Andi Muhammad Yasin

Tinggal di Sidoarjo. Ayah 4 orang putera. Penulis buku-buku biografi...

Selengkapnya
Navigasi Web
KEMBALI KE PULAU PENYENGAT

KEMBALI KE PULAU PENYENGAT

Belum Ke Tanjungpinang kalau belum ke Pulau Penyengat. Begitulah kata-kata yang selalu saya terima setiap kali menginjakkan kaki di ibukota Provinsi Kepulauan Riau ini. Akhirnya, hal itu pula yang saya lakukan setiap kali menginjakkan kaki di Tanjungpinang. Saya memang baru dua kali di kota ini. Jarak antara kunjungan pertama dan kedua berjarak tepat setahun.

Januari 2022, saya ke Tanjungpinang setelah sebelumnya empat hari tiga malam di Kabupaten Lingga. Perjalanan empat jam naik kapal saya jalani untuk sampai ke Tanjungpinang saat itu. Baru saja mendarat dan keluar dari Pelabuhan Sri Bintan Pura, tiba-tiba drh. Barry Prima yang mobilnya saya tumpangi membelokkan mobil ke sebuah jalan kecil dan parkir di Pelabuhan yang juga kecil. Itulah pelabuhan yang akhirnya mengantarkan saya ke Pulau Penyengat.

Tahun ini, tepat di bulan Januari juga saya kembali masuk ke pelabuhan kecil itu. Kali ini diantarkan oleh Pak Sarianto, guru agama Islam di SMKN Tanjungpinang. Ini bukan perjalanan yang kami rencanakan. Semua berawal karena ketidaktahuan kami dari tim MediaGuru saat membeli tiket di Pelabuhan Punggur, Batam. Kami tidak tahu kalau Kepala Kantor Kemenag Bintan menjemput kami di Pelabuhan Uban, Bintan. Ternyata tiket yang kami beli adalah tiket ke Pelabuhan Sri Bintan Pura. Alhamdulillah, panitia dari SMKN 1 Tanjungpinang menjemput kami di sana.

Karena datang masih terlalu pagi, kami belum bisa masuk ke kamar hotel. Pulau Penyengat pun akhirnya menjadi tujuan wisata kami. Ada sedikit perbedaan yang saya dapatkan. Banyak perbaikan di sekitaran Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat. Lantai masjid sedang dipoles ulang, Karena itu saat akan Shalat Zuhur di sana, batas suci hanya di dalam ruang utama masjid. Akibatnya sepatu kami bisa sampai ke dekat ruang utama masjid. Ini berbeda saat kedatangan saya sebelumnya. Sepatu hanya bisa sampai di pinggir pagar di luar.

Demikian pula dinding-dinding masjid kembali di cat ulang. Tampak sekali cerahnya warna masjid saat itu. Di area makam pahlawan nasional Raja Haji Ali pun demikian. Jalan menuju ke sana tampaknya baru selesai dicat juga. Sehingga semua tampak indah, asri, dan penuh warna. Kami juga menyempatkan ziarah ke makam Raja Haji Fisabilillah. Saya sangat menghargai jasa-jasa mereka. Raja Haji Ali merupakan ulama, ahli sejarah, dan juga Bapak Bahasa Indonesia. Sedangkan Raja Haji Fisabilillah merupakan Yang Dipertuan Muda Lingga, Johor, Pahang IV. Beliau gugur dalam perang melawan Belanda di Teluk Ketapang, Melaka. Yang jangan dilupakan, mereka berdua keturunan Bugis yang ikut mengabdi di Tanah Melayu. Tak heran, nama mereka menghiasi berbagai nama tempat di Tanjung Pinang dan sekitarnya.

Batam, 20 Januari 2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post