yenni lusia

Seorang PNS, seorang ibu dari 2 putra, seorang perempuan biasa yang selalu ingin meningkatkan pengetahuan dan kemampuan sehingga dapat memberi manfaat...

Selengkapnya
Navigasi Web

Cerita Liburan Tahun 1980 (Episode 2)

Episode 2 : Perjalanan Menuju Kampung

Langit masih kelam, tak ada satupun bintang terlihat. Kala azan subuh belum berkumandang, ibunda Dion sudah menyelesaikan adukan terakhir dari nasi goreng yang akan menjadi santapan Dion dan Ayahnya. Mereka akan berangkat ke kampung sepagi mungkin. Selesai sholat subuh berjamaah, Dion sarapan bersama ayah bundanya. Tidak sampai sepuluh menit, Dion sudah menyelesaikan suapan terakhirnya. Susu coklat hangat dihabiskan Dion dalam sekali tegukan, tidak sabar ingin segera berangkat.

Sampai di gerbang Terminal Dion membaca lantang “Terminal Bus Antar Kota Lintas Andalas.” Tidak dapat disembunyikannya rasa riang gembiranya. Walaupun Matahari belum bersinar dan lampu-lampu jalan masih menyala Dion sangat kagum melihat Bus-Bus antar kota berderet dan dibacanya satu persatu tulisan yang tertera di dinding masing masing bus seakan ikut meramaikan hiruk pikuk suara di terminal. Diiringinya langkah besar Ayah dengan tergesa, Ayah menuju loket penjualan karcis. Pada masa tahun 1980 an tiket bus disebut karcis. Tiba-tiba Dion mendengar “anak ketek ko dipangku atau duduak pak ?”. Terdengar jawaban Ayah Dion “Duduak da!” Duduak artinya membayar satu tempat duduk lagi selain tempat duduk Ayah. Maka Ayah Dion menerima 2 Karcis dan membayar uang untuk dua tempat duduk.

Dengan dua karcis di tangan, Ayah mengandeng Dion. “Ayo kita naik nak” kata Ayah sambil menunjuk bus yang akan membawa mereka menuju kota Bukittinggi. “Ya Ayah” Dion merespon cepat. Mereka bergerak menghampiri bus dan menaiki tangga bus. Sampai di atas Dion mengedarkan pandangannya, belum ada penumpang lain di dalam bus. “yang mana bangku kita Yah” Tanya Dion kepada Ayah. “ini yang dibelakang pak Sopir” jawab Ayah. “Asyik..” kata Dion. “kita bisa melihat kesamping dan ke depan ya Yah.” “Iya, nanti akan banyak yang Dion bisa lihat disepanjang perjalanan” kata Ayah.

Tepat pukul 6 pagi, bus bergerak keluar terminal. Dion kembali membaca nama-nama bus yang masih parkir berderet menjelang gerbang keluar terminal. “Ayah… Ayah… lihat itu Yah, nama bus nya sama dengan nama bus kita, ANS namanya Yah” “Apa artinya ANS itu Yah” “Nama bus itu biasanya sesuai dengan apa yang diinginkan pemiliknya.” “Setahu Ayah pemiliknya bernama pak ANAS, jadi mungkin ANS itu singkatan dari nama beliau.” “Oh ya di mobil terbaru yang trayek Padang – Jakarta Ayah baca ada maknanya juga tertulis di bagian dinding samping bus tersebut” “apa maknanya Yah” “ ANS adalah singkatan dari 3 kata yaitu Aman, Nyaman, Sejuk” Dion mengangguk-angguk tanda mengerti terhadap penjelasan Ayahnya.

“Kalau Dion mengantuk tiduran aja nak, Bukittinggi masih 94 Km lagi” kata Ayah. Dion malah semakin bersemangat bertanya kepada Ayah. “Berarti Bus ini sudah jalan 2 Km ya Yah. Kan jarak Padang dan Bukittinggi itu 96 km kata Ayah waktu kita ke kampung yang pergi bersama ibu.” “Wah.. Dion masih ingat ya penjelasan Ayah waktu itu” “Alhamdulillah ingat Ayah”. “jarak tempuh normal Padang ke Bukittinggi, 2 jam kan Yah” Dion lagi lagi membongkar ingatannya saat bepergian bersama Ayah dan Ibu yang waktu itu mereka tidak menginap di kampung. Hanya bolak balik dalam sehari saja untuk menghadiri pesta pernikahan dari kerabat ibu Dion.

Setelah satu jam perjalanan Dion tak terdengar lagi celoteh Dion bersama Ayah. Lelah berdialog dan bangun lebih awal tadi pagi membuat Dion tak dapat menahan kantuknya. Ayah membetulkan posisi kepala Dion agar tidurnya nyaman. Ayahpun ikut memejamkan mata, beristirahat sejenak. Namun suara-suara pedagang makanan yang naik ke atas bus saat bus masuk terminal Lubuk Alung membuat Ayah batal memejamkan mata. Pedagang ini menjual telur asin, pisang rebus, kacang rebus dan makanan-makanan kecil lainnya. Biasanya pedagang ini turun lagi setelah 15 menit berada di dalam Bus. Akhirnya Ayah membeli pisang rebus dan telur asin untuk nanti dimakan saat Dion terbangun dan sekalian juga telur asin untuk kakek dan nenek Dion di kampung.

Menjelang air terjun Lembah Anai, Dion terbangun. “Sudah sampai dimana kita sekarang Yah” Tanya Dion. “Kita masih di daerah Kayu Tanam, sebentar lagi kita akan memasuki kawasan Cagar Alam Lembah Anai” Jawab Ayah. “Berarti sebentar lagi kita akan melewati Air Terjun Lembah Anai ya Yah” “ Air yang turun dari atas ini kemana mengalirnya itu yah ?” Dion mulai aktif lagi dengan segala keingintahuannya. “Air terjun yang turun itu mengaliri sungai Batang Anai dan bermuara ke laut, yaitu Muaro Anai yang terletak diperbatasan Padang dan Pariaman kata Ayah menjelaskan apa yang ingin diketahui Dion. Akhirnya bus melewati air terjun dan sesaat Dion menyaksikan air yang turun deras dari ketinggian. Ekspresi kekaguman Dion membuat Ayahnya berniat untuk kesempatan berikutnya akan mengajak Dion untuk mampir ke lokasi Air Terjun Lembah Anai tersebut. “Semoga Allah lapangkan waktu dan rezki untuk niat ini” gumam Ayah.

Tiba-tiba Dion bertanya lagi “Ayah, apa maksudnya Cagar Alam Lembah Anai itu Yah?” “Cagar Alam artinya kawasan yang dilindungi karena di dalam kawasan tersebut ada tumbuhan dan hewan yang dilindungi” “kenapa harus dilindungi, Ayah” “karena tumbuhan dan hewan tersebut tinggal sedikit, jika tidak dilindungi dia bisa punah.” “contohnya Harimau, menurut cerita kakek kepada Ayah dulu harimau masih ada melintas di jalan ini saat kita berkendaraan di malam hari namun saat ini tidak ada lagi, kalau tempat hidupnya tidak dilindungi dia kan diburu dan jika hutan disekitar lembah anai ini pohon nya boleh ditebang secara bebas maka hewan hewan di dalam kawasan hutan ini akan terancam hidupnya. Makanya disebutlah kawasan ini Cagar Alam” Dion mengangguk-angguk mendengar keterangan Ayah.

“Berapa jam lagi kita sampai di Bukittinggi Yah?” Tanya Dion lagi. “Insya Allah 45 menit lagi” jawab Ayah. “Nanti kita melewati Danau yang banyak enceng gondoknya ya Yah ?” lagi-lagi Dion mengingat pengalaman perjalanan terdahulunya. “Oh iya waktu itu kita mampir beli bika di samping Talago dan Dion kebelet pipis itu kan” kata Ayah menggoda Dion. Dion pun tersipu malu karena ingat Dia tidak mampu menahan pipis sementara Toilet belum bertemu dan Dion menolak untuk pipis dipinggir Danau Talago tersebut. (Bersambung)

SweetFourteenHome, 18.03.2023

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post