wulan sari

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
BAJU BARU UNTUK BERUK
Tantangan Hari Ke 67

BAJU BARU UNTUK BERUK

Betapa senangnya hati saat kedatangan Abak dari pulau jawa, Jakarta. Memang beliau terkadang bepergian kesana mengunjungi beberapa sanak saudara. Terkadang ada bertahan disana selama satu, dua bahkan tiga bulan. Lepas itu barulah pulang kembali ke ranah minang menemui anak dan istri di kampong tercinta. Umur Abak sudah hampir 40 tahun hampir sebagian dari umurnya dilalui dengan bolak-balik jawa sumatera, karena memang banyak kemenakan yang menginginkan beliau datang berkunjung. Dalam kebudayaan ranah minang, saudara lelaki ibu di sebut dengan Mamak, merupakan wakil dari suatu keluarga. Begitulah posisi Abak beliau sebagai wakil dari keluarga besarnya untuk segala urusan.

“Assalamu’alaikum,” sebuah salam dari suara yang dinanti terdengar di balik pintu.

Bergegas semua menuju sumber suara, Abak pulang. Semua tampak sangat senang sekali menyaksikan kepulangan. Banyak barang bawaan yang beliau bawa ini berarti akan banyak kesenangan saat membuka satu persatu. Ternyata semua anak mendapatkan pakaian baru begitu juga dengan Uwak.

Selepas mandi esok paginya Dius adik lelaki Mini langsung mengenakan pakaian buah tangan itu. Dengan penuh riang dan mematut-matut diri di depan cermin melihat pesona yang sangat elok dari baju baru. Memang sangat luar biasa kemampuan Abak dalam memilihkan pakaian baik dari segi ukuran maupun corak warna dan modelnya. Diuspun tersipu-sipu malu saat banyak yang memuji bahwa pakaian barunya sangat pantas dikenakan.

Setelah menikmati sarapan pagi dan bermain-main sebentar terasa perutnya sedikit tidak nyaman.

“Minin, sakik paruik,” begitulah ia memanggil kakak perempuannya Mini, mungkin karena belum begitu baik benar dalam pengucapan.

“Ka kara ii,” Mini memastikan apa maksud dari perkataan adiknya.

Tampak ia mengangguk, sebenarnya sedikit malas Mini untuk pergi ke kali besar belakang rumahnya. Karena terkadang beberapa tukang Beruk pemanjat kelapa juga memandikan beruknya di sana. Biasanya memang sebelum siang mereka membersihkan beruknya di sana.

Di daerah kami Beruk, monyet yang berekor pendek di latih selama enam bulan bahkan satu tahun untuk dapat memetik buah kelapa yang tinggi. Pohon kelapa biasanya memiliki ketinggian 8-10 meter bahkan terkadang lebih. Biasanya beruk liar di beli dengan harga Rp.200.000,- hingga Rp.400.000,- lalu akan dilatih setiap hari. Memperkenalkan mereka dengan buah kelapa muda dan buah kelapa yang tua. Mampu membedakan hal itu saja adalah keterampilan yang bagus. Tidak pekara yang mudah untuk dapat membuatnya terlatih. Hanya saja jika seekor beruk sudah baik dalam pemetikan maka dapat di jual dengan harga yang cukup tinggi yaitu berkisar 2 hingga 4 juta perekor. Luar biasa bukan.

Beruk yang terlatih dalam sehari dapat memetik 1000 buah kelapa. Memang jasa tukang beruk ini cukup banyak digunakan oleh warga sekitar karena pada umumnya setiap rumah di daerah kami memiliki setidak-tidaknya 2-3 pohon kelapa. Itu hanyalah rumah yang dengan lahan tidak begitu luas. Namun jika mereka memiliki lahan yang besar biasanya cukup banyak pohon kelapa yang yang dimiliki. Akibatnya profesi tukang beruk cukup menarik hati karena biasanya mereka memperoleh penghasilan sekitar 150 ribu perhari. Bahkan sebuah guyonan mengatakan bahwa seorang tukang beruk memiliki istri sesuai dengan banyak beruk yang ia punya. Jika hanya punya satu beruk maka ia memiliki istri seorang namun apabila dua beruk berarti memiliki dua istri. Bisa jadi ini terkait dengan kemampuannya dalam mendapatkan penghasilan lebih.

Air banda mengalir dengan deras, bebatuan yang banyak membuat tak banyak kekhawatiran akan arusnya. Karena dapat berpegang diantara bebatuan yang besar. Dius memilih untuk jongkok di batu yang paling pinggir saja. Khawatir jika agak di tengah bebatuan licin karena jarang digunakan orang.

Dius memeganggi batu yang ada didepannya, satu tangan lain memainkan air yang mengalir di sisinya.

Mini menunggu di tepian, sambil sesekali melihat kearah jalan lalu lalang orang yang lewat. Tampak kuda pedati membawa atap rumbia untuk di jual ke pasar. Tak jarang jual beli masih dilakukan dengan sistem barter saja.

“lah dius, capek lah,” mungkin sudah mulai rasa bosan berdiri saja di pinggir kali besar itu.

Memang pada masa itu tak beberapa rumah yang memiliki tempat jamban sendiri. Kebiasaan untuk dekat dengan alam sulit untuk dihilangkan, bahkan jikapun ada mereka masih saja suka untuk pergi ke kali besar dekat lesung beras ini. Mungkin ada kenikmatan tersendiri saat buang hajat sambil merendamkan kaki dan sebagian auratnya.

“Yo sabantalai, wak cebok lai,” cepat-cepat Dius berusaha untuk mengarahkan air agar dapat membersihkan kulitnya.

Tiba-tiba dipinggir kali sudah berhenti seorang tukang beruk dengan membawa serta beruknya. Sepeda di letakkan sedikit kearah kali, agar masih bisa tampak jika ada yang berusaha mengusik atau bahkan membawa lari. Karena memang tak banyak yang memiliki sepeda masa itu.

Tak ada yang aneh dengan tampilan beruk itu, biasa saja berjalan mengikuti tuannya di bagian belakang. Hingga Minipun hanya menatap tanpa ada rasa khawatir melihat keberadaan beruk itu.

Akan tetapi tiba-tiba beruk itu berlari kearah Dius, Mini saat itu hanya terpana. Kejadiannya begitu cepat. Beruk itu langsung mencakar dan menarik baju yang baru yang digunakan oleh Dius.

“Aduaaah sakik, Minin tolong, aduuuuh,” Dius meraung dan hanya mampu menutupi mungkanya dengan kedua lengan yang di tinggikan sejajar muka.

Mini berlari kearah Dius begitu juga tukang beruk sembari menarik-tarik tali kendali beruk.

Dengan hentakan dan teriakan tukang beruk, binatang yang kalap itu langsung kembali menghampiri tuannya.

Dius tampak kacau sekali, rambutnya kusut masai padahal tadi pagi sudah di berikan minyak agar rapi. Namun yang paling membuat geram adalah baju baru yang sobek di bagian lengannya. Mini memperhatikan kondisi adik lelakinya dengan seksama. Dadanya kian terasa sesak melihat sobekan itu.

Dengan berkacak pinggang mini meminta pertanggungjawaban tukang beruk.

“Apak ganti baju adiak wak, tau pak dari Jakarta di baok Abak ko!” Mukanya tampak memerah saat mengucapkannya

“Onde maaf yo nak,” ekspresi tukang beruk kecut, ia tak mengira akan seburuk itu.

“indak bisa pakai maaf sajo, ganti, capeklah!” suaranya makin meninggi, tatkala melihat adik lelakinya masih menangis menahan sakit.

Akhirnya saat sore hari tukang beruk berbicara untuk menyelesaikan masalah dengan Abak. Mini menjelaskan duduk persoalan yang diakibatkan oleh beruk yang brutal tanpa sebab itu. Cukup lama pembicaraan itu berlangsung. Sebenarnya Abak sendiri tampaknya tidak begitu mempermasalahkan dengan panjang perihal baju yang sobek hanya saja karena putrinya memaksa untuk meminta ganti atas kondisi adik lelakinya. Abak hanya meminta kearifan dari tukang beruk akan peristiwa itu. Akhirnya perdamaianpun dapat di capai, tak ada lagi wajah kesal dan bersungut-sungut pada dua bocah kakak beradik itu. Tapi tak ada yang mampu menjelaskan mengapa beruk itu menyerang Dius dengan tiba-tiba. Apakah beruk ingin menggunakan baju baru juga? Entahlah, semoga tidak terulang kembali.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

isengnya kelewatan ya pak

19 Jun
Balas

Beruknya sedang iseng tu hihi

19 Jun
Balas



search

New Post