Tausiah dalam pengajian RT pekan ini membahas antara lain tentang keihsanan seseorang. Keihsanan yang dapat mendatangkan sebuah kenikmatan dalam beribadah. Contoh-contoh yang disampaikan ustadznya serasa jauh sekali dari apa yang ada pada diri selama ini. Berbagai pertanyaanpun muncul.

“Kapankah dapat kuraih kenikmatan itu?”

Jika masih saja belum dapat menyegerakan ambil wudhu dan menghadapMu saat mendengar panggilanMu? Jika bacaan surat dalam sholat masih saja seperti yang dulu, sebagaimana hafalan sejak kecil dulu? Saat diri masih sulit untuk tidak mengingat segala hal selainMu saat berdiri di hadapanMu? Jika masih sedikit sekali sunah-sunahMu yang dapat kubaca dan kuamalkan setiap harinya?

“Ingin dapat ku meraih kenikmatan itu.”

Meskipun belum bisa senikmat Imam Syafii mencintaiMu dengan mengatamkan Alquran sepuluh kali di setiap malam Ramadhannya. Belum senikmat Abu Malik, sang ahli Hadits, yang sangat mencintai Rasulullah SAW hingga dia mandi setiap kali akan mengajarkan Hadits, walau bisa berpuluh-puluh kali orang silih berganti datang ke rumahnya dalam sehari. Meskipun belum bisa senikmat Sayyidina Ali bin Abi Thalib karomatullaahi wajjah yang setelah perang minta dicabut anak panahnya saat ia melaksanakan sholat agar sakitnya tak terasa karena terkalahkan dengan nikmatnya bermunajat denganNya.

Meski semua itu serasa jauh, semoga selalu ada setapak demi setapak langkah menuju ke sana.

Atau,

“Tidak dapatkah engkau menuju ke sana dengan berlari?”

...............