Menjaga lisan adalah suatu hal utama yang perlu dilakukan oleh setiap hamba yang beriman. Berkatalah dengan yang baik dan bersikaplah lemah lembut. Hati manusia mana yang ingin mendapatkan kekasaran dan ungkapan yang menyakitkan. Belajarlah dari Rasulullah, sosok yang telah dibersihkan hatinya oleh Allah melalui malaikat Jibril. Sehingga meski berada dilingkungan masyarakat arab ia mampu menjadi pribadi yang bisa di terima oleh seluruh umat manusia. Rasulullah adalah sosok yang menjadi tauladan ia dikatakan oleh ibuda Aisyah seperti layaknya al qur’an yang berjalan.

Ia tak menyakiti meski ia telah diperlakukan dengan tidak baik. Bahkan ia tetap menyantuni para peminta buta yang ada di pasar Madinah. Beliau menyuapi dengan penuh kasih sayang, padahal selama menyuapi orang tua itu Rasulullah acapkali mendapatkan hinaan darinya. Karena kebutaan ia tak tahu bahwa yang ada di hadapannya, lelaki baik hati yang selalu berusaha menyuapi setiap kali memberikan makan adalah Rasulullah. Namun tak ada bantahan yang beliu lakukan, ia hanya tersenyum dan tak mau mencoba membela diri apalagi marah. Dari kejadian ini tak hanya kehalusan budi pekerti yang beliau miliki akan tetapi juga tindakan yang amat bijaksana dalam menghadapi tudingan dan ejekan dari orang yang tidak tahu kebenaran. Beliau lebih memilih menunjukkan berupa perbuatan dibandingkan perkataan.

Pada suatu hari datanglah salah seorang sahabat mengunjungi beliau, iapun menanyakan tentang perihal orang yang rajin melakukan sholat, ibadah sunnah dan sedekah akan tetapi ia sering menyakiti tetangganya dengan lisannya, maka Rasulullahpun menjawab.

“Sesungguhnya ia termasuk ahli neraka.”

Bisa jadi kita tidak menyadari akan buruknya kalimat yang kita lontarkan. Hanya saja cobalah untuk mengevaluasi dan memutaba’ahi setiap malam satu hari yang sudah kita lewati. Apakah ada seseorang yang tersakiti dengan lisan yang tanpa sengaja. Marilah memulai pembicaraan hanya untuk hal yang bermanfaat yaitu berupa nasehat, ilmu dan memberikan pendidikan. Jangan justru yang kita sampaikan adalah penyebab terjadinya perpecahan dan boomerang yang hidup bermasyarakat.

Dalam hadis Rasulullahpun memberikan pembelajaran untuk kita sebagai orang beriman, ada tolak ukur sederhana yang dapat menjadi barometer kita beriman atau tidak sebagaimana terdapat dalam hadist berikut ini.

“Siapa beriman pada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berbicara yang baik atau diam.” (HR. Bukhari)

Akan tetapi terkadang karena kedangkalan ilmu dan tindakan buru-buru membuat manusia cenderung melakukan kesalahan. Mereka mendapatkan ilmu baru sebagian akan tetapi dari ilmu itu sudah mencoba melakukan pemaparan yang justru penyampaiannya lebih banyak menyakitkan ketimbang mengajak. Kecenderungan kasar dan tak bisa menjadi panutan, hanya menimbulkan kekecewaan yang mendalam bagi kerabat dan teman sejawat. Ia telah menorehkan terlebih dahulu luka dibandingkan dengan memberikan tauladan dan menyebar kebaikan dalam lisan dan ajakan yang penuh kebaikan.

Untuk itu utuhlah dalam mengambil sesuatu dan sampaikanlah dengan baik. Karena keburukan akhlak yang dimunculkan justru memperlihatkan betapa besarnya kegusaran hati yang mereka miliki bukan ketenangan yang menyejukkan dan menentramkan. Wallahu alam bishawab.