Yessi Eka Nofita

Yessi Eka Nofita, berasal dari Bukittinggi dan seorang guru SMK di Kota Bekasi Jawa Barat,...

Selengkapnya
Navigasi Web
Guru sang Pengair Gurun

Guru sang Pengair Gurun

Bagian 1. Siswa Baruku (part 2)

Panas terik terasa membakar kulit. Kuhempaskan badanku dikursi tamu. Kuhela nafas dalam-dalam.

"Alhamdulillah, sampai juga di rumah", tak ada siapapun di rumah. Rumah begitu sepi. Sikecil ikut papanya kekantor. Dia tidak betah dititipkan ke orang lain. Sesaat kurebahkan badan untuk menghilangkan lelah. Aku terlelap sekitar 10 menit.

"Mama... ", teriak samhan mengagetkanku. Aku terbangun dan menyambutnya.

"Aku mau ngaji", katanya.

"Ayo, mama temani mandi", kuantar anak bungsuku kekamar mandi.

"Anak mama ganteng", kataku memujinya. Kusisir rambutnya dan menyiapkan perlengkapannya untuk mengaji.

"Ini untuk uang jajan dan ini untuk sodaqoh," kataku sambil memasukan uang pecahan duaribu kekedua sakunya. Dia mencium pipiku dan berangkat ke TPA untuk mengaji.

Selesai makan malam, kubuka hasil kerja siswa. Kupilah-pilah yang jawaban penuh dan yang sedikit menjawab. Aku tertawa agar tak menjadi beban.

"Luar biasa yang akan ku bimbing ke depan. Terlalu banyak angka yang tertawa", ucapku pelan tapi kedengaran suamiku.

"Ada apa say", katanya.

"Kalau manggil jangan sepotong-sepotong bang. Say itu sayang atau syaiton?", Jawabku sekenanya.

Suamiku melihat kertas-kertas yang dari tadi ku kukoreksi.

"Angkanya bagus-bagus", katanya menyindir.

"Ya, coba lihat. Banyak angka ketawa. Delapan ga penuh jadi seperti angka tiga. Sembilan juga ga penuh jadi seperti angka empat", kataku sambil tertawa. Padahal, aku tahu pasti kalau itu beban beratku.

Aku hanya punya satu prinsip tak ada manusia yang bodoh. Itu kata seorang ahli yang aku lupa namanya. Aku yakin bisa mengubah mereka. Walaupun yang ku ubah hanya dari angka 3 ke 4. Itu sudah membuatku senang.

"Semangat!", Seruku sambil merekap nilai yang akan ku sampaikan pada pertemuan selanjutnya. Dengan harapan mereka mulai mengukur diri.

Kulihat sikecil dan suamiku sudah menuju dunia mimpi. Ku siapkan semua peralatan untuk mengajar besok agar tidak ada yang tertinggal. "Selamat malam, selamat bermimpi indah", bisikku sambil merebahkan diri.

Allahu akbar-Allahu akbar, bunyi azan di Hp-ku membangunkanku. Seperti biasa, kubangunkan suamiku agar bisa sholat berjama'ah. Kemudian kulanjutkan rutinitasku di dapur. Suamiku menemani sambil membaca Al-Qur'an dimeja makan. Sesekali beliau membantu kesibukanku.

"Mama berangkat ya", bisikku pada si bungsu yang masih tidur.

"Baju samhan di sini ya bang", kataku sambil meraih tangan suamiku dan menciumnya.

"Aku berangkat dulu", kataku sambil berlalu menuju motor dan berangkat.

"Ya, hati-hati di jalan. Jangan ngebut", balas suamiku. Beliau biasanya kekantor mulai pukul 08.30. Beliau sangat mendukung aku untuk mengajar.

"Kalau kamu mengajar, kamu punya wawasan luas. Apalagi tentang anak", itu yang membuat beliau mengizinkanku mengajar dan mau berbagi pekerjaan rumah.

Akhirnya aku sampai di sekolah. Parkir motor, mengisi absen dan berlalu masuk ke kelas. Itulah kebiasaanku. Aku tipe orang yang malas duduk berlama-lama di kantor. Aku lebih suka berkumpul dengan siswa di kelas. Banyak cerita dari siswa menjadi pelajaran buatku. Bahkan jadi bahan renungan.

"Bu Guru, Bu Guru", seorang siswa mengingatkan teman-temannya. Semua duduk dibangkunya. Ku letakkan tas dibangku.

"Ketua kelas, tolong pimpin do'a", perintahku. Dian langsung memberi aba-aba temannya agar berdo'a. Meskipun dia bukan ketua kelas.

Kelas pagi ini XII PB 3. PB singkatan dari perbankkan. Kelas ini didominasi oleh perempuan. Dan kelas ini memiliki nilai rata-rata tes awal matematika tertinggi. Mereka terlihat kompak dan saling membantu kalau belajar.

Ku panggil mereka satu persatu untuk mengisi absen. Ini caraku untuk dapat menghafal nama mereka.

"Alhamdulillah, nilai tes awal kemarin yang tertinggi di kelas kalian", ku buka pembicaraan awal untuk mulai mengajar.

Seketika kelas gaduh karena suara senang mereka.

"Di kelas ini nilai tertinggi. Namun di kelas ini ada juga yang terendah. Ibu berharap kalian bisa saling membantu dalam belajar". Kuambil kertas ujian mereka dari dalam tas

"Dalam belajar ibu akan sering memberi tugas kelompok. Kelompok akan ibu bagi secara heterogen. Dimana tiap kelompok ada siswa yang nilainya tinggi dan ada yang rendah. Kekompakan dan saling berbagi itu penting. Berbagi ilmu tidak akan membuat kalian rugi. Malah membuat makin paham dengan materi", itulah nasehatku sebelum membagi kelompok mereka.

"Sebelum duduk perkelompok, ibu akan menjelaskan materi terlebih dahulu". Aku menjelaskan materi awal yang disambut antusias oleh siswa. Namun tetap saja ada yang terlihat tidak semangat.

"Ini tugasku kedepan", bisikku dalam hati. Targetku membuat wajah siswa yang tidak semangat ini menjadi semangat di akhir pertemuan tahun ini.

"Saya dapat berapa bu", tanya seorang anak.

"Mau ibu bacakan, atau ibu bagikan?" Tanyaku.

"Bagikan aja, Bu", jawab seorang anak.

"Oke, sebelum ibu bagikan. Ada yang mau ibu sampaikan. Ini nilai awal kalian bertemu dengan ibu. Ibu berharap kalian bisa mengubahnya. Mengubah dengan cara yang benar. Kalian ukur kemampuan kalian dari sekarang", mereka serius mendengarkan.

"Ingat uang seribu yang ada gambar melompat batu?" Tanyaku.

"Ya, Bu", jawab mereka.

"Apa pendapat kalian tentang gambar itu?" Tanyaku.

(Bersambung)

#tantangangurusiana hari ke 2

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap, Ibu. Tetesan air yang menerus pun mampu melubangi batu yang keras. Semangat

19 Oct
Balas

Trimakasih bu, salam literasi

19 Oct

Oke banget ceritanya bu guru. Terus berkarya, semoga sukses selalu dan salam literasi

19 Oct
Balas

Trimaksih semangatnya bapak sukses juga buat bapak

19 Oct

Keren ibu yesi.

22 Nov
Balas

Mantap ceritanya bun ..gurun aja sanggup di airin ..

19 Oct
Balas

makkah sudah mulai hijau sekarang pak

19 Oct



search

New Post