Kuluk kuluk kuluk

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Aku Benci Ayah

Mempunyai seorang ayah tentulah keinginan setiap manusia. Ayah bisa menjadi pelindung dalam segala hal. Dalam kehidupan seorang anak, ayah bisa menjadi panutan. Begitu juga aku. Aku pun sangat mencintai ayah. Mendambakan seorang ayah yang mempu melindungi anak-anaknya.

Seorang anak kecil marah kepada ayahnya, kemudian mengamuk, tentu hal yang umum terjadi. Seperti juga begitu umumnya anak yang sangat penurut bahkan cenderung pasif dalam hidupnya. Bagi seorang ayah, memiliki anak yang agresif maupun anak yang pasif tentu bukan hal yang menyenangkan.

Begitu pun aku. Sebagai anak yang dilahirkan dari seorang ayah yang temperamental, aku pun memiliki sifat temperamental. Mudah marah meski karena hal yang sepele.

Seperti hari itu, aku lupa marah karena apa. Yang jelas, dinding rumah yang terbuat dari anyaman bambu, kutendang hingga dinding ruang tamu jebol ke arah samping. Jika tidak hujan, tentu itu bukan sebuah masalah karena ayah bisa segera memperbaikinya. Namun ini, waktu sudah sore dan hujan lebat.

Aku tidak tahu seberapa marahnya ayah terhadap sikapku itu. Yang aku tahu, aku melihat ayah segera memperbaiki dinding anyaman bambu itu ala kadarnya. Aku tidak pernah tahu apa yang terjadi dengan kedua orang tuaku di kamar. Yang kutahu, beberapa hari kemudian ada orang bekerja merehab rumah kami.

Aku mendambakan ayah yang melindungi anak-anaknya. Tidak seperti hari itu. Ayah pulang dalam keadaan mabuk. Bau minuman keras terpancar dari mulutnya. Matanya merah. Di tangannya sebotol minuman keras sudah tanpa tutup, isinya tersisa separuhnya. Sebagai anak kecil, aku merindukan ayah. Tapi melihat gaya ayah saat itu, aku merasa sangat takut. Aku yang berlindung di belakang ibu direnggut ayah dan didirikan di atas meja. Aku berdiam diri, tak tahu apa yang terjadi dan apa yang akan terjadi.

Ayah menuang isi botol ke dalam tutup botol yang ada di tangan satunya. Menyuruhku meminumnya. Aku yang tidak berani menolak, segera meraih tutup botol itu dan menyeruputnya. Segar, nikmat terasa di tenggorokanku.

Beberapa bulan setelah peristiwa itu, aku tahu dari cerita ayah terhadap ibu. Ayah dalam posisi sulit di kantornya. Jabatannya direbut teman sekantornya. Jabatan yang sebenarnya tidak seberapa, hanya seorang juru bayar gaji. Namun tips dari para penerima gaji cukup membantu bagi ayah yang seorang pegawai rendahan.

Krena kehilangan tambahan penghasilan itulah ayah marah. Namun kemarahan itu tidak bisa disalurkannya. Akibatnya, ayah lari pada minuman keras. Namun ternyata nasib baik tidak beranjak jauh. Tidak lama setelah peristiwa itu, ayah mendapatkan kesempatan untuk mengikuti pendidikan. Kesempatan itu tidak disia-siakan ayah. Selama tiga bulan ayah mengikuti pendidikan. Beberapa kali kami diizinkan utnuk menengok ayah di tempat pendidikan yang memang tempatnya tidak jauh dari rumah. Aku sangat gembira mendapatkan kesempatan menjenguk ayahku.

Kegembiraan dan kebencian dalam kepalaku terhadap ayahku memang selalu datang silih berganti. Di saat lain, ayah berkendara sepeda motor. Di jalanan sepi, dua buah truk yang berpapasan berhenti sejajar dan kedua sopirnya ngobrol. Ayah menghentikan sepeda motornya di posisi yang tidak mungkin terlihat oleh sopir turk di depannya. Merasa mereka menghalangi jalan terlalu lama, ayah membunyikan klakson sepeda motornya. Truk yang berlawanan arah dengan tujuan ayah segera berjalan. Celakanya, truk di depan ayah bukannya melanjutkan perjalanan. Truk itu malah mundur sehingga sepedda motor ayah tertabrak. Untung banyak orang yang melihat dan berteriak. Dengan teriakan orang-orang itu, sopir truk menyadari ada yang tidak beres. Truk berhenti.

Ayah yang emosi, segera meninggalkan sepeda motornya dan mendatangi sopir truk. Tak ayal, sopir truk menjadi bulan-bulanan ayah. Mendengar ayah bercerita seperti itu dengan bangga, muncul rasa benciku pada ayah. Menurutku ayah keliru. Semestinya ayah berhenti tidak tepat di belakang truk. Ayah semestinya berhenti di belakang truk agak ke kanan atau di sebelah kiri truk. Dengan cara itu, sopir truk bisa melihat posisi ayah dari kaca spion truknya.

Meski begitu, ayah pun tidak sepenuhnya salah. Sopir truk semestinya memastikan bahwa tidak ada apapun di belakang truknya. Tidak langsung mundur begitu saja. Apalagi itu terjadi di jalanan umum meskipun jalanan itu sepi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Karena benci ayah jadi tulisan hebat! Muncul benci manusiawi. Semua yg terjadi ada hikmahnya, ada pembelajaran di dlmnya. Dalam benci ada Cinta he... He... Mksh Pa! Keren

02 Aug
Balas

Saya pernah membenci ayah, tapi sebagai anak, saya menghormati keputusan dan tindakannya, karena itulah yang terbaik menurutnya berdasarkan pemikirannya pada saat itu.

02 Aug
Balas

Kita harapkan semua ayah jadi pelindung supaya jangan dibenci anak,semua anak jangan membenci ayah dan selalu mendoakan ayah .

02 Aug
Balas

Lain ayah, lain ceritanya. Namun semua itu ada hikmahnya Mas.

19 May
Balas



search

New Post