Andi Muhammad Yasin

Tinggal di Sidoarjo. Ayah 4 orang putera. Penulis buku-buku biografi...

Selengkapnya
Navigasi Web
IMIGRASI YANG MENEGANGKAN

IMIGRASI YANG MENEGANGKAN

Saya pernah kehilangan paspor. Untungnya saat itu masih di Indonesia. Tidak terbayangkan kalau hal tersebut harus terjadi saat di luar negeri. Agar bisa punya paspor lagi, saya pun melapor ke Kantor Imigrasi Surabaya di Juanda. Saya harus diperiksa dan menandatangani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Penyidiknya dua orang petugas imigrasi. Keduanya perempuan.

Mereka berdua sangat tegas saat menyidik. Saya terbayang, mungkin seperti itu pemeriksaan di kantor-kantor militer. Saya berusaha tenang menjelaskan kejadian hilangnya paspor itu. Tapi, saat itu saya dianggap menghilangkan dokumen negara. Untungnya semua dokumen laporan dan pendukungnya sudah lengkap, termasuk surat kehilangan dari Kantor Kepolisian. Mereka pun akhirnya mengizinkan saya untuk bisa punya paspor lagi.

Ketegasan petugas imigrasi saya temui juga saat melakukan ibadah umrah. Kembali saya dibuat deg-degan. Kejadiannya saat kami baru saja mendarat di Madinah. Kakak saya yang satu rombongan umroh melakukan sesuatu yang dianggap terlarang. Dia memfoto tulisan selamat datang di Madinah. Permasalahannya, dia melakukan itu di tempat ruang pemeriksaan imigrasi di Madinah. Sontak petugas perempuan yang melihat itu memanggil kakak saya yang masih dalam antrean. Posisinya saat itu sudah di depan loket pemeriksaan.

Petugas itu memakai cadar, khas petugas-petugas perempuan di sana. Meski demikian, dia menginterogasi dan memarahi kakak saya. Semua foto-foto diminta untuk dihapus dari ponselnya. Kakak saya hanya melakukan satu kali pengambilan gambar, namun petugas itu meminta untuk melihat dan menghapus foto-foto yang ada. Untung saja, akhirnya petugas itu percaya bahwa foto di ruangan itu telah dihapus. Sebagai hukumannya, kakak saya diminta antre kembali dari belakang.

***

Saat ke Singapura hari Ahad (22/1) kemarin, kekhawatiran akan berhadapan dengan ketegasan khas petugas imigrasi itu kembali menyeruak. Malam hari sebelum berangkat, kawan-kawan penulis di Batam mengkhawatirkan nama Muhammad yang ada pada saya. Bahkan drh. Barry Prima malam itu juga menanyakan kemungkinan seandainya janggut pendek saya dicukur dulu sebelum berangkat. Saya bismillah saja, tetap berangkat apa adanya. Berharap tidak ada penolakan saat tiba di Singapura.

Usai menyeberang menggunakan Kapal Ferry Queen Star 1 dari Batam, saya pun langsung masuk diantrean pemeriksaan imigrasi. CEO MediaGuru berbaris di depan saya. Sementara itu Om Roy, Redaktur Majalah Literasi ada di belakang saya. Entah apa sebabnya, tiba-tiba seorang petugas memanggil saya keluar dari antrean. Dia meminta paspor dan KTP saya. Petugas itu juga menanyakan berapa lama saya akan berada di Singapura. Selain itu dia menanyakan beberapa hal lain terkait keberadaan saya di sana.

Akhirnya paspor dan KTP saya dikembalikan. Saya diminta kembali ke barisan. Namun, saya sudah tertinggal jauh dari teman-teman satu rombongan lainnya. Sebagian sudah lolos, sementara yang lainnya sudah mendekati loket-loket pemeriksaan. Ditinggal sendiri seperti itu saya sebenarnya tidak khawatir. Kecuali satu hal, SG Arrival Card (SGAC).

Untuk bisa masuk Singapura, dibutuhkan SGAC. Saya sudah punya dokumen ini. Permasalahannya SGAC saya tersimpan di ponsel dalam bentuk file pdf. Sementara pada saat itu ponsel saya sedang error. Tidak mau menyala sejak naik ke dalam kapal. Saya khawatir dokumen itu ditanyakan.

Saat antrean sudah semakin dekat dengan loket pemeriksaan, ada petugas yang menghampiri saya. Dia menanyakan apakah saya sudah membuat SGAC. Saya katakan kepadanya bahwa dokumen itu tersimpan di ponsel yang sedang error itu. Setelah mengaskan lagi pertanyaannya dan jawaban saya, petugas itu pun beralih menjauh.

Akhirnya saya sampai di loket pemeriksaan. Deg-degan pastinya. Namun, saya berusaha untuk tetap tenang. Alhamdulillah, tidak ada masalah sama sekali. Saya bisa bebas melenggang masuk ke negara yang dulu bernama Temasek itu.

Nasib berbeda dialami anggota rombongan kami, Om Roy dan Bu Nurhayati. Keduanya harus masuk ke ruangan interogasi. Untungnya mereka tidak terlalu lama dikunci di ruangan tersebut dan akhirnya bisa bergabung dengan kami. Sempat ada kekhawatiran, jangan-jangan mereka bernasib sama seperti pendakwah terkenal dari Indonesia yang dipulangkan sebelum bisa masuk ke negara itu.

Gedangan, 26 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post