SESAL SEUMUR HIDUP ANDUANG
Barang siapa yang dikaruniai anak perempuan oleh Allah, kemudian ia tidak memusuhinya, tidak menghinakannya dan juga tidak melebihkan kedudukan anak laki-lakinya dibandingkan anak perempuannya, maka Allah akan memasukkannya ke dalam surga
(Abu Dawud meriwayatkan dari Ibnu Abbas)
Setiap pagi aku menyusuri jalan kurang lebih 2 km lebih untuk sampai ke sekolah. Terkadang ada teman untuk berangkat bersama akan tetati karena mereka sekolahnya lebih dekat sehingga aku sering pergi awal waktu. Padahal lebih senang jika bersama karena sambil bercerita, tertawa meskipun kami menertawakan diri sendiri.
setelah sarapan dan menyiapkan segala keperluan barulah berangkat. Kicauan burung di pagi hari, dan embun di pucuk-pucuk rumput menjadi salah satu kesenangan. Seolah menampakkan kesejukan. Apalagi jika terdapat putri malu, saat di sentuh daunya akan kuncup, layaknya seseorang yang bersembunyi dari kegaduhan sekitar.
Jika berangkat pukul 06.20 belumlah begitubanyak mobil yang lalu lalang. Hanya beberapa anak sekolah berpakaian seragam yang tampak berjalan kaki sesekali akan lewat kumpulan ibu-ibu yang baru selesai dari mesjid. Mungkin mereka istirahat dulu lepas sholat subuh atau mendengarkan pengajian. Selain menikmati suasana segar saat berjalan pagi ada sesuatu yang terkadang di tunggu-tunggu yaitu bertemu Anduang.
Anduang adalah seorang perempuan tua yang hampir setiap pagi duduk di kedai untuk menikmati sarapan. Ia memiliki anak hanya saja semuanya laki-laki. Tapi tak begitu jelas berapa orang. Awalnya tak mengenal siapa sosok wanita tua yang sering memanggil setiap melewati kedai lontong yang ada di pinggir jalan. Tempat dimana beliau sering duduk.
Pertama kali ia memanggil, aku hanya melihat dan tak mau menghampiri. Karena memang tak kenal. Hingga sampai di rumah kejadian itu ku ceritakan pada Ama. Ternyata ia adalah orang sekampung dengan Gaek, kakekku. Ama memperkenalkan beliau dengan panggilan Anduang. Esoknya saat ia memanggil aku barulah menghampiri. Tampak salah satu tangannya di dekap ke dada, lebih kecil dari pada tangan sebelahnya. Kakinyapun seperti itu, ukuran kedua berbeda terbayanglah bagaimana ia sulit berjalan.
"Anak Itikan?" ia memastikan siapa orangtuaku.
"Yo Nduang," aku mengangguk tanda setuju.
Lepas itu buru-buru ia mengeluarkan uncang, sejenis dompet yang terbuat dari kain. Dengan bagian tali di atas yang dapat di ikatkan. Ternyata ia mengeluarkan beberapa uang logam dan memberikannya.
"iko ambiaklah,"
Ia menyerahkan logam itu di tangan kecilku. Ada rasa heran pada awalnya namun sesudahnya aku tersenyum karena bisa belanja di sekolah. Kembali sepulang sekolah kejadian itu ku ceritakan. Ama terdiam sejenak dan duduk menghampiri.
“Jangan terlalu sering menerimanya karena ia mendapatkan uang itu dari meminta-minta di pasar.” Ama menatapku lekat-lekat.
"Haaa," sungguh aku benar-benar tak menyangka.
Ama menceritakan bagaimana kehidupan yang ia lalui. Hingga pada sebuah cerita yang menyedihkan. Ia dahulu memiliki seorang putri perempuan, anak terakhir. Pada masa itu anak perempuan haruslah di persiapkan pandai memasak, menjahit dan berbenah di rumah. Ia sangat ingin anaknya disiplin dan patuh. Hingga besar menjadi puti bungsu, sebutan untuk gadis minang yang memiliki kemampuan memasak, menjahit, merajut, berbenah rumah dan lain sebagainya. Akan tetapi terkadang terlihat berlebihan.
Anak gadisnya yang masih berumur 7 tahun sering lari ke rumah Uwak, nenek kami. Ia sering di marahi ibunya yaitu Anduang dan terkadang di pukul pakai ranting kayu jika melakukan kesalahan. Tak jarang ia melihatkan bekas merah cubitan ibunya. Gadis kecil itu acapkali berkata bahwa ibunya jahat suka marah terus selepas pulang dari bekerja.
Uwak sebenarnya telah berkali-kali menasehati untuk tidak terlalu keras pada anak perempuan, apalagi ia masih kecil.
“Sampaikanlah pelan-pelan jika mengajarkannya.” Begitu Uwak berujar
Akan tetapi ia selalu memberikan alasan bahwa anaknya nakal dan susah di atur. Sepanjang hari selepas ia pergi kepasar tak ada kerja yang baik di lakukan selain bermain saja. Padahal menurutnya anak perempuan mestilah rajin bekerja merapikan rumah.
"Tapi inyo masih ketek, banyak saba." Begitu kalimat Uwak yang disampaikan oleh Ama.
Uwak memang selalu baik pada semua orang, bahkan dengan anak-anak yang bermain ke rumah. Apapun yang dimakan oleh Uwak pastilah mereka mendapatkan bagian. Karena itulah banyak anak-anak suka berkumpul di sana.
Suatu hari anak gadis itu demam, hingga kondisinya lemas. Beberapa kali muntah dan mencret. Ia sempat di bawa ke dokter. Dan hasil diaknosa ternyata ia mengalami gejala tipus.
Uwak mengantarkan makanan dan mencoba menyuapi. Tidak seberapa mau di telannya. Seolah tak begitu berarti jumlah yang masuk. Tampak wajah penuh kekhawatiran pada Anduang. Banyak tetangga yang membesuk menasehati untuk sabar dan mendoakan supaya anak gadisnya segera sembuh dan kembali ceria ,lincah seperti biasanya. Akan tetapi ajal tak dapat di elakkan, berselang dua hari setelah Uwak menyuapinya gadis kecil itu menghembuskan napas terakhir.
Sangat berat Anduang menerima kenyataan itu. Anak perempuan satu-satunya yang begitu lincah, ceria dan keras kepala dimatanya itu kini telah diambil sang pemiliknya. Ternyata sebentar saja gadis surga itu singgah memberikan warna dalam kehidupan Anduang. Raungan tanda kehilangan yang paling dalam sering terdengar berkali-kali hingga proses pemakaman. Tak banyak yang bisa menenangkannya, hanya Uwak yang berkali-kali membuat ia mampu menghela napas dengan pelan.
Sungguh penyesalan yang dalam ia ungkapkan pada Uwak atas apa yang telah dilakukannya. Ia kehilangan sosok yang menghiburnya setiap pagi. Gadis kecil itu sudah bisa menghantarkan teh panas di atas meja sebelum ia pergi bekerja. Namun selalu saja ia memarahi saat pulangnya. Bukan gadis kecilnya yang salah ia yang tak mampu mensyukuri keberadaan anaknya. Setiap kali melihat anak-anak kecil apalagi anak perempuan akan membuat ia tertegun dan memperhatikan dengan lama. Mungkin saja ia masih terus mengenang buah hati yang telah pergi mendahuluinya. Semoga buah kesabarannya atas kehilangan dib alas Allah dengan surga. Dan semua kesalahannya di bayar dengan keikhlasan atas kehilangan yang sangat memilukan.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar