Yenny Puspita Saragih

Guru Mata Pelajaran Bahasa Inggris di SMPN 2 Tanjung Morawa, Deli Serdang, Sumatera Utara. Sebelumnya pernah bertugas di MTs dan MA Swasta PTh Darur Rachmad Sib...

Selengkapnya
Navigasi Web
Vas Bunga Bunda

Vas Bunga Bunda

Vas Bunga Bunda

“Braakk!”

Vas bunga Bunda jatuh dari nakas dan pecah berkeping-keping. Pecahannya berserakan di lantai. Adit tak sengaja menyenggolnya karena terburu-buru hendak pergi bersama teman-temannya. Mereka sudah janjian untuk bermain bola di lapangan sore ini.

Adit kaget. Dia bingung apakah harus membersihkan pecahan kaca yang berserakan di lantai.

“Adiiit! Buruan, Diit!” Diko memanggil Adit tak sabar. Diko sudah menunggu dengan sepedanya dari tadi di depan rumah.

“Kok lama amat sih, Dit. Ayo naik!” Kata Diko saat melihat Adit sudah muncul di depan pagar. Adit langsung naik dan berdiri di belakang.

“Berangkaat...” Kata Adit sambil menepuk bahu Diko dari belakang.

Benar saja. Teman-teman yang lain sudah menunggu di lapangan. Beberapa tampak sedang duduk di pinggir lapangan dan sebagian lagi sedang menendang-nendang bola. Koko, teman Adit yang berambut keriting, langsung memasang wajah cemberut begitu melihat Adit dan Diko tiba.

Diko memarkir sepedanya sembarangan.

“Sori, Adit nih, lama.” Kata Diko.

“Maaf, teman-teman. Tadi kelamaan nyari sepatu bola. Lupa naruh di mana pas abis main bola minggu lalu.”

“Udah, ah. Ayo kita mulai.” Ujar Raka, yang biasa jadi kiper. Anak-anak yang baru duduk di kelas 4 dan 5 sekolah dasar itupun langsung larut dalam serunya permainan bola.

“Shasyaa...” Terdengar suara Bunda memanggil dari ruang tamu. Bunda dan Ayah baru pulang dari rumah sakit menjenguk Tante Irna, adik bungsu Ayah, yang baru melahirkan.

“Syaa...” Panggil Bunda lagi. Kali ini lebih keras.

“Ya, Bun.” Shasya bangkit dari tempat tidurnya dan keluar dari kamarnya.

“Ada apa, Bun?” Tanya Shasya sambil menggaruk-garuk rambut panjangnya yang agak kusut.

“Ini vas bunga Bunda kok berantakan begini?”

Shasya terbeliak. Dilihatnya vas bunga keramik, oleh-oleh dari Eyang yang berlibur ke Guangzhou minggu lalu, telah hancur berkeping-keping di lantai.

“Shasya gak tau, Bun. Shasya dari tadi tidur siang di kamar. Ini baru aja bangun.”

“Adit, mana Adit?”

“Sudahlah, Bun. Cepat diberesin saja. Nanti kena kaki lo.” Ayah cepat-cepat menengahi. Bunda kalau ngomel bisa panjang ini, pikir Ayah. Sedikit melompat, langkah kaki Ayah lebar saat melewati pecahan kaca di lantai.

“Bantu Bunda ambilin sapu dan serokan sampah, Sya.”

“Ya, Bun.” Shasya segera beranjak ke dapur.

Menjelang magrib Adit pulang dari bermain bola.

“Pulangnya kok telat, Dit? Udah hampir magrib ini.”

Ayah sedang memasang kain sarung, siap-siap berangkat ke mesjid.

“Iya, Yah. Adit mandi dulu.”

“Ayah berangkat duluan. Kelamaan Ayah nunggunya.”

“Ya, Yah. Adit nyusul.”

Ayah dan Adit pulang dari mesjid berbarengan. Bunda dan Shasya sudah selesai menyiapkan makan malam. Tampak ayam goreng kesukaan Adit telah terhidang di meja makan.

“Adit.” Panggilan Bunda menghentikan gerak ayam goreng di tangan Adit yang sudah hampir masuk ke mulut.

“Ya, Bun?”

“Kamu ada yang mau disampaikan gak, ke Bunda?”

“Sampaikan apa, Bun? Gak ada.”

“Coba diingat-ingat dulu.”

Bunda sempat-sempatnya main tebak-tebakan, pikir Adit. Padahal Adit sudah tak sabar melahap ayam goreng krispi buatan Bunda yang paling enak sedunia. Ia melirik Ayah dan Shasya yang tengah menyantap makanan dengan lahapnya.

“Tadi sebelum main bola, ada kejadian apa? Coba diingat.”

Adit baru ingat tentang vas bunga Bunda yang pecah tadi sore.

“Oh iya, Bun. Maaf, Bun.” Adit menunduk, sadar bahwa ia telah melakukan kesalahan.

“Tadi Adit buru-buru, jadi gak sengaja nyenggol vas bunganya.”

“Trus, kenapa dibiarkan saja? Gak diberesin.”

“Diko udah nunggu, Bun. Tadi teman-teman juga kesal karena Adit dan Diko terlambat.”

“Adit, lain kali harus bertanggung jawab jika telah melakukan kesalahan. Jangan ditambah dengan kesalahan lain lagi.” Sela Ayah agar Bunda tak terlalu lama menginterogasi Adit.

“Udah, masukin tu ayam ke mulut. Ntar lepas lagi.” Canda Ayah. Shasya tertawa. Bunda pun tersenyum. Tak tega melihat Adit yang kelihatannya sudah tak sanggup menahan godaan ayam goreng.

“Maafin Adit ya Bun. Adit akan lebih hati-hati.”

“Ya, Nak. Jangan diulangi lagi ya.”

“Ya, Bun.” Adit pun langsung makan dengan lahap.

Tadukan Raga, 16 April 2020

#TantanganGurusiana hari ke-15

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap bu semangat terus yaa

16 Apr
Balas

Terima kasih support-nya Bu.

16 Apr



search

New Post