Welka Nelma, S.Pd

Welka Nelma, S. Pd. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Mereka memang bukan dari rahimku (Part 7)

Mereka memang bukan dari rahimku (Part 7)

Hari ke 40

Ketika dia pergi

Mereka cengar - cengir saja. Entah paham yang aku ajarkan atau tidak. Ketika ditanya mereka nyengir. Saling melihat ke arah temannya. Ku suruh kerjakn tugas di buku latihan, mereka menyelesaikannya.

Penyajian dari salah seorang untuk tampil mereka berebutan. Akhirnya ku putuskan satu orang. Demi mengurangi satu orang lagi sebagai moderator. Pembelajaran pun dilanjutkan.

Seperti biasa semuanya aktif dan andil ketika moderator meminta kritik dan saran atas tugas yang dipresentasikan. Untuk mengatasi kericuhan untung sang moderator sangat lihai mengamankan.

Diberinya kesempatan pada rekan yang paling heboh dan menunjuk duluan. Antrian tetap dilakukan untuk saling mengamayi dan memberikan umpan balik atas komentar yang diberikan.

Suasana diskusi hidup sekali. Mereka ceria seakan memberikan argumen yerbaik dwngan tidak keluar dari topik saat ini. Semua mengikuyi. Sebab aturan telah disampaikan moderator di awal tadi.

"Peserta diskusi sekalian selamat pagi semoga Allah SWT senantiasa merahmati. Shalawat dan salam buat junjungan umat. Yakninya nabi besar Muhammad SAW.

Yang terhormat guru pembimbing beserta kawan - kawan sekalian.

Untuk kenyamanan dan keamanan diskusi kita akan batasi tanggapan di setiap sesi. Biar semua dapat bagian untuk mengomentari. Jika keluar dari zonasi, teman - teman siap untuk didiskualifikasi. Saya harap agar semua memaklumi."

Diskusi yang sangat alot tersebut mwmbwrikan aeti tersendiri buatku. Bahagia rasanya siswa menikmati dan mengikuti apa yang kita minta. Mereka seakan terlupa kalau jam pembelajaran akan segera berakhir.

Innalillahi wainna ilaihi rojiun

Innalillahi wainna ilaihi rojiun

Innalillahi waiina ilaihi rojiun

Telah berpulang kerahmatullah orang tua dari Maniska jam s3mbilan pagi ini di rumah duka.

Informasi yang disampaikan petugas OSIS hari ini membuat seisi kelas geger. Tak terkecuali aku. Padahal baru sore kemarin aku ke rumahnya. Mengambil jahitan yang ku antar seminggu yang lalu.

Beliau sehat - seht saja tanpa kurang apa pun. Malahan sangat segar dari biasanya. Tertawanya renyah, orangnya lembut dan sangat ramah sekali. Pada anak - anaknya begitu bersahaja.

Tiba - tiba Wilujeng pingsan. Tubuhnya dingin. Untung oetugas UKS hari ini sangay sigap sekali. Mereka tau saja apa uang harus dilakukan. Tanpa harus menunggu instruksi dari guru pembimbing.

Ia kembali tersadar dan tangisnya pecah. Raungannya menggema. Badannya menggigil. Air matanya mengucur tak terbendung. Segelas air putih sedikit mulai membuatnya tenang.

"Bu. Maniska Bu. Adik - adiknya Bu. Aku kasian pada mereka. Yatimkah namanya ia kini Bu?"

"Nak. Kamu tenang ya. Kalau kamu begini bagaimana bisa kita ke rumah Maniska. Kasiahan dia. Seharusnya kamu, kita yang akan membantunya agar tenang."

"Iya Bu."

Isaknya terus saja. Keberanian Wilujeng si gadis tomboi itu luluh. Kebwraniannya seakan sirna kini. Tapi dengan semangat kawan - kawan ia harus kuat. Kasihan Maniska.

Semua siap dengan motornya saling berboncengan. Uang duka pun dari keluarga besar sekolah ini telah dirapikan dalam sebuah amplop. Wali kelas beserta warga kelas diizinkan untuk melayat.

Perwakilan anghota OSIS bidang ketaqwaan terhadap Tuhan yang maha esa pun ikut. Wakasis, pembina OSIS, guru BK, dan perwakilan guru uang tidak mengajar diizinkan pergi beesama.

Saat melihat guru dan teman - temannya datang Maniska menangis. Ia lemah dan harua disandarkan oada sebuah dinding. Dia begitu pucat. Sorot matanya kosong. Tangisnya terus saja menggema.

Ia seakan tidak kuat. Adiknya mendekatinya. Memeluknya untuk saling merangkul.Air matanya terus saja membanjiri jilbabnya. Ia benar - benar gamang. Anak tertua dari empat bersaudara.

Semua yang hadir ikut trwnyuh. Empat orang anak yang sanagt cantik dan gagah kini harus berjuang melanjutkan hidup mereka. Tak ada lagi tempatnya bersandar saat lelah.

Tiada lagi tempatnya mengadu di waktu bersedih. Seorang Ibu yumouan kasih kinibtelah beepulang ke pangkuannya. Ia sebagai anak sulung mau tidak mau harus memikirkan adik - adiknya. 

Mereka harus tumbuh walau damai sedang bergaduh. Ya. Bergaduh dengan hatinya, waktunya, hidulnya dan masa depannya. Jika ia luluh, semua akan lumpuh.

Maniskalah jadi tulang punggung keluarga kini. Setelah Ibu tiada, Ayah pun tak jelas rimbanya, Ia harus bisa mencari nafkah. Demi kelanjutan hidupnya dan adik - adiknya Tiga adiknya harus dibesarkannya.

Ia tempat adiknya mengaduh dan mengeluh. Tak ada lagi ruang untuknya bermanja dan mengiba. Biasanya Ibulah nan senantiasa mendengar cerita dan keluh kesahnya.

Maniska memang harus dewasa sebelum masanya. Remaja yang seharusnya tempat untuknya meraih mimpi kini harus di kubur bersama jasad Ibunya.

Haru tangis kembali lagi bergema setelah lahat itu ditutup kembali dengan tanah. Tak ada lagi yang tampak selain gundukan merah sebagai tempat peristirahatan terakhir sosok yang luar biasa itu.

Segala do'a dipanjatkan untuk kelancaran perjalanan Ibunya menuju syurga. Maniska merangkul adik - adiknya. Kini empat bersudara itu tidak lagi memiliki Ayah dan Ibu yang membesarkannya.

 

 

 

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post