Widawati

Seorang ibu rumah tangga yang hobi jadi guru. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Lelaki Berwajah Teduh itu Telah Pergi (Bagian 1)
Sumber gambar: https://tse1.mm.bing.net

Lelaki Berwajah Teduh itu Telah Pergi (Bagian 1)

#tantangan hari ke-30

#tantangan Gurusiana

Lelaki Berwajah Teduh itu Telah Pergi (Bagian 1)

Telepon berdering menjelang subuh itu membangunkan kami. Timbul perasaan was-was setiap kali mendengar dering itu. Kecemasan mendengar berita buruk dari keluarga tercinta menghantui. Sebagai satu-satunya keluarga yang menetap jauh di seberang pulau selama belasan tahun, komunikasi melaui telepon menjadi jembatan penghubung antara kami dengan keluarga di sana. Namun, dering menjelang subuh ini yang paling kami takutkan.

Aku terbangun dan setengah meloncat menyambar telepon genggamku. Di layar tampak nama adik iparku memanggil. Aku tak berani menjawab. Kuberikan telp itu pada suamiku, yang sama-sama cemas. Suara dari seberang sana berbunyi,

“A, Bapak sakit”. Terlihat rona muka suamiku berubah sayu.

“Bapak semiggu ini tak mau makan, sekarang sudah di rumah sakit. Harus diinfus.” Kata adik iparku

Suamiku menjawab “baik, Aa segera pulang”.

Namun terdengar dari sana, “Aa gak usah pulang dulu, doakan saja Bapak sehat lagi”. Lanjut adik iparku. Aku hanya terdiam mendengarkan percakapan mereka. Setelah telepon ditutup kami segera mengambil air wudhu, dan sholat berjamaah. Ya Allah sehatkan Bapak.

Suamiku adalah anak pertama dari empat bersaudara. Terlahir dari pasangan suami istri yang bersahaja di sebuah desa. Bapaknya adalah pensiunan penyuluh pertanian. Suka berkeliling ke desa-desa dan memberikan ilmu dan teknik bertani. Bapak adalah seorang yang jujur dan berwibawa. Dihormati di kalangan masyarakat sekaligus panutan bagi anak-anaknya. Sejak 10 tahun yang lalu beliau purna tugas. Kesehariannya beliau habiskan untuk berkebun dan beternak di belakang rumah. Tidak ada yang berubah sejak beliau pensiun, tetap sibuk dengan apa yang dikerjakan. Dan Ibu tetap setia mendampingi.

Kami terus memantau kondisi bapak dari komunikasi whattsap. Sore hari kondisinya membaik. Alhamdulillah kami tenang. Obat yang diberikan dokter bekerja dengan baik. Tapi kami yakin kesembuhan itu datangnya dari Allah.

Selepas isya, seperti biasa aku masih menemani anak-anakku belajar. Sementara suamiku sibuk dengan tayangan pertandingan bola di televisi. Sayup-sayup terdengar nada dering. Kusuruh suamiku mengecilkan volume tv dan aku mencari telepon genggamku. Ketemu. Nomor tanpa nama yang memanggil. Langsung ku jawab. “Halo?”

“Assalamu’alaikum Teh, Bapak sudah gak ada” terdengar isak tangis adik iparku di seberang sana. Aku tak menjawab. Lututku bergetar, tanganku kaku tapi masih bisa menyerahkan telepon itu pada suamiku. Aku masih membeku, sementara kulihat badan suamiku lunglai. Pandangannya kosong, namun air mata deras membasahi pipinya. Selama hidupku, aku mengenal suami sebagai seorang yang tangguh, tegas, tahan banting, cenderung garang apalagi untuk dua orang anak perempuan kami. Tapi kali ini, aku seolah melihat seorang kecil yang menangis kehilangan orang tuanya. Tak terbayang pukulan keras yang menimpanya, dengan langkah tertatih dia berjalan menuju kamar kami. Kuikuti langkahnya, dan kulihat dia bersimpuh di lantai, tubuhnya bergetar, tangisnya bercampur dengan dzikir dan tahlil. Kuusap punggungnya, dan dia memelukku.

“Bapak sudah gak ada neng, maafkan bapak, doakan bapak”. Katanya dengan terbata-bata.

Kami saling berpelukan. Anak-anak terkejut. Kujelaskan pada mereka, kakek meninggal. Si kecil tanpa komando tiba-tiba ikut menjerit, menangis sejadi-jadinya. Ketika suamiku sedang menenangkan anak-anak, aku langsung teringat tiket pesawat, harus kupesan dari sekarang. Jarak yang jauh ditambah tidak adanya lalu lintas darat dari pulau ini, maka pilihan tercepat adalah pesawat. Seandainya naik pesawat semudah naik angkot, maka malam ini juga kami sudah dalam perjalanan pulang ke rumah ibu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Itulah rasa paling pilu untuk perantau.

26 Feb
Balas

Itulah rasa paling pilu untuk perantau.

26 Feb
Balas

Innalillahi wa innailaihirrajiun.

26 Feb
Balas

Mnatul buk tulisannya

26 Feb
Balas

Teu kiat maca na ge

26 Feb
Balas



search

New Post