Rahwana dan hatiku
Dalem Kanoman masih seperti dulu, 20 tahun yang lalu. Hanya cat warna hijaunya sedikit luntur namun keanggunan dan keningkratan tempat masih terasa. Suasana pendopo dengan gamelan yang tertata rapi begitu hening di siang hari. Selalu setia menanti para niaga meyentuhnya, untuk memainkan harmoni musik klasik yang selalu dirindukan para penari. Di depan rumah utama ada teras dengan meja dan kursi tempat para turis makan malam setelah menyaksikan suguhan sendratari Ramayana.
Pada siang hari tempat ini terasa lengang namun pada sore hari terutama pada hari Sabtu ramai dengan anak-anak yang latihan menari diiringi gamelan secara langsung. Di tempat ini pertama kali aku banyak mengenal dan belajar tentang tari tradisional. Sendra tari Ramayana, langendriyan dan tarian yang mengambil cerita dari Serat Menak. Tarian yang awalnya hanya kunikmati karena keluwesan gerak tubuh penari dengan kostum dan tata rias yang memperindah dan mempertajam karakter tokoh yang sedanga dibawakan. Namun lama kelamaan aku tenggelam dengan cerita wayang yang ternyata sangat indah dan sangat dalam makna filosofinya.
Setiap malam minggu aku tak pernah melewatkan pementasan sendra tari Ramayana. Sampai hafal adegan per adegan, namun aku tak pernah bosan melihatnya. Iringan musik, cerita dan keluwesan para penari selalu memikat. Kelincahan Anoman dan penari kidang kencana selalu membuatku kagum. Dulu aku sangat membenci dengan tokoh Rahwana yang bersifat angkara merebut istri orang. Apalagi penggambaran Rahwana yang menyeramkan semakin membuat aku benci dengan tokoh ini. Tokoh yang memerankan Rahwana selalu tinggi besar dengan make up wajah merah, kumis tebal dan gigi bertaring. Penggambaran tokoh Rahwana yang sempurna sebagai rasaksa. Namun sekarang aku menyadari ternyata dari tokoh Rahwana aku menjadi banyak belajar. Rahwana mempunyai tingkat kesetiaan dan cinta yang mendalam hanya pada satu orang, yaitu Sinta. Sayangnya Rahwana salah menempatkan rasa cintanya. Rahwana menentang takdir yang sudah ditetapkan. Rahwana tidak mau menerima takdir yang sudah digariskan. Kegigihannya untuk meraih cintanya, menerjang segala rintang yang ada didepannya. Mengorbankan dirinya dalam hujaman panah gunawijaya. Ajian pancasona dari Resi Subali tak mampu membangkitkan lagi dari matinya. Anoman dengan gagahnya membawa jasad Rahwana dihimpitkan diantara dua gunung.
Kehidupan nyata ini adakah yang seperti Rahwana atau seperti dalam cerita serial di televisi memperjuangkan cintanya dengan pengorbanan yang tinggi. Apalagi dalam kehidupan sekarang serba materialitis dan lingkaran hidup manusia yang cenderung hedonisme. Memburu kesenangan dan kepuasan diri sendiri tanpa mempertimbangkan hati nurani, rasanya hal tersebut sangat mustahil.
Masih terbayang didepanku bagaimana Rahwana berdaya upaya menculik Sinta. Dengan liciknya menyuruh Kalamarica mengubah dirinya menjadi kidang kencana dan Rahwana sendiri berubah menjadi seorang yang perlu dikasihani, merubah dirinya menjadi resi yang meminta sedekah. Tipu muslihatnya ternyata berhasil membawa kabur Sinta. Sebagai seorang perempuan yang tidak mempunyai prasangaka terhadap orang yang perlu dikasihani tidak mengira akan ditipu
Aku hanya bisa menghela nafas, dan mengingat kembali percakapanku dengan Nandita sahabatku, ketika menonton pertunjukkan dan aku akan meminta pendapatnya tentang Rahwana,” Hidup itu pilihan tergantung kita bisa menerima atau tidak. Rahwana memilih untuk mempertahankan keegoisannya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain. Kalau cintanya tulus dia akan membiarkan Sinta dengan Rama.”
Namun disini yang kutanyakan adalah kesetiaan cinta Rahwana terhadap satu orang tapi mempunyai tiga nama Setyawati, Citrawati dan Sinta. Setyawati seorang bidadari yang tinggal di kahyangan kemudian menitis ke bumi menjadi manusia. Setelah beberapa tahun menjadi Citrawati istri yang sangat dicintai Arjuna Sasrabahu. Kemudian menitis lagi pada diri Dewi Sinta. Meskipun sudah berganti orang namun rasa cinta terhadap Setyowati tak pernah pudar. Aku tidak menempatkan Rahwana sebagai tokoh penculik istri orang, dan membenarkan tindakan Rahwana. Aku hanya membicarakan tentang hati Rahwana. Aku tetap tidak menyetujui tindakan Rahwana yang mengambil hak milik orang lain. Aku hanya mengagumi kesetiaan cintanya.
Nandita akan berfikir dari sudut pandangnya yang sangat religius. Dia akan mengatakan bahwa manusia sudah ditentukan jodohnya. Maka seharusnya kita menerima apa yang sudah Tuhan berikan dan jangan meminta yang belum tentu itu baik untuk kita. Tuhan Maha Mengetahui apa yang terbaik buat hambanya. Manusia janganlah terlalu menuntut apa yang menjadi keinginnya harus terpenuhi. Rahwana penggambaran manusia yang tidak mau menerima apa yang telah menjadi takdirnya. Dia menuntut lebih, sebagai seorang raja seharusnya dia cukup bijak. Dia seharusnya mengetahui apa yang dilakukan sebagai seorang raja menculik istri orang sangatlah tidak pantas. Apalagi ayahnya adalah seorang resi, Dia seharusnya banyak berguru dan bercermin dari sosok ayahnya. Begawan Wisrawa adalah orang yang sangat bijaksana dan banyak menyepi mendekatkan diri kepada Tuhan namun karena rasa sayang kepada Dananjaya dia membuat kesalahan. Dia melamar Dewi Sukesi untuk putranya malah diperistri sendiri oleh sang Begawan hingga lahirlah Rahwana. Namun itu semata-mata juga bukan kesalahan Begawan Wisrawa dia menuruti apa keinginan Dewi Sukesi untuk mengajarkan ilmu Sastra Jendra Hayuningrat. Dewa di kahyangan merasa terganggu dan gundah apabila ajaran itu sampai menyebar maka keadaan di bumi tidak ada keseimbangan. Manusia di bumi sudah ditakdirkan untuk membuat pilihan langkah mana yang akan dipilih ketika langkah telah tercabang antara dua pilihan antara salah dan benar. Nafsu yang kuat menguasai maka hanya keinginan kesenangan yang ingin dipenuhi tanpa mempertimbangkan bahwa itu salah. Ketika memilih kebenaran biasanya harus menyampingkan kesenangan dunia dan harus mampu mengendalikan diri.
Setelah puas termenung dipendopo aku memasuki rumah tempat aku sering menginap kalau di Jogja. Sorenya aku dijemput Nandita menikmati Kota Jogja dari Pulau Cemeti dan indahnya taman sari tempat pemandian para putri raja. Menyusuri taman ngasem yang indah diwaktu malam dihiasi dengan banyak lampion dan diiringi musik tradisional yang selalu menggetarkan hati.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Bagus', ceritanya. Baca ulang dan edit beberapa kalimat dan penulisan ejaan agar lebih bagus lagi dibacanya
Terima kasih Bu Rom masukannya
Luar biasa cerita ini, Bu. Widyastuti. @ salam kenal
Salam kenal Pak, terima kasih Pak @ Im Tri Suyoto masih harus banyak belajar Pak
Membaca tulisan ini jelas sekali penulisnya sangat menyukai dunia wayang...Terima kasih untuk tulisan yang inspiratif ini
Cerita yang sangat indah....salam kenal bu....
Terima kasih bu salam kenal juga