Surat Al-Baqarah menyebut bahwa panggilan puasa ditujukan kepada orang-orang yang beriman, yaitu orang yang yakin bahwa apa yang diperintahkannya adalah sesuatu yang akan membawa dirinya aman, bahagia, dan mendapatkan kemenangan.

Realitas ini betul adanya, karena tidak setiap orang Islam ia beriman, di Indonesia terutama jika berbicara tentang jumlah orang Islam jumlahnya sangat banyak dan mengalami pasang surut. Dalam arti lain saat bulan ramadhan jumlah orang Islam meningkat tajam, dan begitu Romadhan meninggalkannya, jumlah itu berangsur turun. Maka ada sebuah anekdot jika tidak ingin terkecoh atau ingin melihat jumlah orang Islam, janganlah melihat disaat bulan Romadhan, tetapi lihatlah saat mereka berkumpul diwaktu shalat subuh.

Disini difahami bahwa Romadhan disebagian besar orang Islam hanyahlah simbol yang bisa ditampakkan lewat kegiatan ritual yang bersifat ceremoni, bukan sesuatu yang subtansial dan membentuk pribadi Mulya. Karena tidak salah jika kita melihat fenomena dilapangan, ibadah (ritual) terus dan kemaksiatan juga terus, hingga ibadah (ritual) berbanding lurus dengan kejahatan.

Taqwa yang diinginkan setelah seseorang puasa Ramadhan hakekatnya adalah seperti yang disebut oleh Nabi: Bertaqwalah kamu kepada Allah dimanapun kamu berada. Dan ikutilah kejahatan dengan kebaikan. Dan berahlaqlah kepada sesama manusia dengan ahlaq yang baik "hasanin".

Jadi taqwa tidak terbatas waktu dan ruang. Tidak hanya di masjid, di mushola, tetapi dimanapun ia berada, di pasar, di rumah, di kantor, ditempat sepi dan tempat ramai. Dengan demikian dalam hatinya berkeinginan kuat meninggalkan kejahatan dengan kebaikan, yang tidak saja dengan Tuhan, juga dengan sesama manusia dan mahluk Tuhan yang lain.

Prinsipnya tidak ada satupun ucapan dan perbuatan orang bertaqwa selain dari kebaikan dan kemanfaatan bagi dirinya, keluarganya dan orang lain.

Bojonegaro, 13 Romadhan 1441H