Wiji astuti

Saya Ibu dari 7 anak, mengajar Biologi di SMAN 1 Tanjung Raya.Kini sedang belajar agar bisa menghasilkan tulisan yang bermanfaat bagi saya dan orang banyak....

Selengkapnya
Navigasi Web
IBUKU SANG WONDER WOMAN

IBUKU SANG WONDER WOMAN

Ibuku sosok yang luar biasa. Usianya hampir 90 tahun. Badannya sangat sehat untuk orang seusia beliau. Melahirkan sebanyak 8 kali, hampir semuanya lancar tanpa bantuan tenaga kesehatan. Hanya seorang dukun bayi yang ikut membantu membersihkan si bayi karena ketika datang, bayi sudah lahir dengan selamat. Kedelapan anaknya kini sudah berada dalam kehidupan yang sangat berkecukupan. Menyaksikan kesuksesan Ibu dalam mendidik anak-anaknya membuat jiwa ini tergelitik untuk menguak beratkan perjuangan hidup dimasa lalunya.

Sering mendapat cemoohan orang “ Anak banyak!, memang bisa ngasih makan!” justru menjadi pelecut jiwa ibu untuk membuktikan bahwa Allah adalah Sang Pengatur Rezeki. Berbagai jalan menjemput rezeki, ditempuhnya. Mengumpulkan dedaunan di hutan untuk dijual sebagai bahan pembungkus makanan, mengolah singkong menjadi gaplek agar nilai jualnya lebih tinggi, bangun dimalam hari, menumbuk beras untuk bahan bubur yang akan dijual kepada romusa. Bahkan pernah berjualan garam walau harus berjalan ratusan kilometer ke tempat kulakan. Ketika mendengar kisah ini, aku langsung teringat cuplikan lagu Iwan Fals tentang perjuangan seorang ibu;

Ribuan kilo jalan yang kau tempuh

Lewati rintang untuk aku anakmu

Ibuku sayang masih terus berjalan

Walau tapak kaki penuh darah penuh nanah

Dengan semangat untuk mengubah nasib agar lebih baik, akhinya hanya berbekal alamat seorang temannya, Ibu merantau ke Lampung. Pada saat itu alat transportasi belumlah secanggih sekarang. Untuk menuju Lampung, harus naik bis selama tiga hari tiga malam. Ibu tidak membawa banyak uang. Masih melekat kuat di memoriku, saat itu aku hanya melihat ibu menyimpan beberapa uang kertas dan receh yang ibu simpan di dompet kecil yang dia selipkan di stagen yang melingkari pinggangnya. Ibuku adalah wanita jawa jaman dulu, dengan pakaian sehari-hari berupa kebaya dan kain panjang yang dilengkapi dengan stagen ketika memakainya.

Ibu adalah seorang pekerja keras, pantang menyerah dalam menjemput rejeki yang disediakan Sang Ilahi. Di Lampung ibu memulai bertani juga berdagang dari modal kecil-kecilan. Ibu adalah role model bagi anaknya dalam berwirausaha. Sejak SD aku mulai berjualan alat tulis untuk teman-temanku, adikku berjualan es balon saat hari libur demikian juga kakak-kakakku, mereka menjalankan bisnisnya masing-masing sambil tetap bersekolah. Seiring berjalannya waktu, usaha ibu semakin maju bahkan sampai bisa memperkerjakan banyak karyawan. Ibu bisa membuktikan bahwa Allah pasti menolongnya dan mencukupi semua kebutuhannya selama berusaha dengan sepenuh jiwa raga. Tempaan, didikkan dan kuatnya karakter ibulah yang akhirnya mengantarkan anak-anaknya menuju kesuksesan. Aku bisa menyelesaikan kuliahku dan menjadi guru, semua tak lepas dari jasa Ibu.

Ada lagi yang istimewa dari ibu . Kami selalu merasa menjadi yang paling disayang. Inilah kelebihan ibu, bisa membuat setiap anak merasa istimewa di hatinya. Kata ibu aku adalah anak yang sangat special. Aku penasaran, apa yang membuatku special? Ternyata Ibu pernah mengalami gonjangan jiwa yang begitu berat sampai ibu nekat pergi dari rumah dan hanya aku yang saat itu berusia 3 tahun yang diajaknya.

Sampai di jembatan Sungai Kali Brantas, sebuah sungai yang ada di daerah Malang bagian selatan, pikiran Ibu kacau. Saat itu bisikan setan ingin mengajak ibu mengakhiri kegalauannya dengan mengakhiri hidupnya, di sungai yang terkenal sangat dalam dan deras arusnya itu. Tiba-tiba, ada suara memanggil,

“Ibuuuuu, aku sayang Ibu…” Ibupun menoleh ke arah suara itu. Dan suara itu adalah suaraku,

“Kamu adalah penyelamat yang dikirimkan Allah untuk ibu, Nak” kata ibu.

Aku sangat menyanyangi ibu. Aku merasa rasa bahwa ibu adalah separuh nyawaku, pendonor energi utama dalam setiap sel tubuhku. Karena disetiap sel tubuhku telah ibu titipkan Mitokondria yang jadi satu-satunya The Power house Of Cel. Tanpa mitokondria sel tidak memiliki energi. Tanpa energi sel akan mati. Terima kasih ibu, di setiap desah napasku ada energi yang telah kau wariskan untukku.

PROFIL PENULIS

WIJI ASTUTI, S.Pd, lahir di Malang dan bertugas sebagai Guru Biologi di SMAN 1 Tanjung Raya, Kabupaten Mesuji, Lampung. Kecintaan menulis dibuktikan dengan karya, sebuah novel perdana, Balada Cinta Nana Thea yang diterbitkan Media Guru. Untuk koresponden bisa melalui Email: [email protected] dan WA. 082244177799

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Salam kenal ya Bu wiji

17 Jan
Balas

Ulasan yang indah Bunda, smg masuk nominasi pemenang .. salam literasi.

10 Jan
Balas

keren bunda... semoga menang ya... saya follow ya bunda

10 Jan
Balas

barakallah...sehat selalu ibunya ya bu

10 Jan
Balas



search

New Post