Sudaryanti

Yanti adalah nama panggilan. Bekerja sebagai guru MTs Negeri 2 Pontianak kelahiran 6 Juli 1973 di Kota Ketapang. Pendidikan terakhir S-2 Bahasa Indonesia. Ibu d...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kado Impian Nayra

Kado Impian Nayra

Tantangan menulis 60 hari (hari ke-51)

#tantanganGurusiana

Kado Impian Nayra (Part 27)

Laras merasakan seluruh tubuhnya nyeri terutama di lengan dan kaki kirinya. Nampaknya penyakit lama kambuh lagi. Cuaca yang dingin karena hujan terus menerus menjadi pemicu nyeri di tubuhnya kini. Memang lebih nyaman jika bagian nyeri itu digosok dengan minyak kayu putih atau balsem. Sayangnya ia merasa pusing setiap mencium aroma yang menusuk. Akibatnya nanti malah vertigonya kumat. Setelah memikirkan hal itu, Laras memilih menikmati saja sakitnya. Setelah salat magrib, dibaringkannya tubuh lelahnya. Sesekali tangan kanannya memijit-mijit lengan kiri yang semakin nyeri.

Gelagat Laras yang berbeda dari biasanya tak luput dari perhatian Rafa. Gadis itu sangat hapal dengan gaya sang mama. Sejak magrib tadi ia belum melihat mamanya keluar kamar lagi. Padahal biasanya mereka makan malam bersama. Waktunya hampir tiba, Laras tak juga muncul. Gadis itu pun memutuskan untuk menemui Laras di kamarnya.

“Mama, kenapa?”

“Tidak apa-apa. Cuma agak linu kaki dan tangan mama ini,” Laras berusaha menjelaskan agar Rafa tidak khawatir.

Dilihatnya anak gadisnya menarik napas dan beranjak ke meja riasnya. Mengambil handbody lotion lalu duduk di pinggir tempat tidur. Tanganya meraih jemari Laras lalu mengoleskan beberapa tetes lotion dan mulai memijat.

“Mama telalu letih bekerja…,” ucap Rafa.

Kalimatnya dibiarkan menggantung. Laras tertawa kecil. Ia tidak ingin anak gadisnya menganggapnya sakit. Ia merasa baik-baik saja.

“Mama cuma butuh istirahat, Nak. Sudah tiga hari ini di sekolah mama ada pelatihan. Mungkin mama kelamaan duduk jadinya seperti ini,”

“Kebanyakan duduk, kebanyakan mengetik, kebanyakan mikir,” tambah Rafa cepat.

Laras tersenyum mendengar celoteh Rafa. Rafa memang yang paling cerewet jika melihatnya berbaring. Diam-diam Laras memuji naluri Rafa yang begitu peka. Jari-jemari Rafa yang lembut memijiti lengannya. Rasa nyaman seketika mengusir rasa nyeri yang tadi mengigit. Laras memberi kode agar Rafa memijit betis kirinya. Gadis itu pun menurut.

“Hujan yang turun terus begini membuat tulang-tulang tuaku menggigil,” keluh Laras.

“Halaaah. Kalau mama seusia ini mengaku tua dan sakit-sakitan gimana lagi dengan Mbah Ti?” sanggah Rafa, “Mama masih muda. Cuma memang gila kerja,” pungkas Rafa.

Laras diam. Ia malas berdebat dengan Rafa. Percuma, anaknya pasti akan sanggup bersilat lidah mematahkan semua alasannya. Lebih baik ia menikmati saja pijitan demi pijitan jemari Rafa di betisnya ini. Kenikmatan yang diterimanya membuai mata. Sayup-sayup suara Rafa yang bersenandung sampai ditelinganya terasa semakin sayup.

Entah sudah berapa lama Laras terlelap. Saat ia membuka mata dilihatnya Rafa telah pula berbaring di sebelahnya. Bibirnya masih mendendangkan lagu-lagu dari girlband korea idolanya dengan sangat lancar. Laras menjangkau tubuh putrinya lalu memeluknya. Mendapat pelukan dari mamanya, Rafa pun membalas dengan ciuman.

“Aduh, mama kok asyik berdua Kak Fa di sini? Nayra sudah lapar ni. Kapan kita makan?” suara Nayra membuat Laras melepaskan pelukannya. Nayra pasti cemburu jika melihat ia memeluk Rafa.

“Kita makan yuk, Nay. Biarkan saja mama di kamar. Mama tak enak badan,” bujuk Rafa menggamit tangan adiknya.

“Mama sakit?” Nayra bertanya sambil mengikuti Rafa keluar kamar.

“Sedikit,” tukas Rafa

Sepeninggal Rafa dan Nayra, Laras membuka gawainya yang berkedip. Pesan whatshapp dari Kiki. Temanya itu sekarang punya pekerjaan tambahan yang membuat Laras repot dibuatnya. Yah, Kiki sangat sibuk mencarikan jodoh untuknya. Tampaknya Kiki belum kapok dengan penolakan Laras tempo hari.

“Ini Pak Candra. Duda dengan istri meninggal. Ganteng kan?” bunyi chat Kiki.

Laras tersenyum membaca chat sahabatnya itu. ia membubuhkan emotikon tertawa ngakak membalas chat itu. Laras yakin di seberang sana Kiki pasti gemas dengan kelakuannya. Laras tahu Kiki berusaha menolongnya. Kiki yang ingin ia segera menikah lagi.

“Kau jangan kalah sama dia, Laras,” begitu saran Kiki kepadanya saat mereka bertemu waktu itu.

“Aku tak merasa kalah, Ki,”

“Maksudku kalau Arya bisa menikah lagi, kau juga harus cepat menikah,” sergah Kiki.

“Aku belum ingin menikah. Aku merasa nyaman begini. Bisa jalan sama kamu dan teman-teman lain. Aku bahagia bersama anak-anakku.”

“Tapi jika memang ada jodoh, kamu tak boleh menolaknya Ras. Kamu masih muda. Jangan menyia-nyiakan hidupmu. Kalau kemarin kau tak bahagia bersama Arya siapa tahu kau akan bahagia bersama pria lain?” Kiki mengungkapkan alasannya dengan sangat logis.

“Terserah kau saja, Ki. Tapi sementara ini aku hanya ingin bersama anak-anak. Aku ingin mengobati trauma anak-anakku pasca perceraian orangtuanya. Mereka butuh pegangan. Dan itu adalah aku,”

Laras yakin Kiki sangat mengenal wataknya yang keras kepala. Ia terlalu keukeuh memegang prinsipnya. Namun Laras juga menyadari ia tetaplah manusia normal yang suatu hari membutuhkan pasangan. Apalagi bila kelak anak-anaknya sudah berumah tangga. Laras pasti membutuhkan seseorang yang bisa mendampinginya melanjutkan hidup. Karena itulah Kiki mengubah taktiknya dengan memperkenalkan beberapa pria kepadanya.

“Ku telpon, ya,” ujar Kiki lagi. Sekejap kemudian gawainya bergetar Laras mengangkat panggilan.

“Hei, aku serius tahu?” suara Kiki menyergap pendengarannya. Laras terkikik geli. Ia membayangkan wajah kiki yang serius dengan bola mata besarnya yang melotot saat mengatakan itu.

“Jangan repot, Ki. Aku bisa cari sendiri kalau mau,” kelakar Laras.

“Kelamaan, Bu. Basi tahu!”

“Semangat sekali kau mencarikan jodoh buatku. Padahal Nayra belum tentu ingin papa baru.” Laras masih tertawa geli.

“Kita dekatkan dulu dengan Nayra,” saran Kiki.

“Tidak, Ki! Jangan! Aku tak mau Nayra trauma. Sudahlah, Jangan memaksaku untuk menikah sementara hatiku belum ingin. Dampaknya akan luar biasa. Kau tahu, aku ini cerewet sekali sebagai perempuan.”

“Iya kau memang cerewet, judes, dan sok cantik,” sahut Kiki di ujung gawai.

“Izinkan aku santai sejenak ya, Ki. Kalau aku berubah pikiran, aku akan memberitahumu,” bujuk Laras.

“Kau kira aku biro jodoh. Ya, sudahlah kalau memang kau belum ingin dekat dengan seseorang. Tapi janji ya, kau tak lagi memikirkan si Arya yang brengsek itu,” cerocos Kiki sewot.

“Iya, aku janji.”

“Udah dulu, Ras. Suamiku ngajak keluar ni. Kamu baik-baik ya. bye.”

Di ujung sana Kiki sudah menutup panggilan. Laras meletakkan gawai di atas bantal. Sejenak ia termenung memikirkan kata-kata Kiki. Sahabatnya tak ingin ia memikirkan Arya. Laras merasa itu suatu permintaan yang sangat sulit. Tak mungkin ia melupakan Arya dari ingatannya. Kecuali jika ia terkena amnesia. Sayangnya itu tak terjadi. Laras masih mengingat semua tentang lelaki itu dengan sangat baik. bukan untuk kembali kepada mantan suaminya. Namun, ia berusaha membuat ingatannya tidak lagi meninggalkan rasa sakit. Laras beranjak dari tempat tidur. waktunya untuk mendekati Nayra, Rafa dan Kemal juga Arif yang pasti sudah selesai makan malam. Sudah waktunya Ia bercengkrama dengan keempat anaknya.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semoga Laras bisa menemukan lelaki yang layak jadi ayah sambung anaknya. Lanjut say

20 Jul
Balas

terima kasih Bun.

21 Jul



search

New Post