yazid adiwiryo

Navigasi Web
Puasa dan Sabar

Puasa dan Sabar

Sabar merupakan sifat mulia yang harus dimiliki oleh orang yang sedang berpuasa. Karena hakekat puasa itu sendiri adalah melatih kesabaran. Kemuliaan sifat ini dibuktikan dengan disebutnya hingga 70 kali dalam Alquran, juga disebut dalam hadits nabi serta dibahas dan dibicarakan dengan serius oleh para ulama'.

Kholifah Ali Ibn Abi Tholib mensejajarkan sabar dengan iman, dengan menyebut sabar dan iman seperti kepala dan tubuh. Orang yang tidak bisa membeli kesabaran seperti tubuh tanpa kepala, hingga tubuh tidak lagi memiliki fungsi.

Imam Al Ghozali dalam ihya ulumuddin hal 67, menyebut dan membagi hukum sabar menjadi 4 yaitu wajib, Sunnah, makruh dan haram.

Sabar dihukumi wajib bila terkait dengan kesabaran hamba dalam menerima perintah Allah dan meninggalkan larangan-Nya. Sunah, bila seorang hamba sabar dalam meninggalkan perkara makruh. Makruh, bila terkait sesuatu yang mubah. Dan sabar dihukumi haram bilamana seorang hamba melihat kemungkaran, penindasan, penganiayaan, dan ia tidak berbuat apa-apa.

Untuk sabar dikatogorikan haram ini, jika ditarik dengan kondisi hari ini, tatkala pemerintah (umara') dan para medis, Agamawan (ulama') memerintahkan seseorang untuk memakai masker saat keluar rumah, menghindari kerumunan, menjaga jarak, mencuci tangan sebagai ihtiar untuk memutus mata rantai penyebaran covid 19, maka siapapun orangnya yang melihat sahabat, teman, keluarga tidak mengindahkan seruan tersebut dan ia diam, maka dapat dikatagorikan sabar dihukumi haram. Dalam arti lain sabar dalam hal ini adalah sesuatu yang dilarang atau siapapun harus tegas untuk menjadikan ihtiar ini memberikan arti besar bagi keselamatan jiwa banyak orang.

Maka puasa sesungguhnya adalah madrasah bagi seseoran muslim dan mukmin untuk mampu menerapkan kesabaran pada dirinya dengan diikuti dengan saling nasehat menasehati dalam kebaikan sebagaimana dijelaskan dalam Alquran surat Al ashar ayat 3.

Selain itu seorang muslim dan mukmin terhadap ujian dalam bentuk wabah baginya wajib untuk menerima segala yang datang dari Tuhan tanpa keluh kesah apalagi putus asa, melainkan dengan sekuat hati berikhtiar sekuat tenaga "mas tatho'tum" sebagai ujud ketaqwaan yang dikehendaki dari puasa yang telah ia lakukan.

Dengan demikian puasa yang dilakukannya akan membentuknya menjadi pribadi yang tidak hanya mendekatkannya pada Tuhan, melainkan juga sesama mahluk Tuhan (terutama pada keselamatan sesama manusia).

Bojonegoro, 25 April 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post