Secara umum atheis adalah padangan filosofis tentang tidak adanya Tuhan, yang kemudian melahirkan bayi agnostheis, yaitu ketidak percayaan Tuhan karena tidak mampu dibuktikan secara empirik, seperti dinyatakan oleh George H Smith.

Di Indonesia saya lebih suka menyebut dengan "Ateis malam". Saya sebut demikian karena prilaku isme ini di Indonesia bersifat remang-remang. Ia percaya adanya Tuhan, tetapi prilakunya mencerminkan tidak mempercayai Tuhan. Implikasi dari ini semua mereka selalu mempertentangkan agama apapapun, tidak ingin berkembangnya agama, sampai upaya masif terstruktur untuk meminggirkan agama dari kehidupan manusia, bahkan dengan kekuatan anggaran dan teknologi, menggunakan berbagai cara "wal kedual gedhene sak bantal-bantal angger iso diuntal halal", melakukan profokasi melalui media sosial, menyebarkan hoak, hingga melakukan "Devide ad Impera" untuk melanggengkan dan memenangkan tindakannya.

Di permukaan, tak jarang dengan lantang melakukan "bad mouths" terhadap agama melalui redefinisi istilah agama kepada sesuatu yang bersifat miring. Di Indonesia belakangan komunitas ini seperti angin musim pancaroba yang bergerak lambat dan kuantitasnya makin berkembang.

Beberapa contoh istilah yang belakangan muncul, menyebut "kadrun" kadal gurun kepada orang yang berpakaian syar'i, Kristen fundamental untuk menyebut pemeluk Kristen taat, dan istilah lain, dengan maksud marginalisasi agama dalam kehidupan masyarakat.

Ateis malam, tanpa sadar juga hinggab pada berbagai pemeluk agama. Ia percaya Tuhan, tetapi prilakunya mencerminkan sebagai seorang yang tidak bertuhan. Ia beribadah, melakukan penyembahan, tetapi pada waktu yang sama juga berprilaku bengis, kasar, yang bertentangan dengan nilai-nilai agama dan ketuhanan.

What? Jangan-jangan, tanpa terasa kita menjadi bagian yang menyuburkan faham "ateis malam" ini, karena ketidakberanian menegakkan kemiringan yang ada disekitar???

Kopisore Ledokkulon, 27 Juni 2020