JENGKOL SELEBAR TELAPAK TANGAN
Masakan biasa akan menjadi istemewa jika di ramu oleh orang yang mengerti akan karakter dan sifat bahan itu sendiri. Bukanlah hal yang mudah untuk bisa sampai pada level itu. Dibutuhkan waktu dan pengalaman yang banyak, rasa kesabaran dan yang terpenting adalah kecintaan akan kegiatan itu. Bagaimana tidak, masakan adalah salah satu yang dapat menyatukan banyak orang dalam sebuah jamuan. Merapaikan rumah dalam sebuah lingkaran yang tak hanya mengenyangkan tetapi juga memberikan kenikmatan dan nilai tersendiri bahkan hingga mampu menguatkan hati dalam kerinduan untuk kembali. Memiliki seseorang yang hebat ditengah kita adalah salah satu kekayaan yang patut di syukuri.
Dalam keluarga kami memiliki sosok seperti itu, yang hidangannya sangat dinanti meski tampilannya biasa di atas pinggan-pinggan lama namun aromanya saja membuat semua orang ingin mencoba. Apapun yang pernah dihidangkan oleh Uwak selalu terasa nikmat di lidah. Variasi menupun tak pernah sama setiap harinya. Selalu ada keberagaman dari hari ke hari kecuali jika memang masakan itu dibuat untuk beberapa kali makan. Salah satunya adalah gulau cubadak. Sebuah masakan dengan paduan santan kelapa dengan buah nangka muda. Bagi masyarakat dikampung kami sajian ini tidak hanya cocok dimakan harian saja namun dalam perhelatan masyarakat minang sudah menjadi cirikhas, selain rendang dan samba lado bada.
Tak pernah kami menemui dimanapun sayur timun dimasak dengan menumiskan bawang bercampur irisan cabe merah dan memasukkan timun yang telah dikupas dengan potong memanjang dalam kuah bening. Seolah tidak menarik tampaknya namun saat dinikmati dengan ikan kecil goreng balado yang dibuat oleh Uwak maka rasanya akan membuat kita mengenang jauh kampong halaman nan luas membentang.
“Wak alah makan Gaek Wak?” kami para cucu sering bertanya setelah mendapi hidangan di atas meja.
Biasanya saat Uwak dan Gaek makan, maka pintu depan dan pintu ke ruang tengah akan ditutup. Hal ini dilakukan agar selama menikmati hidangan tidak diganggu oleh suara erangan gerombolan kucing yang selalu tak pernah merasa kenyang. Jika saat pintu tengah sudah tertutup, itu artinya kami harus menunggu terlebih dahulu sebentar bersama kucing-kucing yang tak henti-hentinya berupaya semampunya untuk mengeluarkan suara yang memelas.
Malam itu tampak hidangan yang masih ada di atas meja sangat enak. Ada ikan tandeman kecil yang dicampur dengan jengkol yang ukurannya sebesar telapak tangan kami.
“Woi, gadangnyo jariang Uwak.” Kami yang sudah biasa melihat jengkol di masak sangat jarang sekali menemui yang selebar itu.
Memang jengkol adalah hidangan yang cukup banyak peminatnya di rumah. bahkan salah seorang cucu Uwak sangat suka sekali dengan hidangan yang satu ini. Baginya lauk tidaklah semenarik jengkol yang memiliki aroma luar biasa. Mungkin jika ada yang memberikan istilah tobat-tobal samba lado, maka menurut saya tepat juga jika di buat tobat-tobat samba jariang. Dia sangat menggoda saat akan dimakan namun aromanya cukup membuat kita menyesal telah menikmatinya.
Jengkol bisa dibuat dengan berbagai jenis racikan. Ada yang suka dengan rendang jariang, jadi tak selamanya rendang yang dikenal hingga masyarakat dunia ini selalu berbahan utama daging. Bahkan ada yang suka menggantinya dengan jengkol. Biasanya jengkol yang tua terlebih dahulu di rebus dengan ditambahkan daun salam atau terkadang daun jeruk dan kapur sirih. Agar aromanya sedikit berkurang akan tetapi rasanya akan tetap sama. Bentuk tampilan yang kedua adalah kalio jariang. Kalio tak jauh berbeda dengan rendang, hanya saja kalio lebih memiliki kuah sedangkan rendang di masak dengan sekering mungkin karena biasanya diperuntukkan hingga waktu yang lama. Tampilan yang ketiga adalah gulai jariang. Hidangan ini biasa di temui dalam keseharian yang lebih nikmat jika dicampir dengan ikan dan daun ubi kayu yang masih muda. Bentuk yang keempat adalah samba lado jariang. Ini juga biasa ditemui di setiap rumah makan minang. Karena dalam tampilan nasi ramas padang, goreng jengkol dengan cabe ditambah gulai cubadak merupakan pendukung yang biasa diguanakan. Sedangkan yang paling bisa menemani saat santai adalah karupuak jariang. Jengkol yang dipipihkan dan dijemur terlebih dahulu setelah kering barulah di goreng. Kelima tampilan jengkol diatas biasa ditemui dalam selera makanan orang minang.
Dari semua tampilan ini pastinya sudah pernah dicobakan oleh Uwak. Kebiasaan gotong royong saling membantu saudara sekampung mempersiapkan perhelatan adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan oleh suku budaya kami. Akibat selalu bersama dan bekerjasama mempersiapkan makanan membuat perempuan gadis minang terkenal menjadi perempuan yang pandai memasak.
“Ciek samo jo lah maambiak duo.” Gaek memberikan komentar yang membuat kami tersenyum.
Memang benar bukan kami saja yang merasa bahwa jengkol pilihan Uwak besar. Walau biasanya memang besar namun kali ini jauh lebih besar dari pada biasanya.
“Jariangnyo lamak tu,” Uwak memberikan penguatan atas jariang pilihan tadi siang di kedai depan.
Semua kami mengangguk membenarkan, karena memang cocok sekali campuran jengkol dengan ikan. Ditambah dengan sayur timun yang memiliki rasa sedernana sehingga tak menghilangkan kenikmatan utama jengkol.
Uwak memang memiliki pesona dalam sajiannya. Tak ada yang pernah kecewa dengan apa yang dihidangkan selalu luar biasa meski tampilannya sederhana. Tidak ada diantara generasi beliau yang dapat menggantikan posisi itu. Hingga tongkat estafet pergantian itu sampai pada generasi kami dengan jawaban yang tanpa basa-basi sunggung kami akan tetap berkata bahwa beliau adalah yang terbaik dalam kuliner.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
ya bu. jika di daerah padang Uwak artinya nenek. mau buat biografi fi. Cuma tetap nulis di sini jadi posting saja.Nanti saya perbaiki lagi bu.terimakasih masukannya
Tulisannya menarik Bu. Tapi ada beberapa typo yang menggganggu keindahan tulisan. Satu lagi mestinya dijelaskan Uwak itu siapa. Karena di rumah saya Uwak /Wak adalah panggilan untuk orang yang lebih tua dari Ibu atau Ayah saya. semacam Pak de/ bu de di jawa.