Wiji hastutik

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Terjerat Asmara Hitam 130 (Tagur 409)

Terjerat Asmara Hitam 130 (Tagur 409)

#Tantangan Gurusiana 365# Hari ke 409

Terjerat Asmara Hitam 130

Oleh Wiji Hastutik

Cahaya bulan purnama menghiasi angkasa di padu dengan bertabunya jutaan bintang. Panorama ini mengungatkanku masa kecil yang begitu indah bersama kami kakak beradik. Kami berlari-lari kian kemari. Seusai kami terasa begitu lelah aku berbaring diatas rumput jepang yang menghijau di halaman rumahku. Aku berbaring bersama mendiang ayah dan juga Mak.

Aku menatap langit dan mengangkasakan berjuta harapan. "Aku akan menjadi pahlawan pendidikan kelak, Yah," kataku.

"Bagus, jika boleh tahu, kenapa pilih itu? tanya Ayahku.

"Karena mencerdaskan anak-anak berarti mencerdaskan masyarakat," jawabku polos.

Dan siapa sangka jika ucapan anak kecil yang sedang bermain itu menjadi nyata. Ucapan yang bukan hanya isapan jempol belaka.

Kini suasana telah sangat jauh berbeda, saat kami berempat sudah dewasa kami memiliki kehidupan yang tak lagi sama. Namun demikian tak menyurutkan niat baik untuk tetap terjalin kekeluargaan.

Kehidupan kami berempat memang tak sama, tapi di hati kami tetap sama yaitu sama-sama menjunjung tinggi nama baik keluarga, sama,-sama saling membantu dan sana-sama bertekad membahagiakan orang tua kami.

Malam itu, sekuarh keluarga besarku datang dan berkumpul sesuai permintaan Mak. Sejak Mak tinggal bersamaku, inilah kali pertama kami semua berkumpul serempak di rumahku. Biasanya mereka hanya secara bergantian setiap dua Minggu sekali buat menjenguk Mak. Sehingga dalam dua bulan sekali mereka rutin mendatangi rumahku. Mak memang tinggal bersamaku karena hanya aku satu-satunya dalam keluargaku yang belum menikah. Mak menunaikan amanah Ayah untuk menjagaku hingga akhir hayat Mak sekurang-kurangnya hingga aku menikah.

"Jadi bagaimana, kapan kita akan langsungkan pernikahan Lastri? tanya Mak pada Kakak dan Adikku.

"Kita tunggu keluarga Bayu, Mak," jawab Abang tertuaku.

"Betul, tapi paling tidak kita sudah punya konsep agar kita tak lama-lama berunding,"saran Mak.

"Memang kapan Bayu akan datang? tambah Abang.

"Kalau mengacu janji Lastri dua hari lagi,tambah Mak.

Mendengar mereka berunding, aku hanya bisa diam tanpa kata. Aku hanya akan mengikuti apa hal yang baik menurut keluarga.

Bersambung...

Muara Bungo, 30 Oktober 2022

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi!

30 Oct
Balas

Cerita yang menarik

30 Oct
Balas



search

New Post