Yenny Puspita Saragih

Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 2 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebelumnya pernah bertugas di MTs dan MA Swasta PTh Darur Rachmad Sib...

Selengkapnya
Navigasi Web
Laraku Luruh di Lagundri (Bagian 1)

Laraku Luruh di Lagundri (Bagian 1)

Laraku Luruh di Lagundri (Bagian 1)

#TantanganGurusiana hari ke-17

“Ra, jadi mau ke Nias?”

“Assalaamualaikum.”

“Eh, wa’alaikumsalam. Sori, lupa.”

“Langsung nyerocos aja sampe lupa salam.”

“Iya, sori. Gimana? Kalau jadi, besok malam kita berangkat.”

“Ya. Udah pesan tiket?”

“Belum.”

“Kalo gitu biar nanti aku minta tolong teman yang pesan. Dia kerja di pelabuhan.”

“Siip.”

Setelah menjawab salam, Sisil menutup telepon. Diletakkannya HP-nya di nakas, lalu bersiap-siap tidur. Namun matanya sulit terpejam. Percakapannya dengan Gilang di telepon tadi sore masih terngiang-ngiang di telinganya.

“Aku tak mau jadi anak yang durhaka kepada orang tua, Sil. Tolong, mengertilah.”

“Dari awal kamu kan sudah tahu bakal seperti ini. Kenapa tak diakhiri dari dulu. Kau memberi harapan palsu.”

“Kupikir seiring berjalannya waktu, mereka akan setuju. Ternyata tidak. Mereka tetap tak menyetujui hubungan kita.”

Orang tua Gilang tak menyetujui hubungan Sisil dengan anaknya sebab Sisil lebih tua. Usia mereka terpaut lima tahun. Sebenarnya mama Sisil juga tak setuju, namun Sisil bersikeras. Kalau Sisil sudah bersikeras, mamanya pun tak bisa bilang apa-apa lagi.

Paginya, saat sarapan Sisil memberitahu mamanya tentang keberangkatannya nanti malam.

“Ke Nias lagi, Sil? Kan baru beberapa bulan lalu dari sana. Ngapain ke sana lagi?” Mama tak habis pikir dengan hobi traveling putri bungsu itu. Lagipula biasanya Sisil tak pernah traveling di tempat yang sama dua kali.

“Nemenin Tiara, Ma. Dia pengen ke sana. Gara-gara Sisil cerita dan posting foto-foto waktu di sana.”

Mama hanya bisa geleng-geleng kepala. Sisil mana bisa dicegah kalau sudah mau berpetualang.

Lepas Isya, Tiara sampai di rumah Sisil. Keduanya salim pada mama dan kakak Sisil.

“Pergi dulu ya, Bu, Kak.” Kata Tiara sebelum naik ke becak yang sudah menunggu di depan rumah.

“Hati-hati di sana, Tiara, Sil.”

Kedua gadis itu mengangguk.

Setibanya di Pelabuhan, Tiara menelepon Meli, temannya yang bekerja di sana. Tak lama, seorang gadis berkulit putih dengan mata agak sipit datang dan memberikan dua tiket kapal ke Gunung Sitoli kepada Tiara. Sisil sempat melihat badge nama di seragamnya, Melia Zebua. Gadis Nias itu tersenyum kepada Sisil. Mereka saling menyebutkan nama sambil bersalaman.

“Selamat jalan ya, Kak. Cantik lo, kampung halamanku.” Katanya.

“Iya, ini juga tergoda mau ke sana setelah Sisil udah duluan ke sana.”

KM Belanak sedang bersiap-siap bergerak meninggalkan Pelabuhan Sibolga. Tiara dan Sisil sengaja memilih kelas ekonomi yang hanya dapat tempat duduk. Kursi-kursi berjejer yang menghadap ke TV karaoke, satu-satunya hiburan di atas kapal. TV tersebut terpasang di kotak besi yang menempel di dinding setinggi 3 meter lebih. Dibawahnya ada meja bar sepertiga lingkaran tempat para petugas berseragam melayani penumpang yang memesan makan dan minum. Wangi kopi langsung menghampiri hidung saat seorang petugas menyeduh kopi sachet pesanan seorang penumpang yang sedang berkaraoke. Lalu diselingi wangi Pop mie yang sedang diseduh seorang petugas lain.

“Sil, pesenin Pop mie, gih. Wanginya bikin selera aja.”

“Rasa apa?” Sisil memasukkan HP yang dipegangnya ke saku depan ransel coklat di sampingnya.

“Kari ayam.”

Sisil beranjak dan tak lama kemudian kembali dengan dua Pop mie di tangannya. Diletakkannya di kursi kosong di sebelah Tiara.

“Hhh, panas.”

“Bumbunya sudah dicampur?”

“Sudah.”

“By the way, kenapa kamu berubah pikiran, Sil? Kemaren gak mau pas aku ajak.” Tanya Tiara.

“Nanti deh ceritanya. Malu kalau di sini. Banyak orang.”

Tiara tak bertanya lagi. Setelah menikmati Pop mie kari ayamnya, ia mengajak Sisil ke geladak kapal. Ternyata di sana sudah banyak orang yang juga ingin menikmati pemandangan laut di malam hari. Semakin malam geladak semakin sepi. Kedua gadis itu pun turun dan duduk di tempat mereka tadi.

Tak perlu waktu lama buat Tiara untuk tertidur nyenyak. Dengan berbantalkan ransel, ia berbaring dengan menguasai tiga kursi. Memang tak terlalu banyak penumpang malam itu. Jadi banyak kursi yang kosong. Sementara Sisil berusaha tidur dengan posisi duduk bersandar dengan ransel yang diletakkannya di kursi kosong di sebelah kanannya. Lamat-lamat didengarnya seorang penumpang wanita menyanyikan sebuuah lagu dangdut dengan suara cempreng.

Baru sekali aku merasaa...

Kegagalan cintaa...

Ooo... ya nasib ya nasib

Mengapa begini

Baru pertama bercinta

Sudah menderita

Rasanya Sisil ingin menutup kupingnya kuat-kuat.

Tadukan Raga, 18 April 2020.

(Bersambung)

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren...lanjut

18 Apr
Balas

Siaap bu.

18 Apr

Yes

23 Apr
Balas



search

New Post