Sholat 1
Sholat 1
Ibadah hanya untuk orang tua? Tentu jawabnya, tidak. Dalam agama apapun, generasi mudanya adalah generasi yang diharapkan semakin kuat dan mampu mempertahankan dan mengembangkan agamanya.
Hal seperti di atas adalah harapan. Harapan itu seringkali bertolak belakang dengan kenyataan yang terjadi. Peristiwa berikut adalah pengalaman pribadi semasa saya masih kecil, semasa saya belum mengenal baik buruk, semasa saya tidak mengenal orang lain dengan baik, semasa saya tidak tahu marah atau kata-kata biasa.
Peristiwanya kapan terjadi, saya tidak mengetahuinya dengan tepat. Yang saya ingat, semenjak itu, ayah saya tidak pernah lagi membawa saya ke mushola itu. Mushola apa, sayapun tidak pernah mengetahuinya. Yang saya ingat, musholla itu berada di lingkungan perkantoran yang selalu dijaga dan berpagar kawat berduri di sekeliling perkantoran itu. Di bagian luar pagar yang berumput hijau dengan pepohonan cemara dan mahoni, cukup menjadikan tempat itu sebagai tempat yang menyenangkan untuk bermain kami anak-anak di kampung itu.
Di luar pagar, ada menara besi yang tidak terlalu tinggi. Saat itu saya sudah bisa membacanya meski masih terbata-bata. Sekarang saya menyadari bahwa tulisan di puncak menara masih menggunakan ejaan lama. Saya selalu membacanya dengan bunyi, "tejimahi" tulisannya sendiri berlambang TJIMAHI. Sekarang saya tahu bahwa itu adalah menara Cimahi. Betul, saya tinggal di daerah itu selama lima tahun. Produk pendidikan dengan EYD 1972 sementara berbagi teks masih menggunakan ejaan lama. Sudah 38 tahun saya meninggalkan tempat itu. Apakah menara itu masih ada atau tidak, jelas saya tidak mengetahuinya.
Kembali pada masalah ibadah. Semenjak kecil saya selalu diajak pergi sholat Jumat oleh Bapak. Saya hanya mengikutinya meskinlebih sering dengan rasa malas. Sungai, kebun orang, halaman orang yang sejuk, lebih menyenangkan ketimbang ke masjid.
Suatu hari Jumat, Bapak mengajakku ke mushola di tempat itu. Itu adalah sholat Jumat terakhir di Mushola itu. Saya tidak pernah tahu benar apa alasan Bapak tidak pernah mengajak saya sholat di musholla itu. Mushola itu tidak jauh dari rumah kami meski untuk menuju ke sana harus berjalan memutar melalui gerbang kantor. Kalau kami anak-anak, biasanya merayap melalui bawah pagar kawat berduri. Kami , tidak jera meski sering kepala, punggung, pantat, atau betis tersangkut pada ujung duri kawat itu. Bagi kami, merayap melalui bawah pagar kawat berduri itu menyenangkan.
Baru beberapa waktu kemudian, Bapak menceritakan kebenciannya dengan khotib sholat Jumat di mushola tersebut. Awalnya adalah saat mendengartkan khutbah, saya sebagai seorang anak berusia 7 atau 8 tahun, tidak tahu benar atau salah, berbicara atau merengek saat khutbah berlangsung. Karena tidak mau diam, khotib menegur Bapak saya di antara khutbahnya masih dari atas mimbar,. Tentu saja bapak merasa malu dan tersinggung. Begitu cerita bapak mengenai mengapa kami tidak pernah lagi sholat Jumat ataupun sholat tarawih di musholla tersebut.
Kawan-kawan sepermainan, selalu bercerita mengenai asyiknya sholat di musholla itu karena tenang, tidak berisik. Pribadi saya sangat iri dengan cerita itu, namun saya tidak pernah berani bertanya ataupun protes kepada Bapak. Yang jelas, saya dan bapak tetap melaksanakan sholat Jumat di masjid lain. Hal itu berlangsung sekitar empat tahun sampai akhirnya kami pindah tempat tinggal.
Suatu hari, peristiwa itu menimpa anak saya. Nanti akan saya tuliskan di kesempatan mendatang.
1 Ramadhan 1438
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Saya tak pernah memarahi anak-anak yang meribut di masjid karena namanya aja anak-anak. Kalau anak-anak mau ke masjid itu adalah pertanda baik untuk masa depan.