Mereka memang bukan dari rahimku (Part 5)
Hari ke 35
Kerja bhakti
Goro..goro..goro..goro..
Mereka sibuk saja membersihkan kelas dan taman - taman masing - masing. Ada yang menyapu ruangan. Mencabuti rumput- rumput liar yang tumbuh di dalam pot. Menebang batang yang telah melewati batas.
Membersihkan kaca. Ngecat pagar taman yang mulai pudar. Ada lagi yang sibuk membuat lubang - lubang di ujung taman. Menanam bunga baru yang di bawa dari rumah. Dan menyebar pupuk kandang yang telah di bawa.
"Eh nggak lucu tau. Kotor ni."
"Yang benar aja Non. Namanya kerja bhakti yang berani kotor."
"Tapi nggak dekil kek gini juga kali."
"Alah segitu aja sewot."
"Tanggung jawab ini Tuan."
Adu mulut itu terus saja berlanjut. Mereka tidak ada yang mau mengalah. Saling ade argumen untuk terus merepet kek knalpot bemo. Susah dilerai.
"Kalau udah begini, ya biarin aja. Kapan perlu adu jotos sekalian di lapangan. Ini mah bukan kejadian langka. Udah tradisinya. Di repet pun sampe berbusa mulut kita, tak kan ada yang mau untuk mengalah."
"Iya ya. Kek udah hobi gitu. Kek anjing ma kucing aja."
"Tom and Jerry pasnya."
"Bukan, sanduak jo pariuak."
Semuanya tertawa terpingkal - pingkal. Seperti melihat adegan lucu live. Penat pun seakan tidak terasa karena bekerja diselingi canda tawa selain ikhlas yang lebih dulu memulai.
Gedubrak.
"Wah. Bunyi apa tuch.?"
"Kek ada yang jatuh gitu"
"Mana pula, palingan anak - anak yang lagi kerja bhakti."
"Serius lo."
"Kencang"
"Tooooolooong. Tooolooong aku."
Mereka semua saling bengong. Saling menatap, seakan bertanya apa yang terjadi. Tapi semua pada melongo. Seperti kebingungan tanpa suara.
Tiba-tiba tiba si gendut Raya nongol dengan tubuh yang sudah sangat kotor sekali. Ia meringis kesakitan. Sekujur tubuhnya sudah bergelimang lumpur.
Kejadian tersebut sangat cepat sekali. Ia terjatuh saat hendak memanjat pohon jambu miliknya penjaga sekolah kami. Maksud hatinya ingin membuatkan cemilan untuk kawan - kawan.
"Makanya, jangan main ambil aja. Minta dulu dong."
"Iya. Tau nih. Bikin malu aja sih."
"Nggak boleh ngambil sesuatu yang bukan milik kita. "
"Mintak napa?"
Air matanya meleleh karena iba. Bukannya ditolongin tapi malah disidang rame - rame. Sakitnya yang semula memang teras, kini bertambah perih saja.
"Mana si gendut?"
Penjaga sekolah itu dengan parangnya datang tiba - tiba. Wajahnya tegang. Suaranya garang. Ia langsung mencari ratu bom - bom di sekolah kami.
"Lagi bersih - bersih Pak."
Hahahahahahahahahahahahahaha. Wakaakkakaakkakakakkak
Semua yang ada di taman tertawa juga. Sesuatu yang lucu benar - benar telah terjadi. Ternyata jambu itu telah dimintanya ke pemilik. Tidak diambil semena - mena seperti yang kami tuduhkan.
Ia rela memanjat sesuai perjanjian dengan sang pemilik. Silahkan ambil sepuasnya asalkan si gendut mau memanjatnya sendiri. Demi teman - temannya ia rela berjuang agar semua bisa menikmati.
Tapi takdir berkata lain. Jambu belum di dapat. Kubangan limbah pembuangan telah menyantapnya bulat - bulat. Menikmati tubuhnya yang begitu padat.
Kasian. Ulah mereka kadang bikin pusing kepala. Kadang buat tertawa. Tapi kisah hidup mereka sering kujadikan pembelajaran berharga. Dengan berbagai cara halal mereka tetap berjuang untuk sekolah.
Disinilah tempat mereka tertawa. Menikmati masa ceria dengan segala pesona. Tertawa bersama. Belajar bersama. Makan bersama. Yang kadang nasi putih saja yang dibawa.
Untuk lauknya dibeli sepotong bakwan dan diminta lebih sausnya. Itu saja mereka jadikan teman nasinya. Aku memang pilu saat itu. Ketika kudapati tiga orang siswa sedang makan di samping sekolah.
Tanpa sengaja aku melihatnya. Mereka sedang asyik mengunyah nasi seadanya. Karena perut lapar setelah lelah bekerja. Tapi di wajahnya tidak nampak duka.
"Bu Say. Sudah lama ya?"
Mereka bergegas menyimpan piring nasinya. Mereka menyeduh air yang telah dibawanya. Mereka gugup melihatku. Seakan aku akan membuatnya malu.
"Nak. Ini. Ibu juga bawa bekal setiap hari seperti kalian. Ini sangat bagus untuk kita. Biar perut tetap terjaga. Kan hampir seharian kita di sini untuk belajar."
"Nggak usah Bu. Nasinya tinggal dikit kok"
Padahal aku tau nasi itu masih banyak sekali. Tanpa kubiarkan mereka berbasa - basi kutinggalkan bekal yang ku bawa dari rumah tadi. Aku pun tak sanggup berlama - lama di sini.
"Nak. Bagaimana pun. Rantang ini kembali ke Ibu setelah semua isinya tidak ada lagi. Tak baik menolak rezeki."
Aku pergi menuju ruanganku kembali. Hatiku trenyuh dengan peristiwa yang tak sengaja ku lihat. Sepanjang jalan aku hanya menelan diri dalam tangis di relung hati.
Siswaku.
Bisik hatiku lirih.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Ceritanya makin asyik Bund dan bikin terenyuh, keren. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Makasih banyak2 bund...Aamiin..do'a ug sama untuk bunda...