Sudaryanti

Yanti adalah nama panggilan. Bekerja sebagai guru MTs Negeri 2 Pontianak kelahiran 6 Juli 1973 di Kota Ketapang. Pendidikan terakhir S-2 Bahasa Indonesia. Ibu d...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kado Impian Nayra (Part 24)

Kado Impian Nayra (Part 24)

Tantangan menulis 60 hari (hari ke-38)

#tantanganGurusiana

Kado Impian Nayra (Part 24)

Arya menginjakkan kakinya di beranda rumah. Dalam keremangan senja matanya menangkap sesosok bayangan berkelebat. Tergesa ia mengejar ke dalam. Dari postur tubuhnya sosok tadi jelas seorang lelaki. Tubuhnya kurus tinggi mengenakan celana pendek selutut dan memakai ikat kepala berwarna hitam. Rasanya ia tidak mengenal orang ini. Seolah-olah tahu sedang diikuti, lelaki itu menyelinap masuk ke kamar. Arya terkejut. Dengan langkah lebar ia menuju ke kamar. Pintu kamar yang tertutup langsung didobraknya. Di dalam kamar tampak Devi sedang berkemban handuk. Sepertinya wanita itu baru selesai mandi. Arya mendekati Devi yang tampak kebingungan dengan tingkahnya yang mengintip ke dalam lemari, kolong tempat tidur dan menyibak pakaian yang bergantungan di belakang pintu. Karena merasa tidak menemukan apa yang dicarinya, Arya menatap tajam ke wajah Devi.

“Kemana kau sembunyikan laki-laki itu?” tanyanya garang.

“Siapa? Laki-laki apa, Bang?” tanya Devi dengan bingung.

“Lelaki yang baru saja masuk ke kamar ini. Bertubuh kurus dan bercelana pendek dengan ikat kepala!” ujarnya dengan napas tersengal.

“Tidak satu orang pun yang masuk ke kamar ini!” pekik Devi. Dari suaranya jelas sekali ia merasa tersinggung dengan kata-kata Arya barusan.

“Tapi aku melihat sendiri lelaki itu berlari ke sini, kenapa bisa menghilang?” suara Arya terdengar gamang. Ia mulai tak yakin dengan pandangannya sendiri. Tadi aa sangat yakin lelaki itu masuk ke kamar ini tapi sekarang a ia tak bis menemukannya di sini.

Rasa penasaran masih menyelimuti hati Arya. Ia bergegas ke luar kamar. Diperiksanya dapur hingga halaman belakang. Namun, nihil. Sosok yang dilihatnya tadi lenyap bagai di telan bumi. Dengan gontai ia kembali ke kamar dan merebahkan dirinya di tempat tidur. Dipejamkannya mata untuk sejenak mengusir pikirannya yang tak tenang.

Sejanak ia mulai merasakan napasnya kembali normal. Ia mulai terlelap oleh kantuk yang tiba-tiba datang. Hening terasa menyergap. Tiba-tiba keheningan itu terkoyak oleh suara gaduh. Pekikan ketakutan Devi. Seketika Arya terlompat dari tempat tidur. Suara datang dari arah beranda. Arya melihat Devi meronta-ronta dalam pelukan seorang lelaki yang memaksanya ke luar dari rumah. Arya mengajar tapi langkahnya terhenti karena pintu yang mendadak tertutup dengan sangat kencang hingga menimbulkan suara berdebum. Tangan Arya refleks meraih gagang pintu lalu berusaha membukanya. Usahanya gagal. Pintu seperti terkunci. Dengan panik Arya menendang pintu sekuat tenaga. Daun pintu tidak bergeming. Arya beralih ke jendela. Lebih mustahil karena jendela telah dipasangi terali besi. Dari balik kaca jendela dilihatnya Devi sudah tenang. Istrinya justru tampak bergandengan tangan dengan lelaki tadi. Hati Arya panas. Darahnya terasa mendidih melihat Devi tertawa-tawa sambil menatap kepadanya yang sedang terkurung di dalam rumah.

Di keremangan sinar lampu beranda Arya berusaha mengenali wajah lelaki yang kini bersama istrinya. ia tak mampu mengingat siapa gerangan lelaki itu. wajah yang tak lagi muda dengan bibir merah seperti bergincu. Lalu pakainnya yang hanya celana pendek dan ikat kepala berwarna hitam. Tanpa sehelai benangpun yang menutup tubuh bagian atas. Rangkaian tulang rusuk terlukis nyata dari balik kulit tuanya.

‘Buka pintunya Devi!” Arya berteriak dari dalam rumah.

“Kau rasalah sendiri Arya. Nikmati nasibmu sekarang.”

suara lelaki itu terdengar parau dari balik pintu. Tak lama berselang tampak percikan api menyambar kakinya. Arya tersengat mundur. Percikan api mulai menjilati tirai jendela lalu melahap dinding rumah yang terbuat dari papan berpian. Nyala api yang semakin besar menciptakan gumpalan asap hitam yang semakin lama semakin banyak. Arya mulai batuk-batuk menghirup asap. Lehernya terasa dicekik dan napasnya sesak. asap telah pula menutup pandangannya. Ia hanya bisa mendengar suara Devi yang terus tertawa bersama lelaki asing itu. Arya yang mulai kehilangan tenaga juga setengah kesadarannya tak ingin menyerah begitu saja. Dengan sisa tenaga, ia berteriak.

“Heiii! Siapa kau sebenarnya, Pak Tua?” pekik Arya.

“Tanyakan saja pada istrimu. Ia yang memintaku melakukan hal ini kepadamu!”

Arya berteriak-teriak panik. Ia terkurung kobaran api di dalam rumah itu. permintaan tolongnya kepada Devi tak lagi berguna. Awalnya ia mengira istrinya akan diculik oleh orang tak di kenal tadi, tapi ternyata itu hanya trik agar Devi tidak ikut terkurung bersamanya. Ia benar-benar tak menyangka kalau Devi akan tega melakukan kekejian ini kepadanya. Ia akan segera mati hangus. Bahkan mungkin berbaur dengan tiang-tiang rumah dan tidak bisa dikenali lagi. Dalam keputusasaannya menunggu nasib, bayangan Nayra berkelebat di kepalannya. Nayra gadis kecilnya sangat sedih karena kehilangannya. Nayra akan menjadi anak yatim. Hati Arya bagai tercabik-cabik memikirkan hal itu. semangatnya tumbuh. Dengan sekuat tenaga ia menendang dan memikul daun pintu yang sudah dilalap api. Hawa panas menyelimuti tubuhnya sedari tadi tak dihiraukan. Pekikannya mengiringi setiap gerakan yang dibuatnya.

“Arya.. Arya.. kau kenapa?” suara Mak Leha terdengar dari balik pintu kamar. Ibu mertuanya berteriak-teriak sambil menggedor pinu kamar.

Arya terkejut. Ia tersadar dari mimpi buruk. Dilihatnya sekeliling. Ia masih berada di kamar. Sepintas diliriknya arloji di pergelangan tangannya. Pukul sebelas lewat sepuluh menit. Sungkan rasanya jika ia harus membuka pintu. Ia tak merasa nyaman dengan tatapan keheranan yang mungkin akan diterimanya.

“Iya, Mak. Saya baik-baik saja,” katanya sambil mengintip dari celah pintu kamar.

“Syukurlah. Apakah kau masih demam?” tanya Mak Leha.

“Sudah turun panasnya, Mak.”

“Mak ke kamar dulu ya. Sebentar lagi Devi pulang istirahat,” ujar Mak Leha sambil berlalu.

Di dalam kamar Arya terbengong-bengong memikirkan mimpi tadi. Mimpi itu terasa begitu nyata. Tawa Devi bahkan masih terasa begitu jelas diingatannya. Demikian juga dengan kata-kata lelaki tadi. siapa sesungguhnya lelaki dalam mimpinya itu? Benarkah ini hanya mimpi buruk biasa yang menghantui karena beberapa hari ini ia terserang demam? Mengapa pula demamnya ini tak juga sembuh? Padahal sudah empat kali Devi menemaninya ke dokter.

Arya meniru kebiasaan Laras yang tak bisa percaya pada satu dokter. Laras selalu berusaha mencari second opinion dari dokter lain. Demikianlah Arya meminta Devi mengantarnya berganti-ganti dokter dari dokter umum, internis hingga seksolog bukan untuk mencari tahu penyebab demam melainkan tentang penyebab libido seksualnya yang tak terkendali. Jika empat bulan lalu Arya hanya menjadikan hal itu bahan bercandaan di kedai kopi, namun, kini ia merasakannya sendiri. Hampir tiga bulan ini Ia mengalami kesulitan menghentikan libidonya yang meledak-leda. Devi memantik gairah bercintanya. Setiap hari, entah Pagi, siang dan malam hampir tak menganal waktu mereka melakukannya. Kebiasaannya ini sudah melebihi batas dan menguras energinya. Dampaknya ia menjadi sangat letih dan mudah sakit. Berat tubuhnya sudah berkurang hingga dua belas kilogram. Anehnya dokter-dokter itu mengatakan bahwa Arya baik-baik saja. Hal yang membuatnya semakin penasaran karena ia tak merasakan semua itu jika Devi sedang pergi atau tak bersamanya seperti sekarang.

Arya menghela napas. Ia teringat dengan Tuk Banong. Guru sekaligus orang tua angkatnya yang sudah meninggal lima tahun lalu. Dari Tuk Banong ia belajar sedikit ilmu tentang guna-guna dan ilmu pelindung diri. Ia tak perlu takut akan terkena santet atau ilmu hitam dari lawannya dengan ilmu pendinding atau pelindung diri itu walaupun pergi ke seluruh pelosok pulau Kalimantan ini. Sudah lama sekali ia tak menggunakannya karena tak lagi bepergian. Arya menepuk keningnya. Ia penasaran dengan penyakitnya. Apalagi jika dihubungkan dengan mimpinya tadi, semakin terasa janggal. Bayangan Devi dan lelaki asing yang tertawa saat melihatnya terkurung dalam api, bermain di pelupuk matanya. Arya mendengus kesal. Perlahan-lahan kecurigaan merambati hatinya.

***

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Bu Yanti, terus konsisten di jalurnya. Kuatkan tokohnya. Panaskan konfliknya, ledakkan ceritanya. Gegerkan dunia, he,... semangat!

07 Jul
Balas

Terima kasih Pak

07 Jul

Waw... keren sekali ceritanya bun...deg-degan aku membacanya... ternyata hanya mimpi...ada apa dengan Arya...? kenapa dengan Devi? Penasaran dengan lanjutannya bun...

06 Jul
Balas

Terima kasih sudah mampir bun

06 Jul

Semakin seruuuu. Lanjuut Kak

07 Jul
Balas

Terimabkasih mam

07 Jul



search

New Post