Hilang dalam Cahaya
Hilang dalam Cahaya
Masa muda adalah masa yang paling indah, benar ini aku rasakan bersama teman dan sahabatku Cantika dan Anggun kami menikmati masa itu.
Namaku Ria aku berasal dari keluarga tidak lengkap alias brokenhome ayahku meninggalkan ibuku ketika aku masih dalam kandungan entah kenapa sampai setua ini aku tidak mau tau sebab kepergiannya. Kami enam bersaudara dan aku anak paling bontot.
Masa kecilku penuh suka duka tapi aku bersyukur punya ibu yang sangat tegar dan sangat tangguh. Walaupun tidak punya ayah aku tidak pernah merasa kekurangan kasih sayang, karena aku mendapatkan kasih sayang dari kakak dan paman-pamanku.
Walaupun keluarga kami mengalami keterbatasan ekonomi aku masih tetap bisa melanjutkan pendidikan hingga Sekolah Menengah Atas.
Di masa SMA aku bersahabat dengan Cantika yang sangat cantik dan Anggun selain cantik dia juga benar-benar anggun sesuai dengan namanya. Mereka sangat memahami keberadaanku dan tetap menjadi sahabat walaupun aku berbeda dengan mereka baik rupa maupun keadaanku. Menurut cantika dan anggun aku ini lucu dan ngangenin “ ngak ada loe ngak rame” begitu katanya.
Genk kami sangat kompak bikin teman-teman lain sirik. Apalagi Cantika dan Anggun sangat disukai lawan jenis baik yang tua apalagi yang muda kalau melihat Cantika dan Anggun pasti mata melotot, mulut menganga jangankan laki-laki, perempuanpun banyak yang terkesan melihatnya. Karena kecantikannya, akupun ikut kecipratan sogokan dari teman pria yang ingin mendekatinya atau sering juga mendapat kemudahan-kemudahan dari modal kecantikan sahabatku itu.
Waktu berlalu begitu cepat, selepas SMA kami melanjutkan hidup kami masing-masing. Aku bekerja lalu menikah, Anggun memutuskan menjadi ibu rumah tangga keadaannya adem ayem seakan tiada cela sehingga aku dan Cantika segan sehingga kami jarang bertemu lagi, sedangkan Cantika menikah dengan lelaki pilihannya dan memutuskan pindah ke kampung halaman Cantika.
Walaupun kami tidak bersama lagi tapi kami masih saling menanyakan kabar kepada keluarganya yang masih ada di Bandung.
Menurut kabar keluarganya suami Cantika mendapat pekerjaan yang mapan, tetapi kabar tak sedap suaminya selingkuh dengan teman sekantornya. Akhirnya Cantika pindah lagi ke Kota Bandung dan memilih bercerai. Anak semata wayang terpaksa dia tinggalkan di kampung halamannya.
Persahabatan kami berlanjut lagi, Cantika aku ajak bekerja bersamaku. Karena kecantikannya pula teman di kantor berebut ingin memacarinya, tapi kini cantika lebih selektif dan memutuskan untuk keluar dari perusahaan karena ada seorang pria yang ingin benar-benar memperistrinya.
Setelah menikah beberapa tahun aku tidak mendengar kabarnya lagi. Suatu saat aku datang ke rumahnya dan ternyata sahabatku itu sedang tertimpa masalah suaminya sakit parah ketika dia baru memperoleh anak dari suaminya itu. Suaminya keluar dari pekerjaannya. Barang berharga yang dia punya sudah habis di jual untuk berobat. Oh sungguh tak tega aku melihatnya.
Untuk menopang kehidupannya terpaksa Cantika mengontrak rumah kecil yang akan digunakan untuk berjualan masakan, rutinitas sebagai penjual masakan dia lakukan seperti pergi ke pasar tengah malam pulang subuh terus masak menata masakan menjual masakan begitu setiap harinya. Aku sekali- kali berkunjung ke warungnya dan melihat keadaannya, kini seakan tak percaya. Sedih rasanya hati ini melihatnya bersepatu bot pergi ke tengah pasar yang becek. Cantikaku padahal dulu kau sangat cantik banyak laki-laki yang suka padamu kenapa kini seperti ini...
Sebagai sahabat melihat keadaan seperti itu aku tak bisa tinggàl diam aku tawarkan untuk mencari pekerjaan yang lebih baik, walaupun berjualan masakan juga adalah pekerjaan yang halal tapi aku tak tega melihatnya.
Setelah perbincangan itu sahabatku memutuskan untuk mencari pekerjaan yang lain, Alhamdulillah suaminya juga berangsur sembuh. Ketika aku menengoknya lagi dia mulai bekerja di sebuah kantor walaupun sebagai karyawan swasta ternyata dia sangat menikmatinya dan kini kehidupannya berangsur membaik, suatu waktu cantika pernah berkata “ Ria jika suatu saat ekonomiku membaik kamu adalah satu-satunya sahabat yang paling aku ingat”. Kamu pernah menolongku, ketika aku sedih ketika aku jatuh miskin kamu adalah sahabat yang bisa membantu dan membangkitkan semangatku.
Kini sahabatku terlihat lebih sejahtera, suaminya bekerja kembali cantikapun sudah menyelesaikan kuliah dan bekerja sesuai cita-citanya. Alhamdulillah aku bangga padamu sahabat karena kamu berhasil bangkit dari keterpurukan.
Sahabatku kini mulai percaya diri tampil di sana sini, semakin banyàk teman tampak seperti kaum sosialita tambah ceria dan tidak ada lagi raut sedih diwajahnya, tapi mengapa kini terasa asing bagiku seakan aku tak mengenali dirinya yang dulu lagi. Kamu sekarang asing bagiku. Sahabat dari lubuk hati yang paling dalam berkata “ Dimana sahabatku yang dulu” kini aku hanya bisa diam dan memastikan dirimu baik-baik saja. Semoga!!
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Subhanallah. Menginspirasi sekali bu Wiwin. Salam kenal ya
Bu win...bukankah sahabat sejati itu akan datang di saat isi dunia pergi? dan doa terbaik adalah doa yang tidak diketahui oleh orang yang kita doakan. Barokallah bu win...
Jalan tak selalu lurus kadang isi duniĆ kadang menyilaukan mata, di saat susah ataupun senang sahabat seharusnya selalu ada.
terimakasih Pa Yudha, masih banyak belajar menulis. Salam kenal kembali