Philanthropic
Aku semakin lama semakin muak dengan Raven sang penjaga, dia semakin angkuh saja. Rasanya ingin kumaki dan kucaci, andaikan bisa sudah kuludahi mukanya. Wajahnya tidak ada ramahnya sama sekali, mungkin juga hatinya terbuat dari batu yang keras. Wajah penjaga yang semakin lama semakin mengeriput di makan usia, mengingatkanku pada Shipton si penyihir dari Inggris yang wajah dan postur tubuhnya sangat menakutkan. Bahkan diasumsikan keturunan iblis.
Sikap Raven semakin hari semakin menjengkelkan saja. Setiap kali Zanma bertanya dengan ramah dia jawab sekenanya saja. Masih bagus dia mau menjawab meski dengan nada ketus, dia kadang hanya menjawab dengan tatapan mata yang mengejek. Kadang aku berharap ada orang yang menyiram air comberan ke mukanya. Supaya dia menyadari dia hanyalah seorang penjaga bukan penguasa hukum. Aku berharap ada seseorang yang lebih ramah menggantikan Raven. Namun harapanku hanyalah harapan kosong karena bertahun-tahun aku harus bisa menerima hidup berdampingan dengan Raven. Rasanya aku ingin berteriak dan protes namun apa dayaku suaraku tidak pernah didengarkan. Jeritanku tidak ada yang memperdulikan karena memang takdir harus mempertemukan aku dengan Raven dan Zanma.
Zanma lelaki kurus yang sangat sopan dan jujur. Wajahnya memang biasa saja, sikap dan tutur katanya mencerminkan seorang yang tabah dan pantang menyerah. Aku sungguh salut dengan kegigihannya, dibalik kata-kata yang lembut tersimpan semangat pantang menyerah. Jiwa rela berkorbannya untuk daerahnya sangat luar biasa. Setiap hari Zanma selalu menyapa dan menanyakan kabar Raven. Dia tak lupa tersenyum dan menawarkan makanan yang dia bawa dari kampung atau dia beli dari penjual keliling.
Raven yang wajahnya bengis dan tak pernah tersenyum itu sikapnya semakin hari semakin menjengkelkan saja. Keangkuhannya seakan tidak bisa sirna dari wajahnya yang sudah seperti vampir.
Wajahnya yang cokelat cenderung hitam karena terpapar sinar matahari sepanjang tahun. Hidungnya yang panjang dan bengkok di ujungnya. Pipinya yang cekung dengan sinar mata yang tajam menusuk seakan siap menerkam musuhnya. Rambutnya yang ikal panjang sebahu nampak kusam dan kumal. Badannya yang sebenarnya sudah hampir bongkok tidak menyurutkan dirinya untuk bersifat sombong. Siapapun yang menatap dirinya pasti akan memalingkan mukanya karena takut memandang wajahnya. Apalagi kalau dia bersuara, berat dan ketus hingga oran lain malas untuk mengajaknya bicara. Aku juga sebenarnya malas ada didekatnya, setiap hari mendengar suaranya yang ketus dan tawanya yang tidak lebih seringai serigala di malam hari. Kuingin tutup telinga dan membuang muka setiap kali dia membuka suara.
Raven itu lebih suka menggunakan hoodie yang panjangnya sampai lutut dan hampir mirip jubah berwarna cokelat tua. Penutup kepala itu mungkin untuk menyembunyikan wajahnya yang semakin lama semakin menua dan mengerikan. Dia masih ingin menunjukkan bahwa dia masih kuat dan tegar hingga orang lain segan dan takut kepadanya. Sepatu larsnya yang kemunginan terbuat dari kulit binatang sudah semakin kucel dan nyaris hilang warna hitamnya.
Raven sepertinya tidak pernah menyadari, apabila dia mau membiarkan Zanma pemuda desa itu masuk, maka dia ikut andil mengubah dunia. Dia akan menjadi buah bibir di seantero negeri, bahkan yang lebih penting malaikat akan tersenyum dan mendekap dengan sayapnya. Namun penjaga itu mengabaikan dia masih suka berteman dengan kebengisan dan keegoisannya. Bahkan dia tega mengambil dan merampas semua harta milik Zanma hingga tidak tersisa. Raven tidak pernah menyadari, bahwa hanya Zanma yang mau berbicara dengan memandang wajahya tanpa rasa jijik dan takut. Zanma yang selalu setia bercerita ketika Raven mengalami kejenuhan menjadi seorang penjaga pintu. Zanma selalu menceritakan indahya dunia yang ada di luar sana. Tentang desanya yang damai dan tenang tiba-tiba menjadi kacau hingga dia rela jauh-jauh ke tempat ini untuk bertemu dengan penguasa keadilan. Seandainya Raven bisa sedikit memberikan kelonggaran dan memperbolehkan Zanma masuk, maka dia mempunyai waktu luang untuk berjalan-jalan. Dia bisa melihat kolam ikan dengan lotusnya yang mekar indah, sawah yang menghampar luas dengan warna bulir padinya yang sudah menguning bagai emas.Taman bunga dengan rumput hijaunya bagaikan permadani yang sedang digelar dengan lukisan warna-warni. Hutan penuh pepohonan yang nampak hijau menyejukkan mata dan membuat kita merasa nyaman dan damai.
Raven mengabaikan semua keindahan itu dia lebih suka berdiri tegak didepan pintu gerbang. Hingga yang menjadi teman setianya hanyalah lalat-lalat yang mengelilinginya setiap saat. Sebenarnya aku sudah risih mendengar dengungan dan rengekan lalat-lalat itu. Aku ingin mengusir bahkan membunuhya bila dia berani mendekatiku atau hinggap di tubuhku. Namun Raven sangat sayang dengan lalat-lalat yang menurutku dialah si whistle blower, hingga hati penjaga itu sekeras dan secadas batu karang yang tetap kuat meski dihempas ombak.
Aku semakin tidak tega melihat Zanma yang kadang hanya duduk termenung dan sesekali melirik kearahku. Aku selalu berteriak kepada Zanma, “Cepat, pergilah hukum sudah menunggumu di dalam.” Namun Zanma, pemuda lugu itu tetap saja merasa takut dengan penjaga. Dia terlalu jujur dan polos, apapun yang diminta Raven dia berikan, agar Raven terbuka hatinya dan memperbolehkan dia masuk menemui Hukum. Memang Zanma seorang prosedural menurutku.
“Zanma, jangan kau berikan. Dia hanya menginginkan hartamu!” teriakku setiap kali Zanma memberikan uang kepada Raven.
Aku selalu melarang dan menasihatinya setiap kali dia memberikan barang yang dia bawa untuk diberikan Raven. Karena aku tahu Raven pasti tak akan pernah mengijinkan Zanma masuk menemui Hukum sang penguasa keadilan. Zanma selalu mengabaikan apa yang aku katakan, dia lebih suka merayu dan meminta belas kasihan Raven. Perlakuan Raven selama bertahun-tahun terhadapnya tak menyurutkan langkahnya untuk bertemu Hukum. Zanma tidak pernah lelah berbuat baik kepada Raven. Meskipun kata-kata ketus yang keluar dari mulut Raven Zanma tetap tersenyum. Zanma tidak pernah mau mendekatiku, meskipun aku selalu memberkan nasihat dengan kata-kata lembut seperti desahan angin. Aku selalu diabaikan dan hanya dilirik saja oleh Zanma.
Bila aku bisa berlari secepat angin akan kubawa Zanma berlari masuk bertemu penguasa pengadilan. Namun apa dayaku aku hanyalah daun pintu yang hanya bisa bergerak bila tangan penjaga pintu itu menyentuhku. Akupun hanya bisa diam dan terpaku tanpa bisa menangis ketika Zanma tak lagi bisa bercerita tentang keluarganya yang damai, tentang sawah dan ladangnya yang subur, tentang desanya yang makmur. Namun kini semua tinggal kenangan karena semua tidak seindah dulu, semuanya hancur luluh lantak karena kesewenang-wenangan. Perjuangan Zanma agar desanya kembali seperti dulu tidak ada harapan lagi. Tubuhnya semakin rapuh dan matanya semakin kuyu hingga hanya sekedar lambaian tangan sebagai salam perpisahanpun dia sudah tidak sanggup. Hingga ajal menjelang dia tidak pernah bertemu dengan Hukum penguasa keadilan.
“Kenapa, harus Zanma dulu yang pergi, kenapa bukan Raven saja.” desahku padaku angin. Angin pun hanya bisa diam tanpa bisa memberikan komentar, karena sejatinya aku sudah tahu jawabannya. Ini adalah kehendak yang kuasa dimana keadilan dunia memang sulit untuk dicari namun jangan khawatir keadilan yang sesungguhnya pasti ada. Zanma akan lebih damai karena dia akan bertemu dengan penguasa keadilan yang sesungguhnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mengaduk emosi,Bun!
Terima kasih Pak, mencoba penyemangat untuk membuat cerita yg lain
Jadi ikut merasakan kesedihan dan kegalauan Zanma ...
Terima kasih Bu..masih taraf mencoba dan mencoba
Cerpen yang luar biasa dan membuat saya harus berpikir lebih untuk dapat memahaminya....Salam sehat dan sukses selalu Bu Widya...
Terima kasih bu, doa dan dorongan semangatnya. Salam sehat dan sukses selalu juga Bu