Baju Baru Dinda
Dari sekian banyak cara bertindak, ada satu kebiasaan Dinda. Diam. Perilaku diam ketika Dinda paham bahwa saran dan ucapannya tak akan didengar Dudi suaminya. Dicuekin, dikacangin, diabaikan dan dianggap angin lalu. Diam karena menahan marah. Diam menahan kesal. Diam menahan emosi. Ada perang dingin sedang dikibarkan Dinda. Perang diam.
"Bagaimana pendapatmu tentang kemeja ini, Din?" tanya Dudi. "Bagus, warnanya aku suka, ukurannya pas" jawab Dinda. Sekali waktu mereka shoping di Mall Taman Anggrek . Dinda menemani Dudi belanja pakaian, hanya sekedar menemani saja. Dinda sendiri tak ikut belanja, karena Dudi sibuk sendiri memilih-milih pakaian yang dia sukai.
"Wow...yang ini gimana Din?" tanya Dudi lagi. "Kalau yang ini bagus ya Din" ujar Dudi lagi. Sudah hampir dua jam Dudi memilih-milih pakaian di sana. Dinda sudah hampir pingsan rasanya, berjalan kesan kemari, memilah memilih, mencoba pakaian, belum ada juga yang diputuskan Dudi. Berkali-kali Dinda menjawab bahwa apapun yang dipakai Dudi pastilah terlihat bagus dan cocok. Ganteng. Karena Dudi bertubuh tinggi, ramping dan berwajah tampan rupawan. Dengan tinggi 170 cm serta tubuh yang proporsional, mudah bagi Dudi untuk menemukan pakain yang berukuran pas dan cocok. Tapi Dudi terlalu pemilih, terlalu banyak pengennya. Dinda jadi semakin gemas melihatnya.
Kemeja valino garis-garis dengan bahan yang halus dan jahitan yang rapi sudah dipilih Dinda untuk Dudi. Tapi belum sampai lima menit, Dudi sudah kembali lagi dengan kemeja merk lain. "Kemeja ini juga bagus Din" ujar Dudi. Ditangan Dudi ada 2 kemeja, warna krem dan abu-abu. Tak lama kemudian, Dudi datang lagi membawa 3 kemeja, warna biru, batik, dan baju taqwa. Sepuluh menit kemudia Dudi mencoba lagi 5 kemeja sekaligus. Hmmmm, kesal dan sebal Dinda melihatnya. "Jadi yang mana yang mau dibeli?" gerutu Dinda. Sambil menahan emosinya Dinda mulai menampakkan wajah cemberut. Jurus jitu diam membisu mulai dikeluarkannya. "Terserah kamulah!" tukas Dinda.
Di dalam mobil ketika mereka hendak pulang ke rumah, suasana hening seketika. Dinda diam membisu seribu bahasa. Sehingga suara jangkrik seperti terdengar berderik-derik. Krik.....krik...krik...Rasa kesal dan emosi yang membuncah di hati Dinda ketika di mall, tak tersampaikan kepada suaminya Dudi. Dinda diam begitu sampai di rumah. Dinda diam saja ketika menyiapkan makan malam di meja. Dindapun diam ketika sudah di atas tempat tidur di kamar mereka. Dinda merasa kesal, sudah berjam-jam belanja di mall, Dudi tidak mengerti perasaan Dinda sama sekali. Tak paham suara hati Dinda, tak paham keinginan Dinda. Tak paham apa arti diamnya Dinda. Dudi tidak mau bahwa Dinda istrinya pun ingin dibelikan baju baru. Dinda juga mau baju baru tapi tak terucapkan karena lidahnya menjadi kelu.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantaap bu, mau dong dibeliin. baju, kemarin lebaran gak beli baju, langsung ngomong aja he he he, salam literasi
salam kembali bu.Oke...tak beliin ya.
Smg lain waktu brani bilang atau sebaliknya suami dinda segera tau apa y diinginkan.keren bu
kasihan dinda he..he.., mestinya ngomong aja deh he..he., gak berani, sungkan atau malu kali
langsung aja minta bu
iya...betul betul ..betul
iya...betul betul ..betul
Jadi pengen dibeliin baju juga, tapi suami tak nyambung ya?Salam Literasi. Luar biasa...
hehehe....iya pak. Salam kembali.
salam hormat juga pak Musdar.hmmm....iya pak. Bahasa kalbu.