Welka Nelma, S.Pd

Welka Nelma, S. Pd. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mereka memang bukan dari rahimku (Part 11)

Mereka memang bukan dari rahimku (Part 11)

Hari ke 45

Ketika Bu Say berkata

Semalaman telah berlalu pergi. Rembulan pun sudah berganti matahari. Rasa dingin yang menjalar ke tulang kini sudah bisa dihangatkan oleh sang raja garang.

Sejak kejadian siang kemarin, memang membuat Bu Say berpikir. Gadis cantik yang perlahan - perlahan sudah mulai pada jati dirinya, kini harus kembali oleng karena cinta.

Sudahlah tidak perlu engkau risau terlalu dalam begitu. Namanya juga anak muda. Ya biasalah. Jatuh cinta memang begitu. Siap menerima segala resiko.

Bisik hatinya untuk menenangkan Bu cantik itu. Dia tidak mau sipemilik hati ini nantinya sakit hanya memikirkan siswa. Rasa sayangnya kepada siswa kadang berlebihan.

Iya, heran. Nanti kalau dia sudah menerima kenyataan semua akan baik - baik saja. Anak muda, kalau tidak diuji oleh cinta, tidak akan lengkap hidupnya.

Jiwa yang lain pun menguatkan. Seakan dia paling jagonya dalam urusan cinta. Padahal hanya diselingkuhi saja, meweknya sudah minta ampun. Amarahnya tiba di ubun - ubun.

Jiwa raga Bu Say berdebat amat panjangnya. Mereka benar - benar nonanya tidak mau kenapa - kenapa. Sikap cueknya kadang menjengkelkan. Tapi penyayangnya suka berlebihan.

Sudahlah. Bu Say pun membuat keputusan. Membiarkan keadaan begitu saja. Bukan berarti ia tidak ingin semua kembali baik, tetapi hanya untuk mencari waktu yang tepat saja.

Akan tetapi apa pun yang ia pikirkan, jauh berbeda dengan yang ia lakukan. Sebagai seorang guru tugasnya bukan murni mengajar saja. Lebih dari itu.

Membantu mencari solusi permasalahan siswa wajar saja ia lakukan. Sekalipun dirinya bukan wali kelas apalagi guru BK. Hanya guru mata pelajaran saja.

Kedekatannya dengan siswa mungkin karena lakunya yang tidak muluk - muluk. Wibawanya luar biasa kalau sudah pada tempatnya. Gaulnya, tidak usah diragukan lagi.

Siswa mau saja bercerita hal pribadinya ke Bu Say. Entah karena kepiawaiannya dalam menggali masalah siswa atau karena keponya yang berlebihan.

Akh, jangan berprasangka begitu, tidak baik. Bisik hati dari dalam. Bu Say memang idola para siswa. Sekali pun ia hobi marah, cerewetnya barakallah.

Dia ngomel bukan untuk ngedumel. Dentuman - dentuman meriam yang keluar dari mulutnya merupakan senjata untuk menaklukkan siswa. Ia hanya ingin mereka paham.

Tidak lebih dari itu. Nyinyirnya bukan hanya sekadar kegiatan terlampir. Lebih untuk menyentuh naluri siswa. Hidup bukan hanya untuk menghidupkan tetapi perjuangan dalam menaklukkan.

Menaklukkan apa saja yang menjadi beban dan masalah dalam kehidupan. Tidak cukup menangis dengan meratapi karena tersakiti. Lihat mereka ditinggal pergi untuk selama - lamanya oleh yang dicintai.

Mengemis untuk bisa dicintai padahal sejatinya cinta tidak harus memiliki. Bukan berarti hati tidak punya cinta. Tetapi beralihlah pada cinta yang saling menghendaki.

"Masuuuuuuk. Tancap. Lebih kuat. Ayo. Jangan lemas."

"Semangat. Tenaga super. Hajar. Jangan menyerah."

"Terus. Lebih jos lagi. Jangan kasih kendor."

"Sekali pun ngos -ngosan, puncak jangan lepaskan"

Tepuk riuh dan sorak sorai para penonton membuat lapangan lebih hidup lagi. Semua saling menyemangati. Apalagi kelasnya yang ikut berlaga kali ini.

Tak ada yang duduk membengongkan diri. Semua berpartisipasi untuk andil dalam memberi support. Para wali kelas pun sudah siap dwngan segala aksi.

Tapi di bawah pohon rindang di ujung gang kecil sekolah kami, nampak seseorang yang sedang mengasingkan diri. Senyumnya tak lagi mengembang kini. Semangatnya seakan mati.

Aku mencoba menghampiri. Sebotol minuman dingin rasanya cukup untukku mendekati. Gorengan sebagai cemilan sangat tepat untuk temanku jika nanti tak dipeduli.

"Hei. Kamu. Ngapain?"

Senyumnya hanya seulas, tapi manis sekali. Sebagai wanita kadang iri juga melihat cantiknya. Alis mata tebal, bulu mata lentik, kulit putih, tinggi semampai, body bak gitar spanyol. Perfect. Pikirku.

Hus. Jangan begitu. Syukuri lebihmu. Nikmati lebihnya. Manusia itu memiliki kelebihanan dan kekurangan. Lihat, sempurnanya di mata manusia, tetapi tidak diminati. Tuh kini patah hati.

"Gorengan. Dicoba Say. Do'a untuk menolak rezeki tidak ada."

"Ibu. Kok kembali padaku kata - kata itu."

"Makanya, di makan"

Kami pun menikmatinya. Sesekali minuman kuteguk. Begitu jua dengan si gadis di depanku ini. Aku mengajaknya pada irama lagu pemula. Akhirnya sampai pada nada yang begitu tingginya.

Histerisnya, membuatnya berteriak mengeluarkan segala pekikan yang membahana. Aku ternganga. Telingaku pekak jadinya. Untung saja musik pengiring kegiatan sangat kuat.

Segala isi hati, ia tumpahkan. Rasanya yang tersingkirkan sebelum cinta diungkapkan, begitu menyakitkan. Ia ingat akan Ibunya. Bahwa cinta memang indah. Kadangkala membuat gila, seketika sia - sia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren.... sukses terus

13 Apr
Balas

Terima kasih Ibu..Salam kenal..Salam literasi

14 Apr

Mantul bu

14 Apr
Balas

Terima kasih banyak Pak..Salam literasi

14 Apr



search

New Post