Belajar Literasi Finansial dari Dompet Dhuafa
Pagi itu, aku bergegas memenuhi janji. Sebelumnya, aku dan teman-teman Blogger Bandung lainnya berencana mengunjungi Kebun Indonesia Berdaya di Subang. Dengan dua buah Elf, kami berangkat ke sana.
Sekitar pukul 9, kami tiba di lokasi. Cuaca panas menyambut kami. Untungnya parkir mobil tak jauh dari saung dan pondok. Kami disambut dengan suguhan khas Sunda. Kukuluban. Ada jagung rebus, ubi, singkong, kacang tanah dan lain-lain. Tak mau kalah, ada juga oleh-oleh khas Subang, yaitu nanas. Nanasnya sudah berupa sate nanas dan jus yang menyegarkan kepala dan tenggorokan. Mantul deh.
Sambil menikmati sajian tersebut, kami mendengarkan paparan tentang Wake Up Wakaf dari Kang Bobby dan Kang Kamaludin. Kebun Indonesia Berdaya itu merupakan bukti nyata dari wakaf yang sudah terkumpul sebelumnya. Selanjutnya, Dompet Dhuafa berencana untuk mengembangkan hasil kebun itu menjadi ekstrak nanas sesuai dengan permintaan pasar.
Dari penjelasan tersebut, saya jadi ingat pada literasi finansial. Bukan sekedar menerima, zakat, infak, sodaqah dan wakaf saja. Ada tanggung hawab besar di dalamnya. Tidak hanya sekedar memberi dan menerima, tapi wajib mengelolanya demi kelangsungan hidup masyarakat banyak, khususnya kaum dhuafa.
Ini yang paling penting. Jangan hanya sekedar memberikan uangnya saja, tapi bagaimana langkah selanjutnya. Jangan pernah memberikan ikan, tapi kail lebih bagus!
Uang wakaf yang diterima diwujudkan dalam bentuk kebun buah naga dan nanas untuk diolah dan dikelola oleh para petani Subang. Kemudian, mendirikan Sirin. Pabrik Pengolahan Ekstrak Nanas. Dengan demikian, mereka akan memiliki sumber penghidupan dalam jangka waktu yang panjang.
Demikian pula dalam kehidupan kita. Uang yang kita terima sebaiknya juga berumur panjang. Menurut pakar keuangan, Safir Senduk, uang atau pendapatan kita wajib dibagi tiga. 60% untuk kebutuhan konsumtif, 30% utang dan 10% investasi. Jadi, uang itu tidak habis begitu saja, tapi ada jejaknya, berupa tabungan atau tanah misalnya.
Hal seperti inilah yang kita sebarkan pula untuk anak cucu dan siswa kita. Biasakan untuk menabung. Mengekang keinginan demi kesejahteraan di masa depan.
Kecerdasan finansial ini juga wajib diajarkan dan dibiasakan sejak dini. Perlu pembelajaran secara terus menerus. Bisa mulai dari uang jajan atau uang kas kelas. Pengelolaan keuangan ini menjadi salah satu life skill yang harus dikuasai siswa. Inilah salah satu modal hidup mereka. Tanpa kecerdasan finansial, hidupnya akan sengsara.
Jangan sampai mereka terjebak pada gaya hidup yang konsumtif, boros atau bahkan terlilit utang demi memenuhi hawa nafsunya. Siswa yang cerdas finansial adalah mereka yang mampu memberdayakan dirinya dengan pendapatan yang mereka terima. Mampu memenuhi kebutuhan tanpa menyusahkan diri sendiri, orang tua ataupun orang lain.
Kecerdasan finansial harus menjadi gaya hidup generasi milenial. Di tengah arus materi dan konsumtif, mereka harus benar-benar bisa bertahan. Harus benar-benar menguatkan hati agar selamat. Jangan sampai tergoda dengan arus selalu ponsel baru misalnya.
Alangkah lebih baik, jika mereka mulai produktif juga. Tidak selalu tergantung pada orang tua. Mereka harus mampu berdikari. Dengan kecerdasan finansial, hal ini bisa terjadi.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar