Pak Amir
Sebenarnya aku malas ke sekolah. Sudah seminggu ini ada makhluk menyebalkan yang selalu menunggu di pintu kelas. Sudah 2 hari ini aku berhasil kabur darinya dengan cara ke ruang guru terlebih dahulu, berpura-pura menanyakan materi yang belum jelas, kemudian mengikuti guru masuk ke kelas.
Hari ini aku ragu-ragu untuk melakukan cara yang sama. Baru membayangkan aku sudah ngeri duluan. Guru jam pertama adalah Pak Amir, guru paling galak di sekolah ini. Rasa-rasanya tidak ada murid yang berani dengan beliau. Jangankan bertanya, mau membuka mulut sudah takut duluan. Hobi beliau menjawab pertanyaan dengan pertanyaan. Niat hati bertanya malah jadi dapat pertanyaan. Kan malah jadi pusing 7 keliling.
Ah, tapi nampaknya tidak ada jalan lain, daripada aku diganggu sama manusia satu itu, lebih baik aku menunggu Pak Amir di luar ruang guru dengan modus akan membawakan tasnya. "Nin, kok kamu di sini. Ada apa?" tanya Pak Amir kala melihat aku di depan ruang guru. "Tidak apa-apa, Pak. Mau membantu membawakan tas Bapak ke kelas." "Tumben. Ada apa, Nin?" "Nggak ada apa-apa kok, Pak. Hari ini pas kebetulan piket saja." "Oh gitu. Ya sudah, silahkan. Ini tas saya," Jawab Pak Amir seraya menyerahkan tasnya tanpa bertanya lagi.
Sambil mengikuti Pak Amir, aku mulai memikirkan satu per satu kebaikannya. Sebenarnya Pak Amir ini baik. Aku yakin begitu meski teman-temanku nggak yakin. Aku berusaha meyakinkan mereka, eh nggak ada yang percaya. Kata mereka aku mengada-ada. Padahal beneran, Pak Amir itu baik, kadang-kadang tiba-tiba memberi uang. Katanya untuk jajan. Suka tanya-tanya apakah sudah makan, meskipun cuma sebatas nanya. Kalau aku menjawab belum paling-paling cuma dikomentari untuk segera makan supaya nggak sakit.
Hari ini aku aman dari makhluk menyebalkan yang berusaha meraih hatiku dengan berpura-pura baik. Pak Amir pahlawanku. "Nin, nanti pulang bareng Bapak saja ya. Bapak curiga, ada apa kok sudah 3 hari ini setiap pagi kamu ke ruang guru. Kamu harus cerita kepada Bapak!" perintah Pak Amir tiba-tiba, mengejutkan jantungku. "Saya izin dulu dengan Ibu yang akan menjemput saya ya, Pak." jawabku. "Bilang saja sama Ibumu kalau kamu pulang dengan Bapak, nggak usah dijemput." "Iya, Pak." jawabku.
Ibu mengizinkan aku pulang dengan Pak Amir. Ibu hanya berpesan agar aku berhati-hati. "Pak, mampir beli bakso di warung itu dong," pintaku tanpa malu-malu. "Makan di rumah lebih sehat." jawab Pak Amir. Yah, gagal deh makan bakso enak. Tahu begini tadi mending menolak perintah Pak Amir. Kalau pulang dengan Ibu pasti saat ini aku sedang makan bakso.
Tanpa terasa motor Pak Amir sudah sampai rumahku. Ibu yang melihat segera datang menghampiri kami dan bergegas mencium tangan Pak Amir. "Makan dulu, Pak. Ibu sudah masak pindang ikan bandeng," kata Ibuku kepada Pak Amir. "Tuh, Nin, lebih enak ini kan daripada bakso." kata Pak Amir sambil tertawa-tawa.
Ah, menyebalkan. Bapakku memang pelit, hobinya makan masakan Ibuku. Katanya masakan Ibu paling enak sedunia. Sebenarnya iya juga sih, tapi kadang kan aku juga butuh jajan juga. Bertiga kami makan bersama. Bahagia banget bisa makan bersama Bapak dan Ibu.
"Mau ke mana kamu. Sini duduk dulu. Cerita dulu ke Bapak dan Ibu, mengapa kamu bertingkah aneh 3 hari ini. Mencurigakan." Dengan wajah bersemu merah dan salah tingkah mau tak mau aku harus bercerita. Resiko punya Bapak jadi guru di sekolah, apa-apa yang aku alami harus diceritakan di rumah. Meski dicap guru killer, aku selalu bangga jadi anak Bapakku.
#TantanganGurusiana Hari Ke-58
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Cerita yang keren Bun. Pak Amir ternyata ....... Salam literasi