Tengku Wiwid Gusprianti

Seorang guru SD sekaligus ibu dari 2 malaikat kecil, Rayhan dan Rayssa. Berasal dari Pasir Pengaraian Riau, namun saat ini berdomisili di Kota Binjai Suma...

Selengkapnya
Navigasi Web
Selamat Jalan
Selamat Jalan

Selamat Jalan

Berita dukacita itu datang sehabis maghrib, lewat panggilan suara pada aplikasi berwarna hijau di gawaiku. Mengabarkan bahwa engkau telah pergi menghadap penciptamu, jam 5 sore tadi. Sungguh, tidak ada perasaan apa – apa saat mendengar berita kepergianmu, tapi semua perjalanan masa lalu kita tiba – tiba tergambar jelas di ingatanku, seperti menyaksikan sebuah film utuh.

Dua tahun masa SMA ku pernah menjadi penuh warna bersamamu, sekaligus menjadi masa paling menyakitkan. Bertemu saat aku masih duduk di bangku awal SMA, dan engkau sudah bekerja. Dua tahun menjalin kisah, dan kemudian terpaksa berpisah. Kisah klasik percintaan yang tidak direstui keluarga karena menilai bibit, bebet, dan bobot sebagai dasar dari sebuah pernikahan yang bahagia menurut versi mereka. Aku bukan perempuan yang memenuhi syarat untuk menjadi pendampingmu. Dan engkau memilih pergi, tidak memilih untuk memperjuangkanku, memperjuangkan cinta kita. Engkau pergi meninggalkanku dalam balutan kenangan tentangmu, dengan luka yang hampir tidak tertanggungkan saat itu. Engkau menyerah, dan aku kalah.

Episode berikutnya adalah cerita tentang perjuanganku untuk menyembuhkan luka. Sesekali, engkau masih menyempatkan datang menemuiku, menawarkan perhatian, tapi tidak dengan ikatan. Luka akhirnya tak pernah benar – benar sembuh karena kau tak pernah benar – benar pergi dariku. Setahun lamanya aku terombang ambing dalam ketidak pastian, hingga kemudian akulah yang akhirnya memilih untuk benar – benar pergi. Meninggalkan kota kita dengan segala kenangannya. Memilih tak lagi meninggalkan jejak apapun padamu.

Setahun setelahnya, aku kembali ke kota kita. Bukan untuk kembali padamu, melainkan meresmikan ikatan dengan orang yang saat ini menjadi suamiku. Engkau tak datang, tapi menitipkan sebuah kado sebagai kenangan. Maaf, kado itu tak lama kusimpan. Aku tak mau ada satupun kenangan yang kelak dapat menarikku kembali dalam kebimbangan. Enam bulan setelahnya, kudengar engkaupun akhirnya meresmikan ikatan pernikahan. Sejak itu kita tak pernah lagi bertemu, karena aku tak lagi tinggal di kota kita. Aku memiliki pernikahan yang bahagia, begitu juga engkau. Sesekali kulihat aktivitasmu lewat media sosialmu. Engkau terlihat sehat dan bahagia bersama istri dan keempat orang anakmu.

Hari ini, akhirnya aku mendengar berita kepergianmu yang begitu tiba – tiba. Usai sudah tugasmu di dunia. Semoga keluarga yang engkau tinggalkan diberikan kekuatan dan kesabaran. Selamat jalan, Alfatihah…

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post