wulan darmasari

Saya bukan siapa-siapa tanpaNYA. Hanya insan penuh aib dan dosa, namun selalu ditutupi olehNYA...

Selengkapnya
Navigasi Web
Gara-Gara Buta Bahasa Indonesia

Gara-Gara Buta Bahasa Indonesia

#TantanganGurusiana

Tantangan Hari ke 28

Beberapa tahun yang lalu. Di sebuah desa yang didominasi suku Madura, hiduplah seorang kakek bernama Pak Mat. Dia tinggal bersama keluarga anak bungsunya. Meski sudah tua tapi tubuhnya masih cukup kuat. Dia masih mampu mencangkul sawah, mengangkut beberapa karung padi hasil panen. Pak Mat tak pernah bersekolah. Tak bisa membaca dan menulis. Kemampuan Bahasa Indonesianya sangat sedikit. Setiap hari lebih suka menggunakan bahasa ibunya, bahasa Madura.

Suatu ketika, rumah kosong di sebelah rumahnya mulai berpenghuni. Seorang pedagang bakso dari Solo. Si pedangang, mengajak serta ayahnya yang bernama Pak No, sepertinya seumur dengan Pak Mat.

Sama dengan Pak Mat. Pak No tak pernah sekolah, tak fasih berbahasa Indonesia. Lebih suka menggunakan bahasa ibu.

Meski banyak kesamaan, mereka berdua tak akrab. Jika bertemu, hanya senyum dan menganggukkan kepala. Maklum saja, bahasa ibu Pak No adalah Bahasa Jawa. Sulit sekali komunikasi mereka.

Anak cucu mereka beraktifitas di luar rumah. Bekerja dan sekolah. Biasanya Pak Mat ke sawah atau ke kebun, sedang Pak No merawat ayam-ayam jagonya.

Pagi itu, seekor ayam jago kesayangan Pak No lepas. Dia mengejarnya, berusaha menangkapnya. Dari arah berlawanan, nampak Pak Mat berjalan, pulang dari sawah. Ayam itu berlari ke arah Pak Mat. Tentu saja Pak No berteriak pada Pak Mat, meminta tolong untuk menangkapkan ayam.

"Pak Mat, cekelne...cekelne..(Pak Mat, pegangkan... pegangkan )", teriak Pak No. Mendengar itu, Pak Mat kaget luar biasa. Tapi melihat ekspresi serius Pak No, dengan sigap ditangkapnya ayam itu, lalu.. Heeeegk. Hanya dalam hitungan detik, ayam itu mati tercekik.

Melihat hal tersebut, Pak No kaget dan marah. Wajahnya memerah. Mengomel sambil tangannya menunjuk-nunjuk wajah Pak Mat. Dia tak terima, Pak Mat membunuh ayamnya

Melihat ekspresi Pak No, Pak Mat tahu dia dimarahi. Merasa tak salah, Pak Mat melawan. Dia juga ngomel-ngomel. Mereka adu mulut. Masih-masing mengomel dengan bahasa ibu mereka. Sebenarnya mereka tak saling memahami. Mendengar keributan tersebut para tetangga berdatangan. Termasuk Pak RT. Keduanya diamankan ke rumah Pak RT. Untungnya saat itu Pak RT sedang di rumah, dan untungnya lagi, Pak RT mampu berbahasa Jawa dan Madura dengan baik. Jadi beliau bisa menjembatani komunikasi keduanya.

Usut punya usut. Ternyata intinya salah paham. Tak ada satupun dari mereka yang salah. Kata cekel dalam bahasa Jawa berarti pegang. Namun, Pak Mat kan orang Madura. Kata cekkel dalam bahasa Madura berarti cekik. Setelah drama panjang, penuh perdebatan serta bujukan. Akhirnya keduanya bisa didamaikan dan tersenyum malu. Sama-sama bertekad dalam hati untuk memperdalam kemapuan Bahasa Indonesia. Mau belajar sama cucunya, agar tak terjadi salah paham lagi. Itulah akibat buta Bahasa Indonesia.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ha..ha..lucu juga kalau dicekel ya koit bu..memang selalu ada saja yang membuat kita tertawa...semangat ya

13 Feb
Balas

Terima kasih berkenan membaca, bu

14 Feb



search

New Post