulai sedikit tak terkendali. Belum pun teman - temannya sampai di kursi Galang pun membuat ulah.
Si cantik Maniska yang akan duduk, kursinya di tarik. Perempuan cantik itu pun terjungkang. Kepalanya mengenai sandaran kursi. Untuk dia anak yang baik dan tidak cengeng. Ia hanya meringis dan mencoba bangkit kembali. Tetapi yang lain tertawa lagi.
Mahakarya dan Wilujeng pun kembali dengan aksi berbalas kentut. Sehingga tidak ada seorang teman pun yang ingin kembali ke kursi mereka bagian belakang. Emosiku pun mulai merasuki.
"Mahardika, Wilujeng dan Galang silahkan kalian ke depan."
Dengan antengnya mereka maju sambil cekikikan. Baju yang di awal tadi telah dirapikan kini kembali urakan. Sepatu mereka pun telah berganti dengan sandal jepit dan tangkelek yang biasa merwka pakai untuk berwudhu.
"Mana sepatumu Wilujeng?"
Aku sengaja bertanya pada siswi yang sangat tomboi ini. Padahal dia anak baru pindahan dari sekolah lain. Tapi sudah membuat ulah.
"Di laci Bu."
Seraya nyengir ke Mahardika. Jelas dia terpancing kembali dan saling sentil serta dorong mendorong bahu. Akhirnya kena Galang dan dia pun ikutan untuk melakukan kesalingan. Aku pun mulai naik pitam.
"Sekarang diantara kalian siapa yang mau dusuk di kursi Ibu?"
"Saya Bu.Biar saya yang menggantikan Ibu hari ini."
Tanpa malu dan perasaan bersalah Mahardika berharap aku mengabulkan keinginannya untuk mengizinkan dia duduk di kursi guru. Tanpa aku iyakan dia langsung mwngambil alih.
"Selamat pagi ananda semuanya. Ibuk ingin menjelaskan materi hari ini. Eh Ibu. Bapak maksudnya."
Sambil garuk - garuk kepala. Yang membuat kawannya heboh lagi. Sudahlah hari ini kubiarkan mereka dengan maunya. Aku tau satu materi akan tertunda. Tapi mungkin ini refresh otak mereka. Emosiku mulai terkendali. Aku tersenyum dengan manis sekali. Ku ikuti mau merwka. Tapi untuk kali ini.
Happy birthday to you
Happy birthday to you
Happy birthday..Happy birthday
Happy birthday Bu Sa-yi-na
Iringan musik yang dimainkan Mahakarya sungguh hebat sekali. Wilujeng entah kapan menyelinapnya telah membawa kue. Galang dengan pesona nyengir dan keriting rambutnya membawa setangkai bunga mawar, hasil petikan dari taman kelasnya.
Aku terharu. Air mataku mengalir di sudut ujung. Akubtidak mengira merwka tau hari ulang tahunku. Padahal aku bukan wali kelas mereka. Aku bukan juga guru yang dekat dengan mereka. Aku terkenal dengan seorang yang tegas.
Seorang siswa bila melihatku, jika baju mereka keluar, akan tergesa - gesa merapikan. Jika mereka lewat sementara aku berada di meja piket, mereka yang telat, memulai aksi untuk dikasihi. Tapi kenapa mereka bisa membuat kejutan seperti ini.
"Ibu. Aku yang memulainya. Aku yang memberikan ide kepada mereka. Aku tau engkau menyayangiku. Aku tau engkau memperhatikanku. Makanya ketika aku tinggal kelas, dan hendak dipindahkan ke sekolah lain oleh orang tuaku, aku menolaknya. Aku tidak inhin kehilanganmu. Percayalah Ibu Say, aku akan membuatmu bangga setelah ini."
Dia menangis. Aku pun ikut meleleh. Seisi kelas seakan luput dalam untaian kalimat yang telah dirangkainya. Seorang siswa abadi di sekolah ini. Dua kali menikmati kursi yang sama.
Dia memang bukan anakku. Mereka memang bukan darah dagingku. Mereka tidak pernah berkembang di rahimku. Tapi perkembangan masa depan mereka harus di untai.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar